Quo Vadis Pertahanan Udara dan Maritime Strike Indonesia di Malaka dan Natuna?
02 Dec 2013 | by Admin | 9706 views |
comments
Ini tulisan saya yang saya tulis di bulan Oktober sampai November lalu, ketika saya masih berstatus sebagai bujang lapuk. Namun tulisan ini baru bisa saya posting ketika saya sudah menjadi suami dari seorang wanita cantik.
Semangat Pagi!!! Ditengah kesibukan yang membuat kepala pusing tujuh keliling ini, saya kembali menyempatkan diri menulis artikel untuk dibagikan kepembaca sekalian. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, artikelnya tetap berkaitan dengan Angkatan Udara Indonesia. Entah kenapa, mood saya lebih nyaman kalau menulis artikel tentang AU. Bukan berarti saya akan berhenti menulis artikel untuk AD dan AL ya.. Akan tetap berjalan, tetapi untuk saat ini saya lebih fokus ke AU karena saya merasa AU Indonesia adalah hal pertama yang harus dibenahi dari pertahanan Indonesia. Kita boleh memiliki AD dan AL yang kuat, tetapi tanpa dukungan AU yang kuat, maka semuanya menjadi sebuah kelemahan. Hal ini karena AU bisa bertindak sebagai payung pelindung untuk AD dan AL.
Okay, sekian basa-basinya dulu langsung saja ketopiknya. Kali ini saya memilih Judul ” Quo Vadis Pertahanan Udara dan Maritime Strike Indonesia di Malaka dan Natuna?”, dengan maksud saya ingin mempertanyakan bagaimana kondisi dan perencanaan pertahanan Indonesia saat ini dan untuk masa yang akan datang. Ide penulisan artikel ini saya peroleh dari diskusi di Forum Militer Kaskus besama rekan-rekan seperti agan @princeville, agan @tonnyc, agan @pecotot, agan @clay.keys, mbak @madokafc, agan @flankerbomber, agan @newmomotaro, mbah @stealthflanker, agan @focus.user, dll di thread [Diskusi] Skuadron Heavy Fighter ke-2 TNI AU. Sebenarnya saya hanya jadi Silent Reader (seperti halnya ID Kaskus saya) di Thread ini, namun saya cukup tertarik untuk membahasnya lebih jauh didalam artikel saya. Namun saya akan membuatnya dari sudut pandang yang berbeda.
Pertahanan Udara Indonesia Saat ini.
Pertanyaan “Quo Vadis Pertahanan Udara dan Maritime Strike Indonesia di Malaka dan Natuna?” merupakan sebuah pertanyaan yang paradox dan susah-susah gampang menjawabnya. Satu sisi, apa yang terjadi saat ini sudah menunjukkan banyak sekali kemajuan untuk pertahanan Udara Indonesia. Tercatat Sukhoi Indonesia sudah genap menjadi 16 unit yang dilengkapi rudal-rudal canggih, lalu Hibah F-16 tidak lama lagi akan bergabung dengan TNI AU. Bahkan pesawat latih LIFT (Lead In fighter Trainer) T-50i dari Korea sudah mulai berdatangan. Sehingga seharusnya pada sisi ini, kita harusnya sangat bersyukur atas semua pencapaian ini. Pada sisi ini, seharusnya pertanyaan “Quo Vadis Pertahanan Udara dan Maritime Strike Indonesia di Malaka dan Natuna?” tidaklah perlu di lontarkan.
Namun disisi lain, kalau kita merujuk kepada luas geografis Indonesia dan ancaman yang ada disekitar Indonesia, maka kembali kita harus melontarkan pertanyaan ini. Indonesia yang memiliki luas wilayah hampir sama dengan luas daratan eropa (minus Rusia), hanya dijaga oleh ‘sedikit’ pesawat tempur. Saat ini untuk armada tempur angkatan udara Indonesia hanya mengandalkan 1 Skuadron Sukhoi di Makassar, 1 Skuadron F-16 di Madiun (dan akan bertambah 1 skuadron F-16 di Pekanbaru), 2 skuadron Hawk-209/109 berpangkalan di Pekanbaru dan Pontianak. Serta ada skuadron F-5 di Madiun yang sudah menua dan hanya beberapa unit yang serviceable. Serta ditambah dengan skuadron Super Tucano di Malang yang sejatinya hanyalah untuk CAS dan COIN bukan untuk melawan fighter tetangga. Serta untuk armada Pesawat Peringatan Dini, praktis saat ini TNI AU tidak memilikinya. Sehingga kemungkinan pesawat tempur TNI AU hanya bisa mengandalkan radarnya saja serta dipandu dari radar di darat. Ditambah lagi dengan belum adanya SAM (Surface to Air Missile) yang mumpuni yang akan memberikan payung pelindung udara Indonesia.
Selain wilayah Udara, kita juga harus melihat bahwa, 2/3 dari luas wilayah Indonesia berupa lautan dimana seharusnya Indonesia memiliki Armada Maritime Strike yang mumpuni (selain TNI AL tentunya). Namun pada kenyataannya, sampai saat ini hanya 1 Skuadron Sukhoi saja yang memiliki kemampuan Maritime Strike yang mumpuni. Hibah F-16 dari Amerika yang (katanya) akan di Upgrade manjadi setara Block 52, masih dipertanyakan apakah akan mempunyai kemampuan maritime Strike (selain air Superiority) atau tidak. Memang, dibeberapa sumber yang saya pelajari, F-16 Block 52 sudah memiliki kemampuan ini dengan menggotong rudal AGM-84 Harpoon AShM (versi air Launced). Namun apakah F-16 hibah akan memiliki kemampuan ini? Ataupun kalau mampu, apakah Indonesia akan diberi akses untuk memiliki rudal AGM-84 Harpoon AShM ini? Kita tau sendiri AS tidak begitu gampang memberikan rudal-rudal canggih ke negara yang bukan sekutu dekatnya. Selain itu, Indonesia memang akan dilengkapi dengan 3 unit CN-235 MPA baru, namun sampai saat ini, belum ada kejelasan apakah CN-235 MPA ini memiliki kemampuan maritime strike atau tidak. Pengadaan 11 Heli AKS (Anti Kapal Selam) juga belum selesai sampai saat ini, walaupun desas desusnya hampir ada kepastian.
Kenapa masalah Maritime Strike ini saya singgung?? Alasan pertamanya yang pasti adalah karena 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan. Kalau hanya mengandalkan AL, tentunya akan sangat riskan karena luas wilayah yang amat sangat luas serta armada AL yang juga terbatas. Alasan kedua adalah Indonesia memiliki beberapa ALKI yang setiap harinya dilewati oleh banyak kapal-kapal asing baik sipil dan militer. Untuk memastikan kedaulatan Indonesia di sini, tentunya kita harus memiliki Maritime Strike yang mumpuni agar membuat pihak lain untuk berpikir berulang kali sebelum mengganggu kedaulatan Indonesia baik di Udara maupun di Laut. Alasan ketiga adalah kenyataan bahwa sebentar lagi Laut China Selatan akan menjadi panggung konflik besar selain di Timur Tengah. Kita tau sendiri, di laut China Selatan saat ini China dan beberapa negara ASEAN memiliki tumpang tindih klaim. Belum lagi campur tangan Amerika dan Australia di kawasan ini, yang pada akhirnya, mau atau tidak mau, Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Ancaman Potensial Pertahanan Udara Indonesia di masa datang.
Nah, sekarang mari kita lihat kondisi disekitar wilayah Indonesia, dimana pihak tetangga (yang sewaktu-waktu bisa menjadi ancaman potensial Indonesia) menempatkan armada-armada tempur mereka. Namun karena kita membicarakan pertahanan Udara, maka armada tetangga yang saya soroti hanya armada Angkatan Udara mereka. Kita melihat bagaimana kekuatan mereka bukan dalam rangka hendak menyerang mereka, namun mempersiapkan jika terjadi kemungkinan terburuk sekalipun. Dalam artian, dalam masa damai sekalipun, kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi konflik dengan tetangga. Sepuluh tahun yang lalu, tidak banyak yang menyangka Laut Cina Selatan akan memanas seperti saat ini. Belajar dari situ, tidak ada jaminan kalau tidak ada konflik di masa yang akan datang.
Pertama mari kita lihat kenegara tetangga di Utara yaitu Thailand. Thailand memiliki 2 skuadron JAS-39 Grippen C/D yaitu 701 Fighter Squadron berlokasi di Surat Thani dan 563 Fighter Squadron di Hat Yai. Selain itu, mereka juga memiliki 3 skuadron F-16 yang berada di Korat (2 Skuadron) dan Takhli 1 Skuadron. Khusus untuk 3 skuadron F-16 mereka, mungkin kita tidak perlu terlalu kwatir karena mereka berada cukup jauh sekitar 1700 KM dari Medan. Namun yang harus menjadi perhatian kita bersama adalah 2 skuadron Grippen mereka yang berada sangat dekat dengan wilayah Indonesia. Katakanlah Skuadron di Surat Thani yang berjarak 800 KM dari Medan, dan Skuadron Grippen di Hat Yai yang berjarak sekitar 500 KM dari kota Medan. Sementara di Sumatera, TNI AU hanya memiliki 1 skuadron Hawk-109/209 dan 1 skuadron F-16 Hibah di Pekanbaru. Jarak antara kota Medan dengan kota Pekanbaru sendiri adalah sekitar 600 KM. Itu artinya, Grippen Thailand relatif lebih dekat ke wilayah Indonesia di Sumatera Bagian Utara dan Sebagian selat Malaka dibandingkan dengan skuadron F-16 Hibah dan Hawk-209 Indonesia.
Belum lagi kita berbicara masalah jangkauan fighter mereka. Sebut saja Grippen yang memiliki combat radius sekitar 800 KM (bahkan bisa sampai 1600 Km jika dilengkapi dengan beberapa drop tank). Itu artinya Grippen Thailand terutama yang berada di Hat Yai akan sangat mudah mencapai wilayah Sumatera bagian utara dan selat malaka. Itu artinya, Grippen Thailand akan menjadi satu ancaman nyata bagi pertahanan Udara Indonesia, apalagi mengingat mereka sudah memiliki 2 unit pesawat AEW&C. Belum lagi kalau Grippen mereka benar-benar memiliki rudal MBDA Meteor yang memiliki jangkauan yang jauh lebih baik dari R-77 maupun AIM-120 C5. Sementara Hawk-209 TNI AU praktis saat ini hanya mengandalkan Aim-9p sedangkan F-16 Hibah belum jelas akan menggunakan rudal yang mana. Kemungkinan hanya akan dilengkapi rudal AIM-120 C5. Itu berarti secara teknologi, Thailand bisa memberikan ancaman yang besar untuk wilayah Indonesia di Selat Malaka dan Sumatera Bagian Utara.
Selanjutnya mari kita lihat ancaman dari Malaysia, tetangga yang sangat dekat dengan Indonesia. Hubungan keduanya cukup baik saat ini, namun memiliki sejarah panjang konflik. Bahkan di tahun 2001 sampai 2009 yang lalu, Indonesia terlibat konflik tumpang tindih klaim di Sipadan dan Ligitan serta Ambalat. Kedepannya tidak menutup kemungkinan akan ada lagi konflik sehingga tentunya harus dipersiapkan jika kemungkinan terburuk itu hadir. Tercatat Malaysia memiliki 1 Skuadron Su-30 MKM di Gong Kedak yang berjarak sekitar 500 KM dari Kota Medan, Mig-29 M di Kuantan yang berjarak 600 KM dari kota Medan dan F-18 di Butterworth, Penang yang berjarak 250 KM dari Kota Medan. Itu artinya, Malaysia memiliki 3 skuadron fighter yang cukup mumpuni yang dengan cepat dan mudah akan bisa menjangkau wilayah Sumatera, Selat Malaka, Nantuna dan Kalimantan bagian barat.
Sebagai contoh, Su-30 MKM yang memiliki combat radius 1.500 KM akan sangat mudah menjangkau wilayah Sumatera Indonesia, Selat Malaka, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Kalimantan Bagian Barat dan sekitarnya. Lalu, F-18 mereka yang bermarkas di Penang sangat dekat sekali dengan selat Malaka dan Sumatera. Bahkan pangkalan F-18 akan dengan lebih cepat dan mudah menjangkau Medan, sebelum Hawk-209 dan F-16 bisa mencegahnya. Belum lagi Mig-29 mereka yang juga relatif sangat dekat dengan Sumatera, Natuna, Selat Malaka dan Kepualaun Riau. Apalagi ketiga fighter ini sudah dilengkapi senjata yang canggih seperti R-77, dan AIM-120 C5. Sedangkan Indonesia hanya bisa mengandalkan 1 Skuadron Hawk-209 dan 1 Skuadron F-16 Hibah di Pekanbaru, serta 1 Skuadron Hawk-209 di Pontianak. Jelas sekali bahwa 3 skuadron fighter Malaysia ini akan lebih superior dibandingkan dengan tiga Skuadron yang dimiliki Indonesia di kawasan ini.
Selanjutnya mari kita lihat negara India sebagai pontensial thread Indonesia dimasa datang. Memang India, terletak jauh dari Indonesia, namun mereka memiliki wilayah Kepulauan Nicobar dan Andaman yang terletak sangat dekat dengan Indonesia (tepatnya Sumatera bagian Utara dan Selat Malaka). Bahkan jarak pulau terdekat kepulauan ini dengan Indonesia tidak lebih dari 100 KM. Dikepulauan ini, Indonesia menempatkan angkatan laut dan angkatan udara mereka. Bahkan tersiar kabar di tahun 2013, India menempatkan Skuadron Su-30 MKI di kepualaun ini. Bisa dibayangkan bagaimana jika Su-30 MKI terbang dari Pulau Andaman yang jaraknya hanya sekitar 100 KM dari pantai Aceh, maka kemungkinan seluruh Sumatera bahkan mungkin sampai ke jawa bisa di cover oleh pesawat ini. Nah, apakah Indonesia dengan 1 Skuadron F-16 Hibah dan 1 Skuadron Hawk-209 mampu menaham skuadron Su-30 MKI di Sumatera?? Saya sama sekali tidak meremehkan kemampuan F-16 Hibah dan Hawk-209, namun saya berpendapat Indonesia memerlukan tambahan kekuatan di Sumatera.
Negara kecil namun memiliki kekuatan militer yang super seperti Singapura, juga merupakan ancaman potensial Indonesia dimasa sekarang dan yang akan datang. Posisi Singapura yang strategis di tengah tengah selat Malaka dan sangat dekat dengan wilayah Indonesia di seluruh Sumatera, Kepulauan Riau, Natuna, Kalimantan Barat dan bahkan pulau jawa masih relatif dekat dengan Singapura. Tercatat Singapura memilik angkatan laut yang kuat serta di topang angkatan Udara dan pertahanan Udara yang mumpuni. Bahkan Singapura memiliki otoritas untuk mengatur penerbangan yang melintas di wilayah Indonesia di sekitar Singapura. Singapura tercatat memiliki sekitar 60 F-16 Block 52+ dan 24 F-15 SG dengan senjata senjata yang sangat canggih. Belum lagi mereka memiliki pesawat peringatan dini yang mumpuni serta sudah terkoneksi kedalam Network Centryc Warfare System yang sangat baik. Dengan banyaknya armada F-16 dan F-15 mereka, tentu menjadi ancaman yang sangat serius sekali terhadap kedaulatan Indonesia. Di sekitar Sumatera dan Kalimantan Barat Indonesia hanya memiliki 1 Skuadron F-16 Hibah dan 2 Skuadron Hawk-209 yang tentunya akan sangat sulit menandingi superioritas 60 F-16 Block 52 dan 24 F-15 SG.
Di selatan Indonesia terdapat Australia yang juga memiliki kemampuan untuk menjadi ancaman nyata terhadap Indonesia. Terlebih lagi dengan panjangnya sejarah dimana sering sekali hubungan kedua negara pasang surut. Kita tau sendiri Australia memiliki 24 F-18 Super Hornet/Growler dan 70-an F-18 Hornet yang tentunya juga dilengkapi dengan senjata yang sangat baik. Australia memiliki 2 pangkalan udara yang relatif dekat ke Indonesia yaitu RAAF Base Darwin dan RAAF Base Tindal yang di isi oleh Super Hornet. Jarak RAAF di Tindal dan Darwin relatif dekat dengan wilayah Indonesia di Nusa Tenggara, dan Papua. Bahkan Papau jauh lebih dekat ke pangkalan udara Australia di Darwin dan Tindal dibandingkan dengan jarak Makassar (markas Sukhoi), sehingga ini menjadi ancaman yang besar bagi kedaulatan Indonesia. Memang disini Indonesia sudah mempunyai 1 Skuadron Sukhoi dengan senjata yang lumayan canggih, namun belum di dukung oleh pesawat peringatan dini yang mumpuni. Namun tetap saja 1 skuadron Sukhoi disana belum menjamin kedaulatan Indonesia akan bebas dari ancaman Australia.
Selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah kenyataan bahwa Armada ke VII US Navy (angkatan Laut Amerika) cukup sering keluar masuk wilayah Indonesia. Hal ini terkait dengan memanasnya konflik di Laut China Selatan, dan kenyataan bahwa Amerika sudah menegaskan bahwa fokus militer mereka kedepan adalah di Asia Fasifik, bukan lagi Timur Tengah. Itu artinya kedepan kekuatan Amerika di sekitar Indonesia seperti di Australia, Filipina, Guam, Singapure dan sekitarnya akan terus meningkat. Terlebih lagi kenyataan bahwa konflik LCS yang akan membuat Amerika akan terus meningkatkan perhatiannya di sana. Hal ini berarti, Armada ke VII AL Amerika akan lebih sering melewati lautan wilayah Indonesia. Kalau Amerika melewati wilayah Indonesia dengan ‘permisi’ dan hormat, tentunya kita akan ‘sedikit lega’. Namun kenyataannya, sampai saat ini Amerika adalah salah satu negara yang belum meratifikasi UNCLOS 1982, sehingga secara paralel Amerika tidak mengakui bahwa perairan lautan diantara pulau-pulau Indonesia adalah wilayah Indonesia. Bagi Amerika wilayah laut Indonesia (misalnya laut antara Kalimantan dan Jawa) adalah wilayah Internasional, sehingga kalau Amerika ingin melintasinya maka Amerika tidak perlu meminta izin ke Indonesia.
Dua contoh kejadian yang teliput media mengenai sikap Amerika ini adalah peristiwa Bawean tahun 2003 dan pesawat Nomad TNI AL yang terbang diatas Armada ke VII Amerika yang melintas di perairan Natuna. Dalam dua kejadian ini, sangat terlihat bahwa Amerika menganggap wilayah perairan Indonesia yang mereka lintasi dalam kejadian ini adalah wilayah Internasional, bukan wilayah Indonesia. Sehingga mereka merasa sudah melakukan tindakan yang benar dengan tidak permisi ke otoritas Indonesia. Namun, saya sangat menyanyangkan sekali karena sangat sedikit para blogger militer maupun pecinta militer yang menyoroti ancaman dan tantangan ini.
Nah sekarang, mari kita lihat bagaimana kekuatan Armada ke VII AL Amerika. Pertama adalah armada ketujuh ini memiliki minimal 1 kapal Induk, dimana terdapat minimal 2 skuadron F-18 Super Hornet dan pesawat peringatan dini serta rudal pertahanan udara yang sangat mumpuni. Itu artinya dalam sekali berlayar melewati wilayah Indonesia, Kapal Induk ini bisa membawa sekitar 40 F-18 Super Hornet bersenjata lengkap beserta pendukungnya. Belum lagi kekuatan kapal perang yang menyertainya. Itu masih satu Kapal Induk, lalu bagaimana kalau dua kapal Induk AL Amerika berada di perairan Indonesia. Mampukah 1 Skuadron Sukhoi dan 2 Skuadron F-16 serta 2 skuadron Hawk-209 mengatasinya? Saya sama sekali tidak merendahkan kemampuan Armada Angkatan Udara Indonesia, tetapi kita harus jujur bahwa apa yang kita miliki saat ini sangat jauh dari cukup untuk menghadapi tantangan ini.
Negara yang tidak kalah dengan Amerika sebagai ancaman nyata bagi Indonesia di masa datang adalah China. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini kekuatan militer China sudah pada tahap menuju raksasa. Ditambah lagi ambisi expansi mereka yang sangat agresif di Laut China Selatan. Bisa dibayangkan bagaimana sebuah negara berani melakukan klaim wilayah negara lain yang berjarak lebih dari 1000 KM dari wilayah daratannya adalah sebuah bentuk agresif yang luar biasa. Memang pada dasarnya, sampai saat ini, kalim China di Laut China Selatan belum secara ‘nyata’ menyentuh wilayah Indonesia. Tapi tidak ada jaminan sedikitpun, kalau China tidak mengklaim wilayah Indonesia dimasa yang akan datang.
Satu lagi kenyataannya adalah fakta bahwa saat China sudah membeli sebuah Kapal Induk yang akan di isi dengan varian SU-33 (Sejenis dengan Su-27 namun untuk versi kapal Induk). Itu artinya bahwa dimasa yang akan datang, kemungkinan Kapal Induk China beserta dengan armada Su-33 akan memasuki wilayah konflik di Laut China Selatan yang secara tidak langsung akan menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Dan apa yang sudah kita punya untuk mengantisipasi ini? Apakah 1 Skuadron Sukhoi ditambah 2 Skuadron F-16 dan 2 Skuadron Hawk-209 mampu memberikan efek gentar bagi China? Mari kita berkaca dari Vietnam yang saat ini memiliki 24 Su-30 MK2 dan 10 Su-27 SK serta ratusan pesawat lain, tetap saja tidak membuat China gentar mengklaim wilayah mereka.
Indonesia memerlukan Armada Maritime Strike di Selat Malaka dan Natuna
Dari keterangan diatas, saya melihat bahwa Selat Malaka dan Kepulauan Natuna yang dekat dengan Laut China Selatan adalah wilayah yang harus segera di tingkatkan kemampuan pertahanan udaranya. Maka tidak mengherankan bahwa Hibah F-16 akan ditempatkan di Pekanbaru untuk mengcover Selat Malaka. Namun saya melihat bahwa ini masih kurang sehingga harus dilakukan penambahan lagi. Memang kemampuan F-16 yang akan di upgrade setara block 52 (katanya) ini sudah cukup mumpuni, namun saya masih meragukan kemampuannya dari segi maritime strike. Padahal ancaman nyata di Selat Malaka dan Natuna selain ancaman udara adalah ancaman armada laut negara asing. Hal ini menuntut Indonesia harus memiliki kekuatan Maritime Strike yang mumpuni. Selain itu, combat range dari F-16 Hibah ini saya rasa juga belum bisa mengcover seluruh Selat Malaka dan kepulauan Natuna sekaligus. Untuk itu saya berpendapat bahwa Indonesia masih memerlukan tambahan satu skuadron tempur dengan kemampuan maritime strike yang mumpuni di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna.
Mengingat saat ini, satu satunya armada Maritim Strike yang mumpuni di TNI AU adalah Flanker, maka saya menyarankan untuk dilakukan penambahan satu skuadron Flanker yang akan ditempatkan di sekitar Selat Malaka dan Kepulauan Natuna. Penempatannya bisa di Pekanbaru ataupun di Pontianak. Hal ini untuk menjamin, bahwa Indonesia memiliki kekuatan yang cukup memberikan efek gentar bagi negara lain untuk tidak mengganggu wilayah kedaulatan Indonesia baik di darat, udara dan laut. Dengan adanya penambahan 1 Skuadron Su-27/30 ini, maka di sekitar selat Malaka dan Natuna, Indonesia akan memiliki 1 Skuadron Su-27/30 ditambah 1 Skuadron F-16 dan 2 Skuadron Hawk-109/209.
Lalu kenapa harus Sukhoi sebagai pilihannya? Mungkin akan banyak yang bertanya kenapa saya mengusulkan Sukhoi sebagai tambahan Skuadron di sekitar Selat Malaka, kenapa bukan pesawat tempur lain yang juga memiliki kemampuan maritime Strike. Katakanlah Rafale, Grippen ataupun pesawat lainnya. Nah untuk pertanyaan ini, alasan logis kenapa saya memilih Sukhoi adalah sebagai berikut :
1. Saat ini Indonesia sudah memiliki 1 Skuadron Su-27/30 di Makassar, sehingga jika ditambah satu Skuadron Su-27/30/35 lagi di Pekanbaru atau Pontianak, tidak akan menyebabkan terjadinya logistic nighmare. Terutama kalau yang dipilih adalah Su-30 MK2.
2. Sukhoi (terutama Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM) memiliki kemampuan Maritime Strike yang mumpuni serta memiliki kemampuan Air to Air dan Air to Ground yang juga sangat baik.
3. Combat range nya luas sehingga bisa mengcover seluruh Selat Malaka serta kepulauan Natuna sekaligus.
4. Sukhoi Flanker (terutama Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM) akan memberikan efek gentar yang cukup bagi negara tetangga untuk tidak mengganggu kedaulatan Indonesia.
Sudah saya sampaikan pendapat saya secara gamblang diatas, namun hingga saat ini belum ada kejelasan apakan pemerintah Indonesia memiliki rencana untuk menambah kekuatan di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna (selain tambahan 1 Skuadron F-16 di Pekanbaru). Padahal ancaman di daerah ini sungguh tidak bisa lagi di tolelir atau kita diamkan saja. Tentunya Indonesia tidak harus bernasib sama seperti Filipina, yang baru tersadar bahwa mereka lemah ketika China sudah demikian agresifnya. Filiphina sudah hampir pada titik “terlalu terlambat untuk berbenah”, dan kalau Indonesia tidak berbenah saat ini, maka Indonesia juga bisa berada pada titik “terlalu terlambat untuk berbenah” sama seperti Filipina. Untuk itu, mumpung belum terlambat, saya sangat berharap pemerintah Indonesia mulai saat ini membuat langkah nyata yang lebih dari sekedar wacana diatas kertas.
Kesimpulan Akhir
Dari penjelasan diatas secara keseluruhan, saya menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Alutsista yang dimiliki Indonesia saat ini, belum mencukupi untuk melindungi wilayah laut dan udara Indonesia, padahal Indonesia adalah negara Kepulauan Terbesar di Dunia.
2. Ancaman nyata Indonesia saat ini di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna sangatlah besar.
3. Dua Skuadron Hawk-109/209 (di Pontianak dan Pekanbaru) jauh dibawah cukup untuk melindungi wilayah kedaulatan Indonesia dari serangan dari tetangga.
4. Tambahan 1 skuadron F-16 Hibah yang akan ditempatkan di Pekanbaru pun belum mencukupi untuk mengcover banyaknya fighter tangguh di sekitarnya.
5. Kemampuan Maritime strike Indonesia di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna sangat minim sekali dibandingkan dengan tetangga yang bisa masuk ke wilayah tersebut.
6. Indonesia sebagai “pemilik” Selat Malaka (jalur perdagangan tersibuk di dunia) tidak memiliki armada pelindung udara dan Maritime Strike yang berarti di Selat Malaka.
7. Sangat dibutuhkan peningkatan kemampuan pertahanan udara dan Maritime Strike di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna saat ini.
8. Armada Flanker di Makassar terlalu juah untuk memberikan dukungan pertahanan udara dan Maritime Strike di Selat Malaka dan Kepulauan Natuna.
9. Dibutuhkan tambahan satu Skuadron Armada Maritime Strike yang mumpuni yang bisa menjangkau Selat Malaka dan Kepulauan Natuna sekaligus.
Demikian ulasan singkat saya kali ini, semoga ulasan ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita semua. Dan tak lupa saya meminta koreksi dan kritik pembaca sekalian, karena tulisan saya ini masih jauh dari sempurna. Akhir kata saya mohon maaf jika tulisan saya ini kurang berkenan bagi pembaca. Saya hanya ingin mencoba menuliskan pemikiran saya untuk kemajuan dan kebaikan pertahanan Indonesia. Salam NKRI..
Kata Kunci :
Maritime Strike Indonesia| Selat Malaka| Su-35 BM| F-16 Hibah
Sumber : https://analisismiliter.com
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Apa Kabar 24 Unit F-16 Block 25 “Hibah” dari Amerika?
2.
Dua Unit Tank Leopard 2 Tiba di Indonesia Awal November 2012?
3.
Opini Awam : Alternatif Lain Pengganti F-5 TNI AU
4.
Konflik Laut Cina Selatan dan Posisi Strategis Indonesia
5.
Pitch Black 2012 : Sukhoi Indonesia Vs Super Hornet Australia
6.
Kandidat Pengganti F-5 TNI AU
7.
Indo Defense 2012 : Contract Sign Caesar, MOU MBT Leopard & Astross II?
8.
Pengaruh Uji Coba Rudal Yakhont TNI AL di Asia Tenggara
9.
Pesawat T-50 LIFT dan Faktor Man Behind The Gun di TNI AU
10.
All About CN-235 IPTN/PT DI Indonesia
Artikel ini menarik bagi Anda? Mari kita berdiskusi dan berbagi informasi terkait artikel ini dengan memberikan komentar di bawah ini. Mungkin saja tulisan yang saya sampaikan masih kurang tepat,
sehingga komentar dan perbaikan dari anda dapat memberikan masukan baru sehingga kita semua mendapatkan informasi yang benar-benar akurat. Silahkan komentari artikel ini menggunakan Account Sosial Media anda, namun hindari memberikan komentar yang menghina atau merendahkan pihak manapun.