07 Jun 2012 14:57:56 | by Admin
| 41880 views | 0 comments
|
0/5 Stars dari 0 voter
Dimalam ini, setelah beberapa hari disibukkan dengan berbagai aktifitas, saya kembali menyempatkan diri menulis sebuah artikel terbaru dalam blog ini. Kali ini tulisan saya agak berbeda dan saya kira juga kebanyakan blog militer di Indonesia maupun Negara tetangga sangat jarang menyinggung masalah ini. Kebanyakan yang menjadi focus tulisan dan analisa dalam berbagai blog adalah mengenai kehebatan sebuah pesawat fighter seperti Sukhoi-27/30, F-18, F-15, F-16, Thypoon, dan sebagainya. Semua jet tempur yang saya sebutkan diatas memang termasuk dalam kategori pesawat canggih saat ini, sehingga kehadirannya akan menambah kekuatan udara suatu Negara.
Namun berbeda halnya jika yang akan hadir di inventory angkatan udara suatu Negara hanya ‘jet latih’ yang tentu tidak segarang jet fighter sungguhan. Rata-rata kehadiran jet latih tempur tidak disambut dengan sama megahnya dibandingkan dengan kehadiran jet fighter. Seperti rencana kehadiran 24 F-16 dari Amerika ke Indonesia, beritanya lebih heboh dibandingkan dengan rencana kedatangan 16 pesawat latih T-50 dari Korea. Demikian juga Malaysia, berita rencana kedatangan Typhoon atau Rafale (walaupun sampai saat ini masih sebatas isu), terasa lebih heboh dibandingkan dengan kedatangan pesawat latih 8 MB-339 CM dari Italia. Mungkin dalam benak para blogger bahwa pesawat latih tentu tak sehebat pesawat fighter sungguhan, sehingga kurang menarik untuk di bahas. Saya pribadi sebagai admin AnalisisMiliter.com, juga sering mengalami kondisi yang sama.
Padahal dalam kenyataannya, sebuah jet fighter tercanggih sekaliber F-22 Raptor sekalipun tidak akan berguna jika tidak diawaki oleh pilot yang competent. Itu artinya kualitas pilot yang mengendalikan sebuah pesawat akan memegang peranan penting dari sebuah pesawat. Sebuah pesawat canggih bisa saja kalah dari pesawat yang kurang canggih, jika pilot yang mengendalikan pesawat canggih tersebut memiliki skill yang lebih rendah di bandingkan pilot dengan pesawat yang kurang canggih tersebut. Itu artinya bahwa selain factor kualitas dari jet fighter yang dimiliki, factor lain yang sangat penting dalam membangun kekuatan suatu Negara adalah kualitas pilot yang mengendalikan pesawat fighternya.
Bagaimana menghasilkan Pilot yang Hebat?
Kalau membicarakan pesawat fighter yang canggih tentu kita sudah sering mendengarnya. Tapi factor yang sering dilupakan adalah factor Man Behind The Gun, yang sejatinya tidak kalah penting pengaruhnya dibandingkan pesawat fighter itu sendiri. Hanya Negara yang ‘bodoh’ saja yang membeli pesawat canggih untuk AU mereka tetapi tidak mempersiapkan pilot-pilot yang akan menerbangkan pesawat canggih tersebut.
Lalu bagaimana cara menghasilkan pilot yang handal untuk menerbangkan suatu pesawat fighter canggih? Nah tentunya diperlukan latihan yang panjang dan intens supaya seorang pilot memiliki keahlian dan kualifikasi yang tinggi sehingga layak menerbangkan pesawat canggih. Nah untuk latihan ini, tentunya di perlukan pesawat –pesawat latih tempur yang berguna untuk mempersiapkan calon-calon pilot yang handal. Nah disinilah peranan pesawat latih tempur tersebut untuk mendukung pesawat fighter sungguhan dengan melatih pilotnya, sebelum pilot tersebut menerbangkan jet fighter sungguhan.
Phase latihan yang biasanya diterima oleh seorang calon pilot tempur adalah latihan dasar yang biasanya menggunakan pesawat Basic Prop Trainer, seperti Malaysia yang menggunakan pesawat PC-7 MK/MK II untuk role ini. Indonesia sendiri juga mengoperasikan beberapa pesawat untuk role ini seperti KT-1 Wongbee, dan sejenisnya. Setelah lulus pelatihan ini, maka calon pilot fighter tersebut selanjutnya di berikan level latihan yang lebih tinggi yaitu Basic/Advanced Jet Training, dimana calon pilot tersebut akan dikenalkan dengan pesawat jet sehingga pilot akan siap jika nanti akan menerbangkan pesawat jet fighter. Angkatan Udara Malaysia akan menggunakan pesawat MB-339 AM/CM untuk role ini, sedangkan Indonesia selama ini menggunakan pesawat Hawk-53 untuk role ini. Namun pesawat ini nantinya akan digantikan dengan pesawat T-50 LIFT generasi terbaru dari Korea Selatan.
Setelah itu lulus tahapan ini, maka calon penerbang akan dilatih kembali dengan pesawat fighter berkursi ganda sebelum bisa terbang solo dengan pesawat fighter sungguhan. Misalnya calon pilot F-16, akan dilatih dengan pesawat F-16 B (trainer) sebelum bisa terbang solo dengan F-16 A. Nah kira-kira seperti inilah gambaran umum untuk menghasilkan pilot yang handal.
Apa itu pesawat Lead In Fighter Trainer (LIFT)
Pesawat latih sendiri memiliki banyak kategori yang tergantung pada role pesawat latih itu sendiri. Diantaranya adalah Basic Prop Trainer, Advance Jet Trainer, Lead In Fighter Trainer dan selanjutnya adalah Jet Fighter sungguhan. Sebagai contohnya perhatikan gambar phase latihan calon pilot fighter di bawah ini :
Pesawat kategori LIFT adalah pesawat latih tingkat lanjut yang diperuntukkan untuk melatih pilot-pilot dengan menggunakan pesawat yang dilengkapi dengan system avionic yang modern yang menyamai avionic jet fighter sungguhan yang berfungsi untuk mengefisienkan pelatihan sekenario pertempuran dari segi cost. Penggunaan pesawat LIFT ini akan menghasilkan calon penerbang yang handal dalam waktu yang lebih cepat dan dengan biaya yang lebih murah dibandingkan hanya menggunakan pesawat Advanced Jet Trainer saja.
Sebuah pesawat LIFT akan membantu calon pilot dalam hal simulasi situasi seperti misi serbu Air To Air, air To Ground, Interceptors, dan sejenisnya. Sehingga diharapkan calon pilot yang telah lulus menggunakan pesawat LIFT akan mudah dalam mengoperasikan pesawat fighter-fighter terbaru saat ini. Hal ini karena mereka sudah biasa menghadapi situasi tersebut, sehingga ketika menghadapi situasi yang sama dengan pesawat fighter sesungguhnya mereka tidak akan canggung lagi.
Pesawat LIFT ini sendiripun sebenarnya banyak jenisnya dan kategorinya. Seperti selayaknya pesawat jet fighter yang memiliki generasi (seperti Mig-21, F-5, Mig-23 yang digolongkan generasi 3, dan F-16, F-15, F-18, Su-30, Mig-29 termasuk generasi 4, F-22 dan F-35 termasuk generasi 5), maka pesawat LIFT sendiri juga memiliki kategori berdasarkan generasi ini. Namun saya sendiri sebagai admin dan penulis di AnalisisMiliter.com ini tidak terlalu hapal generasi pesawat LIFT ini. Namun dari berbagai artikel luar negeri yang saya baca, generasi pesawat LIFT yang terbaru diantaranya adalah Aermacchi M-346 Master dari Italia, Yak-130 dari Rusia, Hongdu H-15 dari China dan T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan. Sedangkan pesawat LIFT geneasi sebelumnya yang saya ketahui diantaranya adalah Aermacchi MB-339 dari Italia, Aero L-39 Albatros, Hawk 50/60, IAR 99 dan lainnya. Dari segi teknologi, tentunya generasi ini masih kalah dengan generasi LIFT yang saya sebutkan sebelumnya.
Nah di ASEAN sendiri, saya mengetahui 3 negara yang akan atau sudah mengoperasikan pesawat LIFT ini. Ketiga Negara yang saya maksud adalah Singapura, Malaysia dan Indonesia sendiri. Negara ASEAN lain saya kurang tau dan saya memang lebih tertarik mempelajari ketiga Negara ini saja. Singapura tercatat sudah memesan pesawat LIFT generasi terbaru yaitu 12 Aermacchi M-346 Master dari Italia, sedangkan Malaysia sudah mengoperasikan pesawat LIFT generasi yang lebih lama yaitu 17 MB-339AM/CM dari Italia. Sepintas terlihat kedua Negara ini mengoperasikan pesawat LIFT dari pabrikan yang sama, tapi milik singapura tentunya lebih canggih. Sedangkan Indonesia sendiri sudah memesan generasi LIFT terbaru yaitu 16 T-50 dari Korea selatan yang akan tiba awal 2013 nanti. Dari data ini, kelihatan bahwa pesawat LIFT yang akan digunakan Indonesia dan Singapura kedepan, lebih baik dibandingkan dengan pesawat LIFT yang dioperasikan di AU Malaysia.
Pengaruh T-50 LIFT terhadap Kemampuan Pilot TNI AU di masa datang
Sebelum kehadiran pesawat LIFT generasi terbaru ini di Indonesia, pola latihan yang dilakukan TNI AU kira-kira seperti gambar dibawah ini (ini versi saya ya, bisa saja saya salah) :
Dari gambar itu dapat kita lihat bahwa seorang calon pilot akan menempuh pendidikan yang lebih lama pada pesawat Hawk-53 untuk mengenal pesawat jet dan setelah menguasai pesawat jet, akan diteruskan latihan menggunakan peswat figter versi latih (kursi ganda). Nah permasalahnya adalah disini. Masa transisi antara Hawk-53 dengan pesawa fighter latih ini akan memerlukan waktu yang panjang, karena keterbatasan teknologi hawk 53, calon pilot belum dibiasakan menghadapi simulasi tempur yang mirip dengan yang akan mungkin dihadapi pada pesawat fighter sesungguhnya. Hal ini berarti akan menambah waktu dan cost yang dikeluarkan untuk menghasilkan pilot yang tangguh.
Lalu bagaimana dengan Negara lain? Saya rasa juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia saat ini. Semisalnya Malaysia yang juga belum mengoperasikan pesawat LIFT generasi terbaru, pola latihannya saya kira juga tidak terlalu jauh berbeda. Perhatikan gambar di bawah ini :
Sama dengan kondisi TNI AU sekarang, AU Malaysia juga akan mengalami masa transisi antara MB-339 dengan Hawk-108 dan jet latih lainnya, yang lebih lama dibandingkan dengan (seandainya Malaysia punya) pesawat LIFT generasi terbaru.
Nah dengan kehadiran Aermachi M-346 di Singapura dan T-50 di Indonesia, tentunya akan merubah pola latihan untuk calon pilot di angkatan udara kedua Negara. Kedua pesawat yang bisa dikatakan adalah yang tercanggih di kelasnya sekarang ini akan berperan untuk menghasilkan pilot dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah dibandingkan pesawat generasi sebelumnya. Hal ini karena pesawat M-346 dan T-50 memang di rancang untuk menghasilkan pilot-pilot pesawat canggih seperti F-22, F-35, F-15, F-18, Thypoon, Rafale, F-16, dan lain-lain. Khusus untuk T-50 bahkan dijuluki sebagai ‘F-16 lite’ karena kemiripan air framenya dan juga avionic yang dimilikinya. Hal ini akan membuat transisi antara calon pilot jet fighter akan mudah menyesuaikan diri karena sudah terbiasa dengan avionic tersebut.
Dengan penggunaan pesawat T-50 LIFT ini, maka pola latihan di TNI AU akan menjadi seperti gambar di bawah ini :
Dengan pola latihan diatas, setelah calon penerbang menyelesaikan phase latihan dengan KT-1 Wongbee, maka calon pilot akan dilatih dengan pesawat LIFT langsung yang akan membuat mereka terbiasa dengan avionic maupun silabus fighter combat. Sehingga pilot yang dihasilkan akan jauh lebih siap mengoperasikan berbagai jenis pesawat fighter sungguhan. Masa transisi antara T-50 LIFT dengan real jet fighter tidak akan lama, karena hanya perlu penyesuaian sedikit. Calon pilot fighter hanya memerlukan sedikit transisi untuk mengenal karaker pesawat fighternya. Untuk masalah combat training sudah dilakukan menggunakan T-50 LIFT. Ini berarti bahwa pilot fighter akan dihasilkan dalam waktu yang relative lebih cepat dan biaya yang lebih rendah dibandingkan hanya menggunakan pesawat Advance Jet Trainer generasi lama.
Singapura sendiri juga memakai pola ini dalam menghasilkan pilot-pilot handal di AU mereka. Bedanya, mereka menggunakan pesawat Aermacchi M-346 Master sebagai pesawat LIFT mereka. Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa penggunaan pesawat LIFT generasi terbaru akan menghasilkan pilot-pilot yang siap menerbangkan berbagai jenis figter modern saat ini. Ini artinya penggunaan T-50 LIFT di AU Indonesia, akan mempersiapkan banyak penerbang-penerbang handal yang baru yang akan mendukung kedatangan pesawat-pesawat fighter baru di AU Indonesia.
T-50 LIFT dan Kesiapan AU Indonesia Menyambut Jet Fighter Baru
Seperti sudah saya jelaskan diatas bahwa T-50 ini akan mempersiapkan banyak pilot di TNI AU. Dan kita tau bahwa mulai 2014 nanti, AU Indonesia akan kedatangan inventory yang baru yaitu pesawat Hibah Upgrade 24 F-16 ‘setara’ Block 52 dari Amerika. Jumlah pesawat sebanyak 24 pesawat itu tentunya memerlukan jumlah pilot yang banyak juga. Adalah bodoh kalau Indonesia merencanakan kedatangan pesawat sebanyak 24 pesawat tetapi tidak mempersiapkan pilot-pilot baru untuk menerbangkan pesawat tersebut.
Kita tau bahwa T-50 akan datang mulai awal 2013 ke Indonesia, sementara F-16 akan datang mulai 2014. Itu artinya, AU Indonesia memiliki waktu satu tahun untuk mempersiapkan calon-calon penerbang untuk 24 pesawat tersebut menggunakan pesawat T-50 LIFT. Dalam satu tahun, 16 pesawat tersebut tentunya bisa menghasilkan minimal 16 calon penerbang untuk F-16 ini. Kita juga tau kedepan masih akan banyak belanja alutsista AU Indonesia seperti penggantian pesawat F-5 E/F sehingga pastinya akan memerlukan banyak pilot-pilot baru. Nah kehadiran T-50 LIFT ini akan membuat AU Indonesia siap untuk menerima berbagai fighter baru di inventory TNI AU. Jadi dapat kita lihat bahwa pihak TNI AU sudah memikirkan secara matang, kenapa lebih memprioritaskan mendatangkan pesawat latih T-50 LIFT dibandingkan dengan pesawat pengganti untuk F-5 E/F. Karena mempersiapkan calon-calon penerbang untuk pesawat-pesawat baru itu memerlukan waktu yang panjang dan juga memerlukan perhatian khusus.
Lalu bagaimana dengan Negara tetangga kita, misalnya Singapura dan Malaysia. Seperti yang saya sebutkan di awal, Singapura sudah memiliki pola latihan yang akan kurang lebih sama dengan Indonesia, sehingga mereka tidak akan kesulitan mempersiapkan pilot-pilot baru seandainya mereka membeli pesawat fighter baru misalnya F-35 atau yang lain. Sedangkan Malaysia yang masih menganut pola latihan yang lama (dalam artian belum menggunakan pesawat LIFT generasi terbaru), akan tidak akan semudah Indonesia dan Singapura mempersiapkan pilot untuk menyambut kedatangan jet fighter baru. Baru-baru ini saya pribadi sebagai admin AnalisisMiliter.com sering mendengar isu-isu dari blogger dari Malaysia yang menyatakan bahwa Malaysia akan membeli 32 pesawat Typoon atau Rafale. Sekali lagi saya tegaskan bahwa ini masih sekedar isu. Tetapi mari kita berandai-andai, seandainya itu isu itu benar adanya, maka yang menjadi pertanyaan adalah siapkah AU Malaysia menyediakan pilot yang banyak untuk 32 pesawat itu? 32 pesawat tentunya akan memerlukan minimal 32 pilot (kalau itu kursi tunggal semua) untuk menerbangkannya. Saat ini jumlah pesawat ‘LIFT’ Malaysia adalah 8 pesawat MB-339 CM sebagai pesawat latih tercanggih di AU mereka. Memang ada 9 MB-339 AM lagi, tetapi itu adalah versi lama dari MB-339 CM. Kita tau sendiri bahwa pesawat MB-339 CM sendiri belum termasuk generasi LIFT terbaru. So pertanyaannya, apakah pesawat latih tersebut sanggup menyediakan pilot dalam jumlah yang banyak sebanyak pesawat yang akan datang? Kalau saya pribadi mendukung pemerintah Malaysia untuk mendatangkan fighter baru sekelas Typhoon atau Rafale, namun saya menyarankan supaya pemerintah Malaysia memperhatikan juga pesawat latih mereka agar mereka benar-benar siap menerima kedatangan pesawat baru tersebut dimasa yang akan datang.
Sampai disini dulu artikel saya kali ini, saya menyadari bahwa pengetahuan saya belum memadai untuk menulis artikel yang benar-benar berisi mengenai topic ini. Saya juga menyadari bahwa tulisan saya ini memiliki banyak sekali kelemahan dan kekurangan. Bisa juga tulisan saya ini tanpa sengaja menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, untuk itu saya meminta maaf jika ada yang kurang berkenan di hati. Saya juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian agar kita sama-sama memperoleh pengetahuan yang baru. Salam damai dari Indonesia, salam damai dari admin AnalisisMiliter.com
Label :
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Welcome Home To Super Tucano, NC-295, KT-1 Wongbee, CN-235 MPA dan NBell-412 EP
2.
Singapura Tambah 16 Unit F-15 SG Secara Rahasia?
3.
Goda Indonesia, Amerika Tawarkan F-16 Viper Perkuat Alutsista TNI
4.
Pesawat Tempur FA-50 Golden Eagle Untuk Filipina
5.
Modernisasi Militer dan Pemerintah Baru Indonesia 2015-2019
6.
Project Jet Tempur KFX/IFX Indonesia – Korea Kembali Tertunda?
7.
Militer Indonesia Berduka, 1 Unit Pesawat Tempur T50i TNI AU Jatuh di Jogja
8.
Project KFX/IFX : Hambatan, Tantangan dan Peluang Sebagai Jet Tempur Indonesia di Masa Datang
9.
Pentingnya Perananan T-50i Sebagai Pesawat LIFT TNI AU
10.
Perspektif 2020 : 100 F-35 Australia dan Singapura Mengancam Indonesia?
Belum ada komentar untuk artikel ini