errik |
31 Oct 2015 19:24:28
Ngomong2, apakah insiden sukhoi kita di-lock on ada hubungannya dengan perangkat jammer KRI kita?
Dan sepertinya sukhoi2 kita gampang dijamming yaa??
http://www.indomiliter.com/gps-jammer-tni-al-pengacau-sinyal-satelit-mampu-gagalkan-serangan-rudal-dan-pointing-target/ --->
"Dan hebatnya mampu melaksanakan air jamming terhadap dua pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30MK2 TNI AU pada jarak antara 80 km sampai dengan 120 km dengan ketinggian sampai dengan 12 km."
Lha gimana dengan SU-35 yg masih pake PESA yg kecanggihannya kalah sama AESA???
Moga2 TNI-AU udah punya obatnya.....
Melektech |
31 Oct 2015 19:30:32
Rasanya susah bung @errik
Lihat saja kasusnya Su-30MKI India, beberapa teknologi penting tidak diperbolehkan di ToT, sehingga India geram dibuatnya,
belum lagi kasusnya PAK-FA versi India yang membuat India pusing 8 keliling
belum lagi kasusnya Brahmos (Yakhont versi India) yang berbuntut India meminta ToT dari Perancis untuk menambal bagian dari Rudal yang diharamkan di ToT oleh Rusia
Intinya adalah, Rusia lebih parah dari Amerika dalam hal ToT
Tawaran paling bagus adalah dari Eropa, yang terkenal tidak Pelit ToT, seperti SAAB
errik |
31 Oct 2015 19:45:31
Iya juga sih. Saya coba liat sisi lain kemungkinan positif dari teknologi Rusia buat kita.
Tapi ya ketemunya kok soal Lock-On sukhoi kita.
Baca ini agak gimana gitu ngeliat jet tempur garda depan kita --> http://www.indomiliter.com/menyibak-misteri-lock-sukhoi-tni-au/
Kok gampang banget ya Sukhoi kita dikerjain (dilock-on, dijamming KRI, kesusahan ngejar pesawat baling2, dikucing2in T-50 sampe berhari-hari).
GI |
31 Oct 2015 23:34:40
===================================
Kok gampang banget ya Sukhoi kita dikerjain (dilock-on, dijamming KRI, kesusahan ngejar pesawat baling2, dikucing2in T-50 sampe berhari-hari).
===================================
Karena memang Sukhoi Su-27SKM dan Su-30MK2 versi export ini sudah bukan main ketinggalan jaman. Su-27SK dan Su-30MK yg dibeli tahun 2003 --- wah, lebih kuno lagi; itu juga kalau masih bisa terbang.
Secara tehnologi saja, SKM dan MK2 saja masih berbasis tahun 1980-an dengan sedikit penambahan kemampuan untuk serangan udara-ke-darat (Oh, tidak akan mungkin bisa di-upgrade); Lebih parah lagi, kabarnya beberapa perlengkapan utk Indonesia juga sudah dikurang2i.
Belum lagi menghitung bagaimana sistem komunikasi Sukhoi tidak compatible dengan sistem komunikasi TNI-AU, dan Kohudnas yg berbasiskan radar2 buatan Barat.
Contoh utama --- Jantung pesawat -- radar N-001VEP di Su-27SKM / Su-30MK2;
Jarak deteksinya saja sangat terbatas; kurang dari 100 kilometer untuk target RCS 3 m2 --- F-16C saja mempunyai RCS 1,6m2.
Kemampuan tracking (mengikuti target), dan resolusi (membedakan dua target dari arah yg sama, tp jarak yg berbeda) tentu saja lebih terbatas lagi -- kurang dari 70 kilometer untuk RCS 3 m2 seperti diatas.
Yang lebih parah lagi --- AU negara2 NATO atau sekutu2 US mungkin sudah lebih lama belajar, dan lebih mengerti ttg kemampuan / keterbatasan keluarga Mech radar ini dibanding Indonesia.
Dipadukan dengan sistem komunikasi yg tidak kompatible dengan sistem Indonesia --- sebenarnya tidak terlalu mengherankan pesawat baling2 bambu, atau T-50i saja dapat lolos dari kejaran Sukhoi. Mungkin dari jarak 50 kilometer saja juga belum tentu bisa melihat pesawat baling2 bambu melintas!
Hidup tehnologi Ruski yg "anti embargo"!
Inilah kenapa sy pernah menulis kalau lebih baik pesawat2 penyedot anggaran (tanpa efek gentar yg berarti) ini sebaiknya dijual saja ke Vietnam...
Ini juga butuh persetujuan Russia, loh!
batik |
01 Nov 2015 09:00:34
GI@ kalau menurut analisa anda benar tentang pesawat tempur sukhoi sangat ketinggalan jaman, bisa anda jelaskan kenapa pesawat tempur f16 turki bisa di lock on oleh pesawat rusia?
http://theaviationist.com/2015/10/05/russian-su-30sm-su-24-violate-turkish-airspace-flanker-locks-on-tuaf-f-16-for-5-minutes/
GI |
01 Nov 2015 09:38:27
Pesawat disini adalah Su-30SM, yg sebenarnya langsung ngibrit keluar dari wilayah udara Turki ketika dia tahu, dua F-16 datang menghadang. Dan jangan salah! F-16 Turki sebenarnya siap menembak!
Err... kita ulangi lagi balik ke awal..
pesawat disini adalah Su-30SM buatan Irkut yg diperlengkapi dengan Bars-M PESA radar; jauh lebih baru dan lebih modern dibandingkan Su-30MK2 buatan KnAAPO dengan radar N-001VEP yg double kuno, seperti milik Indonesia.
Kedua, walaupun detailnya kurang jelas, tidak terlihat kalau "lock" disini dari jarak jauh, kemungkinan hanya 10 - 20 km saja dari dalam wilayah udara Syria --- wong, kejadiannya terjadi SETELAH interception yg BERHASIL oleh F-16 Turki.
Terakhir, kejadian ini tidak mempertunjukkan kehebatan tehnologi Russia, hanya "kenakalan" mereka untuk menjajal2 melanggar wilayah udara negara lain.
Lain kali ya, kita bahas sepak terjang Russia di Syria, dan apa saja yg dapat kita pelajari dari performa pespur / senjata mereka disana!
Zuki |
01 Nov 2015 10:56:57
awas, debat kusir detected !!
6 Su-30SM Vs 2 F-16, it's not fair
F-16 turki dikepung dari segala arah, itu namanya ngak jentlemen
turki berhasil mengunci 2 Su-30SM namun 4 Su-30SM lainnya merubah arah ke belakang dan gantian mengunci F-16, jelas ngak jentlemen
sama saat kejadian F-16 TNI di bawean yang mengejar 2 hornet amerika, ternyata ada 4 hornet amerika lagi yang mengawasi dari jauh manuver F-16 Vs Hornet dan meng Lock F-16
batik |
01 Nov 2015 11:10:59
zuki@ emang didalam peperangan harus gentleman ya(1 pesawat vs pesawat), saya kan cuma bertanya dg bung GI, kalau anda keberatan ya jg dijawab..
Admin |
01 Nov 2015 12:53:04
@erick, @melektech, @GI, @batik, @zuki,
perasaan ini artikel membahas KFX, kenapa tiba tiba muncul lagi tuh mahluk aneh bernama sukhoi dan keluarganya? bisakah satu hari saja tidak membahas sukhoi dengan segala keburukannya, yg biasanya akan disambung dgn gripen dengan segala kelebihannya?
saya yakin semua bisa fokus pada topik yang sedang dibahas. kalau ga bisa fokus juga ya gpp juga sih, saya cuma mengingatkan aja apa topik artikel ini.
salam
errik |
01 Nov 2015 16:02:34
Oh ya Bung Admin, saya paham. Soalnya kalo bahas, you know-lah, ntar yg dateng nimbrung adalah...... :D
Kawan2, abaikan pertanyaan saya & rentetan di atasnya sebelum diskusi di sini makin memburuk.
Saya pengen nyimak ulasan seputar teknologi & menarik juga gimana soal integrasi teknologi ini jika source codenya nggak dipegang Korsel.
GI |
02 Nov 2015 10:09:57
===========================================
Saya pengen nyimak ulasan seputar teknologi & menarik juga gimana soal integrasi teknologi ini jika source codenya nggak dipegang Korsel.
============================================
Kita sekarang ini tahu kalau FAKTA-nya, Korea belum pernah menulis source code sendiri --- T-50 yg lebih sederhana saja adalah hasil tulisannya LM dan seperti biasa, source code dari US akan dikunci -- tidak bisa dikutak-katik.
Untuk KF-X tantangan penulisan code ini akan jauh lebih besar -- krn ini adalah pesawat tempur yg kemampuannya sebanding, atau melebihi F-16 -- dibanding pesawat LIFT / light fighter di kelas T-50 / FA-50. Inilah kenapa pemilihan partner ToT utk KF-X sangat penting.
Sekarang untuk KF-X, kita bisa melihat akan ada 3 kemungkinan:
##1## Sebagai bagian dari core tehnologi yg diminta dari LM === LM tetap menjadi penulis mayoritas dari source code KF-X, mungkin proporsinya lebih dari 70%; Korea hanya menulis bagian2 yg lebih mudah.
##2## LM mungkin tidak menulis begitu banyak proporsi source code, tapi sebagai bagian dari ToT, mengajarkan Korsel cara menulisnya sendiri. Mereka mungkin tetap saja harus menulis 10 - 20% proporsi source code yg paling sulit, sisanya Korea menulis sendiri.
##3## Entah darimana asalnya, Korea dapat menulis sendiri 100% lepas dari campur tangan LM.
Oke, kemungkinan ketiga sepertinya hampir tidak akan mungkin terjadi, bukan?
Biar bagaimana, Korea perlu berguru ke satu perusahaan yg sudah lebih berpengalaman, dan mempunyai kemampuan. Dari skema yg ada -- tentu saja ini akan menjadi LM.
Sekarang kalau kemungkinan pertama terjadi --- ini akan menjadi berita buruk untuk Indonesia sebagai negara partner ==> Krn, US akan mempunyai wewenang penuh untuk menentukan apa yg boleh dipasang di atas IF-X.
===> F-16V akan menjadi pilihan yg lebih murah, resiko lebih rendah, dibanding KFX v1.
Toh, hasilnya akan sama saja kan? Source code-nya akan dikunci dari Indonesia.
Kemungkinan kedua === ah, sedikit lebih fleksibel. Mungkin Indonesia bisa menawar ke Korea untuk mendapat deal yg lebih baik dari segi spesifikasi tempur. Tapi juga sebaiknya jangan berharap banyak mengingat Indonesia belum mempunyai pengalaman memodifikasi software source code pespur. Belum tentu kita tahu apa yg kita dapat!
Dan kalau melihat resiko proyek, kemungkinannya cukup besar kalaupun rencana semula proporsi LM hanya 20% --- mereka akan terpaksa menulis proporsi yg lebih banyak.
Lantas perlengkapan atau persenjataan apa saja yg bisa dipasang di atas KF-X dalam 2 skenario ini:
1. AIM-9X, AMRAAM, Maverick, Harpoon, atau semua daftar persenjataan US yg diperbolehkan untuk Korea, DAN targeting pod seperti Litening / Sniper (walaupun Korea berambisi membuat versi sendiri) akan menjadi standard.
Tapi kecil kemungkinannya, kalau Korea akan membeli produk buatan Eropa; mereka tidak pernah melirik produk Eropa dalam hal ini.
2. RADAR --- seperti yg dibahas disini ---- ini akan sangat repot!
Kalau kita mengambil kemungkinan kedua saja --- Korea yg menulis sendiri, berdasarkan pengajaran LM --- Ini artinya Korea akan mendapat ilmu menulis source code dari Amerika, untuk memakai radar, taruh kata CAPTOR-E, buatan Eropa.
Hm, belum pernah ada perusahaan yg bisa memasang radar Eropa dalam pespur dengan source code US ===> karena memang biasanya, selama ini, secara politik tidak diperbolehkan.
Dalam hal ini --- mungkin pilihan Korea yg paling baik adalah radar Elta buatan Israel ==> Israel sebenarnya sangat menginginkan memasang radar Elta di F-16 mereka, jadi dari segi source code, mungkin akan paling fleksibel untuk menyesuaikan dengan kebutuhan KF-X yg akan tulisan code-nya akan lebih Amerika.
Yang menjadi persoalan politik lain --- patut diketahui kalau US memegang ekor Israel dalam hal ini. Sebagian besar biaya akuisisi Israel sebenarnya dibiayai langsung dalam bentuk bantuan finansial Washington ke Tel Aviv. FYI -- F-35i untuk Israel itu sebenarnya GRATIS!
Wah, mana ada negara yg lain yg dapat perlakuan begitu spesial?
Jadi KALAU Korea memilih radar Elta, tetap terbuka kemungkinan kalau US akan "mendorong" Korea, akhirnya untuk memilih AN/APG-83 AESA radar, seperti yg ditawarkan Northrop Grumman dalam artikel DefenseNews diatas.
Ini radar standard F-16V --- dan seperti biasa source code-nya kembali, akan DIKUNCI.
============
P E N U T U P
============
IMHO; Eurofighter Typhoon akan menjadi pilihan yg lebih baik dan lebih fleksibel untuk Indonesia, dibandingkan Sukhoi Su-35 dan KF-X.
LIhat persamaannya: Ketiga model pesawat ini adalah twin-engine fighter, dengan biaya operasional yg bisa dipastikan JAUH LEBIH MAHAL dibandingkan F-16 atau Gripen.
Dalam hal ini, Eurofighter (yg sudah didukung PT DI) akan lebih fleksibel dalam masalah source code, ToT, atau pembatasan, senjata / perlengkapan apa yg boleh dibeli Indonesia, dibandingkan Russia, atau US (Yah, US, bukan Korea).
Lagipula tidak seperti dua model yg lain --- Eurofighter Typhoon operationally well-proven, kemampuan supercruise, dan sudah berhasil mengalahkan F-22 dalam duel di Red Flag --- itu juga tanpa HMD lagi (!!).
Argumen kalau KF-X akan menjadi pilihan yg lebih murah, baik dalam jangka menengah atau panjang dibanding Typhoon juga kurang relevan.
Pesawat ini masih pesawat kertas, dan logika saja; $16 milyar untuk project cost pesawat tempur twin-engine, dengan target kemampuan melebihi F-16, dan RCS menyamai B-2 bomber itu sangat optimis.
Dan tidak seperti SAAB yg sedari awal sudah merencanakan untuk membuat biaya development, dan operasional pespur agar semurah mungkin agar pemerintah Swedia akan kuat membayar --- tidak pernah terlihat ada upaya yg sama dalam proyek KF-X.
Kalau melihat trend development pespur dalam 20 tahun terakhir === development cost untuk KF-X kemungkinan akan meledak diatas $20 milyar. Sebagai pembanding, Eurofighter Typhoon biayanya saja melebihi 37 milyar Euro (angka tahun 2011), dan masih terus menanjak.
Kita lihat saja seberapa jauh Korea siap membayar.
FYI -- untuk angka yg sama, Korea akan dapat membeli sekitar 100 F-35 dengan block software 3 yg lebih matang drpd sekarang, atau 140 F-15SE.
Maaf -- kalau ada sedikit mengulang2 lagi.
Admin |
02 Nov 2015 12:44:23
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
===============
Sekarang untuk KF-X, kita bisa melihat akan ada 3 kemungkinan:
##1## Sebagai bagian dari core tehnologi yg diminta dari LM === LM tetap menjadi penulis mayoritas dari source code KF-X, mungkin proporsinya lebih dari 70%; Korea hanya menulis bagian2 yg lebih mudah.
##2## LM mungkin tidak menulis begitu banyak proporsi source code, tapi sebagai bagian dari ToT, mengajarkan Korsel cara menulisnya sendiri. Mereka mungkin tetap saja harus menulis 10 - 20% proporsi source code yg paling sulit, sisanya Korea menulis sendiri.
##3## Entah darimana asalnya, Korea dapat menulis sendiri 100% lepas dari campur tangan LM.
Oke, kemungkinan ketiga sepertinya hampir tidak akan mungkin terjadi, bukan?
Biar bagaimana, Korea perlu berguru ke satu perusahaan yg sudah lebih berpengalaman, dan mempunyai kemampuan. Dari skema yg ada -- tentu saja ini akan menjadi LM.
===============
Saya lihat komentar mas diatas menyoroti tentang hubungan Korea secara keseluruhan dengan Lockheed Martin (LM) dalam konteks project KFX/IFX. Ya benar, kita harus pahami dulu porsi masing-masing pihak dalam project ini agar kita paham kondisi sebenarnya.
Project KFX/IFX ini share-nya terbagi tiga, yaitu 60% oleh Pemerintah Korea selatan, 20% pemerintah Indonesia dan 20% oleh Korea Aerospace Industries (KAI). Lockheed Martin (LM) terlibat dalam project ini sebagai bagian dari offset yang mereka harus berikan karena LM terpilih sebagai pemenang tender FX-3 Korea (40 unit F-35A). Kontraktor Utama project ini adalah KAI, bukan LM, posisi LM adalah membantu KAI.
Project KFX ini dari segi share berbeda dengan project T-50 Golden Eagle, dimana pemerintah Korea Selatan pegang 70% share, 17% oleh KAI dan 13% oleh Lockheed Martin. Pada project KFX, pemerintah Korea juga pernah meminta LM untuk ikut menanggung share, namun belum ada jawaban pasti dari LM hingga kini.
Apa yang LM harus berikan dalam membantu KAI dalam project KFX? Dari berita terkait kesepakatan offset awal FX-3, Lockheed martin akan memberikan “300-man years”, transfer technology 17 core technology (yg belakangan berkembang jadi 25 yang 4 diantaranya sudah ditolak Amerika) dan sekitar 500 juta lembar document F-16, F-35 dan F-22. Tidak ada disebutkan LM akan memberikan direct investation sebagaimana halnya mereka tanam 13% direct investation di project T-50 Golden eagle. Kalau kita lihat sekilas, LM akan mengirimkan orang-orangnya membantu KFX (entah itu membuat source code atau apalah nanti kerjanya) yang kemungkinan akan terkait dengan 17 core tecknologi (belakangan 25 ditolak 4) tersebut.
Itu adalah latar belakang keterkaitan Lockheed martin dengan project KFX yang perlu kita pahami dahulu sebelum membahas lebih jauh lagi. Nah sekarang kita bahas komentar mas diatas yang intinya LM akan menjadi penulis source code mayoritas KFX dan Korea ga punya kemampuan sama sekali untuk itu.
Kalau kita bicara siapa yang akan memegang source code KFX dan berapa persen pembagiannya? Saya katakana terlalu sulit untuk menjawab itu secara pasti, yang bisa kita lakukan hanya menduga-duga saja. Bisa jadi ketiga kemungkinan yang mas diatas berlaku. LM bisa menjadi pengendali utamanya sebagaimana di project T-50. Tapi jujur saya meragukan hal ini mengingat perbedaan yang besar project KFX dengan T-50. Saya melihat LM hanya akan terlibat dalam hal bagian ToT yang sudah mereka janjikan saja yang terkait dengan 17 core tecknology (belakangan jadi 21 ditolak 4). Selebihnya kemungkinan LM akan mengatakan “ora urus” kepada Korea.
Sejauh yang saya tau (bisa saja saya salah), jumlah core technology yang dibutuhkan dalam project KFX adalah sebanyak 129 core technology, dimana 93 diantaranya sudah dikuasai Korea secara local. Sisanya inilah yang diharapkan dibantu oleh LM dengan 17 core teknologi (belakangan jadi 25 ditolak 4) dan sisa lainnya akan dicari dari Negara lain. Itulah sebabnya pihak Korea selatan (ADD maupun DAPA) beberapa kali menyebutkan mereka akan mencari teknologi dan algoritma yang dibutuhkan untuk itu dari Negara Amerika dan Eropa.
Maka saya katakan opsi Korea kemungkinan adalah gabungan dari Korea, Lockheed Martin dan teknologi eropa/Israel. Mengenai bagaimana porsinya, terlalu sulit untuk ditebak. Kalau mas GI katakana Korea akan berguru ke LM, itu benar, namun yang saya amati, LM tidak akan menjadi satu-satunya guru Korea di project ini.
Terkait komentar dibawah ini :
===============
Lantas perlengkapan atau persenjataan apa saja yg bisa dipasang di atas KF-X dalam 2 skenario ini:
1. AIM-9X, AMRAAM, Maverick, Harpoon, atau semua daftar persenjataan US yg diperbolehkan untuk Korea, DAN targeting pod seperti Litening / Sniper (walaupun Korea berambisi membuat versi sendiri) akan menjadi standard.
Tapi kecil kemungkinannya, kalau Korea akan membeli produk buatan Eropa; mereka tidak pernah melirik produk Eropa dalam hal ini.
===============
Pada KFX Block I, kemungkinan besar hal itu benar. Kalaupun ada senjata lain yang di integrasikan di sini adalah produk buatan Korea seperti JDAM versi Korea dan senjata dan system sensor buatan korea lainnya. Namun ambisi Korea adalah di KFX Block 2 dan 3 mereka ingin menggunakan produk mereka sendiri nantinya.
Terkait komentar dibawah ini :
===============
2. RADAR --- seperti yg dibahas disini ---- ini akan sangat repot!
Kalau kita mengambil kemungkinan kedua saja --- Korea yg menulis sendiri, berdasarkan pengajaran LM --- Ini artinya Korea akan mendapat ilmu menulis source code dari Amerika, untuk memakai radar, taruh kata CAPTOR-E, buatan Eropa.
Hm, belum pernah ada perusahaan yg bisa memasang radar Eropa dalam pespur dengan source code US ===> karena memang biasanya, selama ini, secara politik tidak diperbolehkan.
Dalam hal ini --- mungkin pilihan Korea yg paling baik adalah radar Elta buatan Israel ==> Israel sebenarnya sangat menginginkan memasang radar Elta di F-16 mereka, jadi dari segi source code, mungkin akan paling fleksibel untuk menyesuaikan dengan kebutuhan KF-X yg akan tulisan code-nya akan lebih Amerika.
Yang menjadi persoalan politik lain --- patut diketahui kalau US memegang ekor Israel dalam hal ini. Sebagian besar biaya akuisisi Israel sebenarnya dibiayai langsung dalam bentuk bantuan finansial Washington ke Tel Aviv. FYI -- F-35i untuk Israel itu sebenarnya GRATIS! Wah, mana ada negara yg lain yg dapat perlakuan begitu spesial?
Jadi KALAU Korea memilih radar Elta, tetap terbuka kemungkinan kalau US akan "mendorong" Korea, akhirnya untuk memilih AN/APG-83 AESA radar, seperti yg ditawarkan Northrop Grumman dalam artikel DefenseNews diatas. Ini radar standard F-16V --- dan seperti biasa source code-nya kembali, akan DIKUNCI.
===============
Memang benar, belum ada ada radar Eropa di pesawat tempur dengan kendali US didalamnya. Didalam project KFX sendiri kita belum tau seberapa banyak Amerika dengan LM nya akan berperan. Kalau kita katakan apakah bisa project KFX yang pertama dalam hal ini, ya bisa saja. Tergantung situasi dan kondisinya kedepan. Tapi saya setuju, radar EL/M-2052 buatan elta Israel kemungkinan akan punya peluang besar disana. Hal ini mengingat radar EL/M-2032 buatan elta system sendiri sudah dipasang di pesawat tempur FA-50 Golden Eagle buatan KAI+LM.
Kalau mas GI katakan, jika Korea pakai radar Israel, US akan mendorong Korea memakai radar APG-83 SABR, saya justru bingung kenapa ide ini bisa terjadi. Bukankah US sudah jelas-jelas menolak memberikan teknologi radar AESA Amerika digunakan di project KFX? Saya malah ga pernah berpikir kalau Northop Gruman akan menawarkan kembali radar AESA buatannya ke project KFX ditengah situasi Amerika jelas-jelas menolak memberikannya. Kalaupun mereka menawarkan radar AESA ya itu kemungkinan untuk upgrade 130an KF-16 milik Korea.
Terkait komentar mas dibawah :
===============
Pesawat ini masih pesawat kertas, dan logika saja; $16 milyar untuk project cost pesawat tempur twin-engine, dengan target kemampuan melebihi F-16, dan RCS menyamai B-2 bomber itu sangat optimis.
Dan tidak seperti SAAB yg sedari awal sudah merencanakan untuk membuat biaya development, dan operasional pespur agar semurah mungkin agar pemerintah Swedia akan kuat membayar --- tidak pernah terlihat ada upaya yg sama dalam proyek KF-X.
Kalau melihat trend development pespur dalam 20 tahun terakhir === development cost untuk KF-X kemungkinan akan meledak diatas $20 milyar. Sebagai pembanding, Eurofighter Typhoon biayanya saja melebihi 37 milyar Euro (angka tahun 2011), dan masih terus menanjak.Kita lihat saja seberapa jauh Korea siap membayar.
FYI -- untuk angka yg sama, Korea akan dapat membeli sekitar 100 F-35 dengan block software 3 yg lebih matang drpd sekarang, atau 140 F-15SE.
===============
Kemungkinan anggran untuk project KFX membengkak itu pasti ada, dan Korea sendiri sudah dari sejak awal project ini ada sudah menyadarinya. Namun seberapa banyak angka pastinya, susah menentukannya. Kita lihat saja kedepannya.
Kalau dikatakan dana segitu besar akan bisa membeli 100 F-35 atau 140 F-15SE, saya setuju pendapat itu benar. Tapi jika Korea mengeluarkan dana segitu besar untuk membeli 100 F-35 atau 140 F-15SE, dana sebesar itu akan lari ke Amerika dan ekonomi amerika, sementara Korea hanya mendapatkan barangnya saja. Namun jika Korea mengeluarkan dana yang sama untuk KFX (dgn catatan berhasil), dana yang dikeluarkan itu sebagian besar akan kembali ke Korea dan ekonomi korea sendiri. Sejak dari awal Korea sudah menyadari bahwa project ini akan mahal karena menjadi project militer terbesar sepanjang sejarah Negara itu. Tapi gol Korea bukan masalah mana lbh murah beli dari luar atau bangun sendiri, tapi yang mana paling menguntungkan bagi korea dalam jangka panjang.
Gol lain korea dari project KFX ini adalah bagaimana Korea bisa keluar dari zona tier 2 produsen alutsista menjadi tier 1. Selama ini mereka hanya ada di tier 2 yang hanya menyuplai sebagian komponen pesawat tempur saja seperti KF-16, F-15K dan T-50. Selama ini mereka bukan pemain utama seperti Amerika, Prancis, Eropa, Swedia, dan Rusia tetapi hanya pemain pendukung. Ambisi mereka melalui project KFX ini adalah agar Korea mengejar ketertinggalan dan menyejajarkan diri dengan Negara-negara tier 1 itu. Itu bisa kita lihat dari project KT-1 Wong Bee yang dilanjutkan dengan yang lbh tinggi yaitu T-50 Golden Eagle dilanjutkan lagi dengan KFX.
Kalau kita katakana dana KFX itu bisa beli 100 F-35 atau 140 F-15SE, maka itu tidak relevan dengan tujuan dan gol yang paling Utama di incar korea.
Just IMHO n cmiiw
salam
GI |
02 Nov 2015 14:29:02
@Admin,
===========================
Selama ini mereka bukan pemain utama seperti Amerika, Prancis, Eropa, Swedia, dan Rusia tetapi hanya pemain pendukung.
===========================
BETUL.
Pada pokoknya kita tidak pernah melakukan diskusi seperti ini --- mempertanyakan kemampuan Korea --- kalau Korea bukan salah satu dari pemeran2 diatas.
Inilah kenapa sy selalu mempertanyakan --- kalau mau membuat pespur sendiri, KENAPA memilih Korea, bukan partner yg lebih berpengalaman?
Bahkan Jepang-pun sebenarnya mempunyai jauh lebih banyak pengalaman, dan mempunyai basis industri pesawat yg jauh lebih mapan --- dibanding Korea.
Dahulu saja mereka sudah membuat Mitsubishi Zero, yg ditakuti negara2 Barat --- tidak ada tandingannya di Pasifik sampai tahun 1943.
Tapi melihat referensi Jepang; pengalaman membuat Mitsubishi F-2 sbg pespur sendiri saja, tidaklah terlalu bagus --- hasilnya adalah F-16 "jumbo", yg harganya hampir sama dengan F-15J.
Sedangkan KF-X adalah proyek yg tujuannya ---- JAUH LEBIH AMBISIUS dibandingkan Mitsubishi F-2.
================================
jumlah core technology yang dibutuhkan dalam project KFX adalah sebanyak 129 core technology, dimana 93 diantaranya sudah dikuasai Korea secara local.
================================
Kalau kita berbicara core tehnologi --- ini semua hanyalah "kotak hitam" --- Korea berkata "sudah mendapat / mempunyai core tehnologi A atau B" --- yah, mungkin apa yg mereka sebut benar.
Tetapi apakah mempunyai core tehnologi A, berarti mempunyai kemampuan untuk memakainya dengan baik? Nah, itu sih pernyataan lain.
Dan ini kembali mengacu ke fakta sebelumnya --- Korea belum mempunyai pengalaman, atau kemampuan untuk membuat pespur sendiri.
Untuk pernyataan anda:
============================
Ya benar, kita harus pahami dulu porsi masing-masing pihak dalam project ini agar kita paham kondisi sebenarnya.
============================
@Admin --- sy sudah menuliskan berulang kali.
Walaupun proporsi Korea mau 100%, dan US hanya 0% --- ini tidak ada sangkut-pautnya dengan sejauh mana kemampuan pemerintah US untuk bisa mencampuri pernak-pernik dalam proyek ini.
Faktanya -- tanpa ToT dari luar (dalam hal ini LM), tidak akan ada KF-X, bukan?
Belum lagi, karena skrg mereka tidak mempunyai infrastruktur industri pesawat yg sudah mapan --- Korea tetap harus import kebanyakan komponen dari luar --- dan walaupun 4 core tehnologi ditolak --- prediksi awam sy; 80 - 90% dari subsystem yg di-import akan menjadi buatan US.
Dan.... siapa yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan --- dia tentu akan mempunyai kemampuan mendikte --- tidak peduli proporsinya 0%, atau -90%.
KNOWLEDGE IS POWER.
Belum lagi menghitung, proporsi komponen yg harus di-import dari US.
India sengaja menghindari masalah yg sama dengan mencoba membuat LCA Tejas SENDIRIAN, tanpa bantuan partner ToT yg dominan.
Wah, apa yg bisa salah?
Ternyata proyeknya sudah 30 tahun tidak selesai2, problemnya seabrek, dan beberapa media sudah menyebutkan kalau pesawat ini kalaupun operasional sudah akan jauh ketinggalan jaman.
==============================
Kalau mas GI katakan, jika Korea pakai radar Israel, US akan mendorong Korea memakai radar APG-83 SABR, saya justru bingung kenapa ide ini bisa terjadi.
=========================
Oh, kalau bermain dengan US, segala sesuatu tentu saja MUNGKIN terjadi.
Dari artikel DefenseNews:
=========================
Northrop Grumman was a bit more active in participating in the KF-X effort, as it seeks to sell its scalable agile beam radar to Korea.
“We’re very interested in it, and we’re following the [KF-X] program actually,” said Paul Kalafos, vice president of Northrop Grumman’s electronics systems. “We have a long partnership with Korea, and we want to be here for a long time in the long-term view.”
==========================
Ini hanyalah permainan politik --- yg hasilnya bisa mengejutkan.
Northrop-Grumman sudah berkata kalau mereka tertarik -- dan kita sudah tahu kalau US akan mengawasi proyek ini dengan seksama, krn begitu banyak tehnologi dari mereka akan masuk kesini.
Semua defense contractor US --- mempunyai praktek lobi2 mereka sendiri ke Pentagon, dan US Senate -- ini adalah kemampuan yg tidak dimiliki Korea.
Banyak variable yg kita tidak ketahui, bukan?
Untuk transaksi dengan Korea, bukan pertama kali Boeing (merebut kontrak Wedgetail dari G550 AEW&C dengan radar Elta) dan LM (merebut kontrak upgrade AESA radar KF-16 dari BAe System) -- pernah bermain sikut-menyikut kompetitor disana!
Dan Korea, sih, selama ini asyik2 saja... tidak mempermasalahkan kedua kasus diatas kok.
Sy hanya menulis salah satu teori kemungkinan yg akan terjadi, dan BUKANNYA tidak mungkin kalau bisa tidak terjadi.
Kenapa peluang APG-83 tidak mungkin terjadi?
Mengingat partner ToT utama Korea adalah LM; kemungkinan dalam assessment akhir untuk KF-X, APG-83 bisa jadi performanya lebih baik dibanding radar Elta.
Sekali lagi, kita tunggu saja tanggal mainnya.
Diatas hanya analisa awam, dilihat dari berdasarkan apa yg sudah ada, atau apa yg sudah pernah terjadi.
Sekian saja.
GI |
03 Nov 2015 08:22:37
@Admin,
==============================
AMBISI mereka melalui project KFX ini adalah agar Korea mengejar ketertinggalan dan menyejajarkan diri dengan Negara-negara tier 1 itu. Itu bisa kita lihat dari project KT-1 Wong Bee yang dilanjutkan dengan yang lbh tinggi yaitu T-50 Golden Eagle dilanjutkan lagi dengan KFX.
==============================
Betul --- kata utama disini adalah AMBISI KOREA
Anda menuliskan dengan benar, kalau setelah KT-1 dan T-50, tentu saja Korea mau lebih lagi....
War-is-boring menulis artikel mengenai AMBISI Korea yg lain, kali ini di laut --- dan mengkritik apa tujuannya membuat angkatan laut yg begitu hebat, karena kegunaannya untuk menghadapi lawan utama mereka --- Korut justru harus dipertanyakan.
==============================
https://medium.com/war-is-boring/south-koreas-new-navy-is-impressive-and-pointless-513b93e52b84
==============================
KDX-III adalah AEGIS destroyer super-modern yg equivalent dari Arleigh Burke-class destroyer Walaupun masalah disini -- artikel War-is-boring menanyakan kenapa KDX-III tidak diperlengkapi sistem anti-ballistic missile, pdhl US sudah menawarkan!
Apalagi mengingat Korut sbnrnya senang bermain missile.
KorSel juga cukup bangga dengan LHD baru mereka Dokko-class.
Dua jenis kapal yg luar biasa hebat --- artikel ini juga menanyakan lebih lanjut --- seberapa jauh kedua kapal super canggih ini akan berarti untuk menghadapi Korut?
Salah satu kesimpulan artikel diatas --
==============================
There are two problems with that. First, North Korea does not have a sophisticated air force and for reasons to do with logistics and training probably could not launch many large-scale, sophisticated attacks. Second, South Korea bought the inferior version of the Aegis combat system software that is useless against ballistic missiles.
Why would South Korea bother spending nearly a billion dollars per ship for something that doesn’t actually add to the national defense? Six billion dollars could be used to buy some serious firepower. It could buy 700 K-2 Black Panther tanks and outfit two armored divisions that could shred invading North Korean tanks.
==============================
Sekarang, tengok saja industri2 lain di Korea sendiri!
Samsung sekarang adalah produsen TV LCD dan smartphone terbesar di dunia; Hyundai akhirnya dapat meng-klaim sebagai pembuat mobil yg setara dngn nama2 terkenal dari Jepang.
Kalau mereka sudah berhasil di semua tempat lain, kenapa tidak dalam tehnologi pespur? Korea harus bisa semua, dong!
Inilah kenapa KF-X adalah proyek kebanggaan Korea, yg sama dengan proyek KDX-III atau Dokko-class LHD (!!) --- walaupun kegunaannya untuk Korea sendiri sebenarnya juga harus dipertanyakan.
Lihat saja armada ROKAF --- mereka hanya perlu mengganti 68 F-4E Phantom II dan 151 F-5E kok.
ROKAF sudah membeli 40 F-35; ini saja sbnrnya sudah mengganti sebagian besar F-4E Phantom II.
Mereka juga sudah memesan 60 unit FA-50 --- yg akan menggantikan setengah dari jumlah F-5E yg tersisa.
Pesawat Korut yg paling canggih – MiG-29 produksi tahun 1980-an, yg mungkin sudah kekurangan spare part, dan latihan pilotnya tidak pernal seintensif KorSel. FA-50 mungkin sudah lebih dari cukup utk melayaninya.
Kalau kita mengesampingkan ambisi pribadi -- bukankah sebenarnya jauh lebih logis, dan ekonomis untuk membeli tambahan 20 - 40 F-15SE atau F-35, dan 60 tambahan FA-50? Jangan lupa juga, kalau mau, Korea masih mempunyai fasilitas, dan menambah license production dari KF-16 --- kali ini versi-V dengan AESA radar!
Faktor resiko lebih rendah, dan jumlah tipe juga lebih sedikit dibanding tambahan KF-X disini; dengan sendirinya biaya operasional mereka juga akan jauh lebih murah.
Inilah kenapa, seperti halnya, KDX-III atau Dokko-class, Korea sbnrnya juga tidak membutuhkan KF-X, kecuali untuk memenuhi target ambisi pribadi.
IMHO, tindak-tanduk Korea sudah semakin mendekati apa yg disebut HUBRIS --- ambisi yg terlalu berlebihan, yg akhirnya akan membawa kejatuhan sendiri.
Tengok saja --- target KF-X, seperti KDX-III, juga bukan pesawat tempur sembarangan!
Kemampuannya lebih hebat dari F-16 ; twin-engine design lagi supaya lebih rumit, dan target RCS-nya akan mengimbangi B-2 bomber, menurut ADD Korea.
Sayangnya, tehnologi pespur akan jauh lebih sukar untuk dikuasai daripada membuat smartphone, mobil, atau kapal super modern seperti KDX-III.
Proyek ini bukan hanya akan overbudget, tapi kalau melihat trend proyek lain dari pihak yg lebih berpengalaman dan lebih berkemampuan --- bukan tidak mungkin biayanya akan meledak diatas 85%.
============================================
Pertanyaannya kembali: Sejauh mana Indonesia mau untuk ikut terus terlibat?
============================================
Ini adalah ambisi Korea -- mereka sudah memilih partner ToT-nya (LM, perusahaan idaman pembuat stealth fighter) sendiri, tanpa pernah memikirkan kepentingan Indonesia kok --- kemudian baru belakangan mereka complain, oh, US tidak akan membagi tehnologinya dengan negara yg mayoritas Muslim, seperti Indonesia.
Proporsi 20% dari $20 milyar -- dan ini masih angka yg paling optimis untuk overbudget proyek KF-X; berarti Indonesia harus membayar $4 milyar.
Ini sudah hampir menyamai biaya yg dikeluarkan Brazil untuk license production Gripen-NG; pesawat yg faktor resikonya jauh lebih rendah, faktor pembangunan infrastruktur, dan ToT-nya juga jauh lebih terjamin.
Realistis saja, dengan keuangan yg terbatas, Indonesia tidak mempunyai kemampuan finansial untuk terlibat dalam proyek2 militer mahal seperti ini.
Sekian dulu.
Maaf, akhirnya jadi meracau.
Admin |
03 Nov 2015 13:35:47
@GI,
terkait komentar dibawah :
=================
BETUL.Pada pokoknya kita tidak pernah melakukan diskusi seperti ini --- mempertanyakan kemampuan Korea --- kalau Korea bukan salah satu dari pemeran2 diatas.
Inilah kenapa sy selalu mempertanyakan --- kalau mau membuat pespur sendiri, KENAPA memilih Korea, bukan partner yg lebih berpengalaman?
=================
kalau kita baru sekarang pertanyakan kenapa Indonesia memilih Korea jadi partner, maka kita sudah ketinggalan 5 tahun untuk bertanya. karena pertanyaan itu seharusnya ditanyakan di tahun 2010 bukan tahun 2015 akhir. itu sama sekali tidak lagi berguna untuk mempertanyakan itu. kecuali itu ditanyakan ditahun 2010-2011. karena konteks keikutsertaan Indonesia di project ini adalah konteks 2010-2011 bukan konteks 2015.
terkait komentar dibawah :
==========
Tetapi apakah mempunyai core tehnologi A, berarti mempunyai kemampuan untuk memakainya dengan baik? Nah, itu sih pernyataan lain.
Dan ini kembali mengacu ke fakta sebelumnya --- Korea belum mempunyai pengalaman, atau kemampuan untuk membuat pespur sendiri.
==========
tidak ada yang mengatakan Korea sudah punya kemampuan untuk menyatukan semuanya kedalam satu pesawat tempur utuh. itulah sebabnya mereka membutuhkan bantuan dari luar yang sudah sangat jelas sekali dan tak perlu kita perdebatkan lagi.
terkait komentar dibawah ini :
==================
sy sudah menuliskan berulang kali.
Walaupun proporsi Korea mau 100%, dan US hanya 0% --- ini tidak ada sangkut-pautnya dengan sejauh mana kemampuan pemerintah US untuk bisa mencampuri pernak-pernik dalam proyek ini. Faktanya -- tanpa ToT dari luar (dalam hal ini LM), tidak akan ada KF-X, bukan?
Belum lagi, karena skrg mereka tidak mempunyai infrastruktur industri pesawat yg sudah mapan --- Korea tetap harus import kebanyakan komponen dari luar --- dan walaupun 4 core tehnologi ditolak --- prediksi awam sy; 80 - 90% dari subsystem yg di-import akan menjadi buatan US. Dan.... siapa yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan --- dia tentu akan mempunyai kemampuan mendikte --- tidak peduli proporsinya 0%, atau -90%
==================
saya tidak dalam posisi yang mengatakan US tidak akan bisa mampu mengendalikan project ini. saya juga tidak dalam posisi mengatakan Korealah yng 100% mengendalikan. yang saya katakan adalah perbedaan mendasar project KFX dan T-50 yang sedikit banyak akan mempengaruhi seberapa jauh keterlibatan negara lain selain Korea di project ini.
Project T-50 jelas, hampir semua core teknologi-nya berasal dari Amerika dan LM punya share 13% disana. maka tidak mengherankan T-50 bisa dikatakan adalah 'produk amerika" dibanding "produk Korea" meski di produksi di Korea. apakah dalam project KFX, core teknologi dari Amerika sebanyak yang di T-50? apakah share Amerika di KFX sebanyak T-50? itu yang saya mau kita pahami sebelum menebak-nebak sejauh mana pengaruhnya.
bukan berarti saya mengatakan US ga akan punya pengaruh ya.. mohon dipahamai konteksnya.
terkait komentar dibawah :
=============
Oh, kalau bermain dengan US, segala sesuatu tentu saja MUNGKIN terjadi. Ini hanyalah permainan politik --- yg hasilnya bisa mengejutkan. Northrop-Grumman sudah berkata kalau mereka tertarik -- dan kita sudah tahu kalau US akan mengawasi proyek ini dengan seksama, krn begitu banyak tehnologi dari mereka akan masuk kesini.
Semua defense contractor US --- mempunyai praktek lobi2 mereka sendiri ke Pentagon, dan US Senate -- ini adalah kemampuan yg tidak dimiliki Korea. banyak variable yg kita tidak ketahui, bukan?
Untuk transaksi dengan Korea, bukan pertama kali Boeing (merebut kontrak Wedgetail dari G550 AEW&C dengan radar Elta) dan LM (merebut kontrak upgrade AESA radar KF-16 dari BAe System) -- pernah bermain sikut-menyikut kompetitor disana!
Dan Korea, sih, selama ini asyik2 saja... tidak mempermasalahkan kedua kasus diatas kok.
Sy hanya menulis salah satu teori kemungkinan yg akan terjadi, dan BUKANNYA tidak mungkin kalau bisa tidak terjadi. Kenapa peluang APG-83 tidak mungkin terjadi?
Mengingat partner ToT utama Korea adalah LM; kemungkinan dalam assessment akhir untuk KF-X, APG-83 bisa jadi performanya lebih baik dibanding radar Elta.
=============
kalau berbicara kemungkinan dalam politik, semua bisa saja terjadi. tetapi mengingat AS sudah jelas-jelas menolak memberikan teknologi AESA nya ke Korea, bahkan Presiden Korea sampai datang ke Amerika dan meminta secara langsung pun tdk diberikan, apakah mungkin dengan lobi Northrop Gruman, Amerika bisa merubah UU nya yang melarang teknologi rahasia diberikan ke negara lain? bisa bisa saja, asal Amerika mau merubah UU nya serta menjilat ludah mereka sendiri. sesuatu yang mungkin saja, tetapi saya lihat too good to be true.
bisa saja Northrop Gruman punya chanel melobi ke banyak pihak terkait, tetapi pada ujungnya akan tetap Amerika harus menjilat ludahnya sendiri terlebih dahulu. itu kalau dari sisi Amerika-nya. dari sisi Korea, dengan penolakan tegas Amerika sebelumnya, ya tentu saja mereka akan mencari dari non Amerika.
dan kalaupun akhirnya Amerika menjilat ludahnya sendiri, keputusannya tetap di Korea apakah menerima itu kembali atau tetap membeli dari luar. katakanlah Amerika menjilat ludahnya sendiri dan akhirnya memberikan teknologi AESA nya ke KFX, itu malah salah satu point positif bagi project ini, dimana akan kembali ke skenario Korea sebelumnya yang memamng ingin teknologi AESA Amerika disana.
just IMHO n cmiiw
Admin |
03 Nov 2015 13:48:18
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
===============
Betul --- kata utama disini adalah AMBISI KOREA
Anda menuliskan dengan benar, kalau setelah KT-1 dan T-50, tentu saja Korea mau lebih lagi....
War-is-boring menulis artikel mengenai AMBISI Korea yg lain, kali ini di laut --- dan mengkritik apa tujuannya membuat angkatan laut yg begitu hebat, karena kegunaannya untuk menghadapi lawan utama mereka --- Korut justru harus dipertanyakan.
===============
kalau mas mengatakan ambisi Korea ini adalah untuk melawan musuh utamanya, Korut, maka saya katakan mas salah besar. musuh utama Korea Selatan dalam mengejar banyak sekali ambisinya ini adalah bukan Korea Utara, tetapi China dan Jepang. kalau Korea Utara jelas, mereka masih perang hingga kini, dan secara militer Korea dibantu Amerika Serikat punya kapasitas untuk melawan Korut.
musuh terbesar Korea selatan yang membuatnya begitu ambisius adalah Jepang dan China. Jepang memang "sekutu" AS, sama halnya Korea adalah "sekutu" AS, tapi bukan berarti Korea adalah sekutu jepang. tidak ada cerita Korea selatan mau kalah dari jepang, tidak hanya saja dari segi perebutuan wilayah kepulauan Dokdo, tetapi mereka punya sejarah panjang persaiangan dalam banyak bidang, termasuk militer.
sama jg dengan China, Korea Selatan juga punya ambisi untuk tidak boleh kalah dari China. mengenai kenapa, tidak perlu dipertanyakan lagi karena mereka sudah punya sejarah panjang persaingan jelas.
jadi kalau mas katakan Ambisi Korea Selatan itu adalah untuk melawan Korut, saya katakan itu salah besar. dengan mengatakan Korut adalah musuh terbesar yang membuat Korea begitu ambisius, berati mas sudah salah persepsi tentang apa yang membuat korea begitu ambisius. itu bukan hanya tentang Korea Utara, tetapi tentang China dan Jepang.
salam
Admin |
03 Nov 2015 13:58:52
@GI,
terkait koemntar dibawah :
=================
Pesawat Korut yg paling canggih – MiG-29 produksi tahun 1980-an, yg mungkin sudah kekurangan spare part, dan latihan pilotnya tidak pernal seintensif KorSel. FA-50 mungkin sudah lebih dari cukup utk melayaninya.
Kalau kita mengesampingkan ambisi pribadi -- bukankah sebenarnya jauh lebih logis, dan ekonomis untuk membeli tambahan 20 - 40 F-15SE atau F-35, dan 60 tambahan FA-50? Jangan lupa juga, kalau mau, Korea masih mempunyai fasilitas, dan menambah license production dari KF-16 --- kali ini versi-V dengan AESA radar!
=================
lagi lagi saya melihat mas hanya menenpatkan Korut sebagai "musuh" Korea Selatan dan melupakan China dan Jepang yang justru lebih 'dikawatirkan' Korea Selatan. kalau Korut saja yang mereka pikirkan, kekuatan militer Korea Selatan dibantu Amerika sudah lebih dari cukup untuk itu. dan benar, FA-50 mereka pun bisa digunakan untuk melawan armada pesawat tempur tua Korea Utara.
tapi apakah FA-50 bisa mereka andalkan untuk melawan J-xx China, da F-2/F-15J Jepang? dan terkait persaingan dengan China dan Jepang, itu bukan hanya tentang militer siapa yang paling kuat, tetapi Industri militer siapa yang paling kuat. Korea tidak akan tinggal diam melihat Jepang membangun pesawat tempur Generasi 5 sendiri dan China juga membangun pesawat tempur gen 5 mereka. membiarkan Jepang dan China berlari di depan dan Korea hanya duduk diam, adalah hal tabu bagi Korea.
Maka kalau melihat Korea begitu berambisi, maka jangan hanya melihat Korea Utara sebagai penyebabnya. Jepang dan China justru yang lebih besar pengaruhnya terhadap ambisi Korea Selatan.
just IMHO
GI |
03 Nov 2015 15:05:43
@Admin,
==================================
Maka kalau melihat Korea begitu berambisi, maka jangan hanya melihat Korea Utara sebagai penyebabnya. Jepang dan China justru yang lebih besar pengaruhnya terhadap ambisi Korea Selatan.
==================================
Saya setuju dengan anda kok dalam hal ini.
Memang kesalahan besar kalau berpikir KF-X ditujukan hanya untuk menghantam KorUt.
Kita kan sedang membahas AMBISI PRIBADI Korea -- berarti proyek militer mereka harus masuk papan atas.
Anda sudah menuliskan sendiri kok sebelumnya, Korea tidak mau ketinggalan dibanding yg lain; ambisi mereka tidak hanya untuk menandingi Jepang, dan PRC, tapi semua pemain papan atas.
Sy juga sudah menuliskan:
============================
Kalau mereka sudah berhasil di semua tempat lain, kenapa tidak dalam tehnologi pespur? Korea harus bisa semua, dong!
============================
Proyek KF-X memang TIDAK ADA KAITANNYA dengan Korut sebagai "reference threat";
Inilah justru kenapa sy menuliskan FA-50 saja akan dapat menghadapi MiG-29 KorUt.
Inilah juga kenapa sy menuliskan artikel War-is-boring diatas;
Sama juga dengan proyek KDX-III atau Dokko-class LHD --- kedua contoh ini juga TIDAK ADA SANGKUT-PAUTNYA dengan Korut --- kegunaannya akan terbatas kalau sampai terjadi konflik; inilah kenapa artikel War-is-boring juga mempertanyakan hal yg sama.
Yang lucu disini --- AEGIS combat system di KDX-III Korea bahkan tidak mempunyai kemampuan untuk anti-ballistic missile; dan KorUt tentu saja tidak mempunyai Angkatan Udara laten yg mempunyai kemampuan untuk mengancam AEGIS destroyer.
Jadi kenapa Korea membuat KDX-III?
Jawabannya sama dengan kenapa mereka mau membaut KF-X --- untuk memenuhi AMBISI PRIBADI.
Tentu saja BUKAN untuk menghadapi Korea Utara.... atau bahkan, untuk menjawab kebutuhan pertahanan nasional mereka (kalau ini yg menjadi prioritas utama); karena ada banyak solusi lain yg lebih praktis, lebih terbukti kemampuannya, dan tentu saja, jauh lebih murah.
Yang menjadi pertanyaan disini:
Sejauh mana AMBISI PRIBADI ini (khususnya dalam KF-X) akhirnya akan menentang logika dan kemampuan finansial Korea sendiri?
Inilah kenapa, IMHO, rhetorisme membuat pespur sendiri seperti proyek KF-X akhirnya bisa menjadi HUBRIS untuk Korea.
Dan... tentu saja.....
KENAPA Indonesia harus mau TERUS ikut terlibat?
Yah, kontraknya memang sudah ditanda-tangani sejak 5 tahun yg lalu memang, tapi apakah artinya komitmen Indonesia ke proyek KF-X ini 100% harga mati?
Korea sudah memulai proyek2 ambisius semacam ini jauh sebelum Indonesia bergabung kok.
AMBISI Korea BERARTI mereka menandatangani kontrak ToT dengan LM ---- TANPA memikirkan keperluan Indonesia untuk IF-X...
AMBISI Korea BERARTI mereka mengeluh ---- oh, US tidak mau berbagi ToT dengan negara yg mayoritas Muslim seperti Indonesia!
Apakah Indonesia juga akan siap untuk membayar biaya AMBISI Korea, seberapun biayanya?
===========================
PERTANYAAN PALING PENTING:
===========================
KALAU pada akhirnya, setelah proyek berjalan, Korea dipaksa memilih antara Washington DC (tech transfer) dan Jakarta?
Memangnya pilihan mereka akan jatuh ke mana?
Kita semua tahu jawaban Korea akan bagaimana.
Kalau loyalitas Korea saja patut kita pertanyakan, kenapa kita harus terus gandrung mengikuti proyek ini?
Yah, selama proyeknya belum dimulai sih, seperti biasa, semua pihak masih sangat bersemangat, dan berapi2. Korea masih beramah-tamah kok ke Indonesia. Dan tentu sajaada 1001 alasan untuk mencoba lebih optimis, walaupun taufan badai sudah mulai bertiup. Beberapa tahun setelah proyek berjalan, ceritanya biasanya akan berbeda....
Kita tunggu saja tanggal mainnya.
@Admin,
Sy kagum dengan pendapat anda yg sangat mendukung kesuksesan proyek KF-X, -- bahkan berikaitan dengan perihal ambisi pribadi Korea sendiri --- walaupun lampu2 kuning yg memperburuk prospek proyek ini sendiri sudah menyala semakin banyak, dan semakin terang.
IMHO, seperti sy sudah tuliskan diatas --- ambisi Korea disini sudah melangkah lebih jauh ke tahap hubris.
Pendapat sy sih tetap tidak berubah dari tahun lalu --- Indonesia sebaiknya keluar dari proyek ini; jumlah uang yg rencananya akan diinvestasikan disana, lebih baik diinvestasikan untuk proyek2 yg lebih memajukan kemampuan industri pertahanan lokal SECARA LANGSUNG, dibanding dipakai untuk ditaruh untuk berjudi... bersama Korea.
FAKTA-nya, Indonesia BUKANLAH negara yg kaya.
PDB per kapita kita tahun 2015 hanya $5,200 per tahun.
Korea --- $33,200
Singapore --- $62,400
Australia --- $43,000
Memang ada kebiasaan buruk untuk menghamburkan uang ke dalam proyek2 mercusuar yg kedengarannya menjanjikan, untuk membuktikan sesuatu ke dunia, apalagi dibawah pemerintahan sebelumnya.
Masih ingat proyek Jembatan Selat Sunda yg sekarang sudah cepat dibatalkan?
Dan, tentu saja, tidak seperti Korea, kita tidak akan punya cukup uang untuk terlibat dalam proyek2 militer yg besar2... keperluannya juga, tidak ada.
Kenyataannya, kita tidak akan pernah cukup uang untuk memenuhi mimpi2 indah yg terlalu ambisius, kalau kita tidak ingat bagaimana menjejakkan kaki di bumi.
Just IMHO.
GI |
03 Nov 2015 15:26:54
Maaf,
Salah referensi untuk PDB per kapita:
Angka tahun 2014 menurut World Bank:
===========================
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD
===========================
Indonesia ----$3,491
Korea -------- $27,971
Singapore--- $56,286
Australia ---- $61,887
Admin |
03 Nov 2015 18:24:18
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
=================
Saya setuju dengan anda kok dalam hal ini. Memang kesalahan besar kalau berpikir KF-X ditujukan hanya untuk menghantam KorUt. Kita kan sedang membahas AMBISI PRIBADI Korea -- berarti proyek militer mereka harus masuk papan atas.
Anda sudah menuliskan sendiri kok sebelumnya, Korea tidak mau ketinggalan dibanding yg lain; ambisi mereka tidak hanya untuk menandingi Jepang, dan PRC, tapi semua pemain papan atas.
awabannya sama dengan kenapa mereka mau membaut KF-X --- untuk memenuhi AMBISI PRIBADI.
Tentu saja BUKAN untuk menghadapi Korea Utara.... atau bahkan, untuk menjawab kebutuhan pertahanan nasional mereka (kalau ini yg menjadi prioritas utama); karena ada banyak solusi lain yg lebih praktis, lebih terbukti kemampuannya, dan tentu saja, jauh lebih murah.
=================
Mas GI ingin menegaskan bahwa Ambisi Korea itu bukan untuk pertahanan Korea secara menyeluruh? Kalau bukan untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan ekonomi Korea, lalu menurut mas ambisi mereka itu untuk apa?
saya justru melihat segala ambisi Korea itu adalah untuk pertahanan dan ekonomi mereka kedepan. sebagaimana sudah saya tulis diatas, bagi Korea, bukan hanya Korea utara yang jadi ancaman mereka, tetapi juga China dan Jepang. Kalau mereka terlibat konflik dengan Korea Utara, maka Korea masih akan yakin bahwa Amerika akan berada dipihak mereka.
Namun jika Korea sudah berhadapan dan terlibat konflik tinggi berkepanjangan dengan China dan Jepang, maka tidak ada jaminan Amerika masih akan ada dipihak mereka dan membantu Korea menghadapi China atau Jepang. itulah sebabnya bagi Korea, mereka tidak mau terlalu bergantung sepenuhnya dari segi pertahanan kepada Amerika.
misalnya Korea terlibat konflik tinggi dengan Jepang terkait wilayah pulau Dokdo, apakah ada jaminan Amerika membantu Korea melawan Jepang? atau malah Amerika membantu Jepang melawan Korea. tidak adanya jaminan ini membuat Korea harus memikirikan cara mereka mempertahankan diri jika kemungkinan terburuk terjadi.
jika itu mas sebut hanya sebuah AMBISI dan bukan bagian integral dari pertahanan Korea, saya justru heran kenapa mas berpikir seperti itu.
terkait komentar mas dibawah :
==============
KENAPA Indonesia harus mau TERUS ikut terlibat? Yah, kontraknya memang sudah ditanda-tangani sejak 5 tahun yg lalu memang, tapi apakah artinya komitmen Indonesia ke proyek KF-X ini 100% harga mati? Korea sudah memulai proyek2 ambisius semacam ini jauh sebelum Indonesia bergabung kok.
==============
Kalau mas katakan kontraknya ditandatangani 5 tahun lalu, saya jadi bingung, apakah mas benar-benar paham akan project ini. jangan pernah banyangkan keterlibatan Indonesia itu sudah FIX dan akan terus begitu sejak adanya kontrak tahun 2011 lalu.
yang ditandatagani Indonesia tahun 2011 adalah kontrak technical development (TD) phase yang sudah selesai dikerjakan tahun 2012 lalu. kontrak tahun 2011 itu hanya untuk TD Phase bukan kontrak project KFX secara keseluruhan.
phase selanjutnya adalah Engineering Manufacturing Development (EMD). sampai saat ini blm ada kontrak yang mengikat antara Korea dan Indonesia dalam phase ini. artinya segala hal masih bisa terjadi. Yang sudah ditandatangani oleh Indonesia dan Korea masih sebatas Project Agreement (PA) phase EMD ini yang ditandatangani tanggal 6 Oktober 2014 lalu.
kontrak phase EMD nya sendiri direncanakan akan ditandatangani bulan November 2015 ini di Jakarta. Jika Indonesia setuju dan ikut phase EMD dan menandatangani kontraknya, ya Indonesia akan ikut fase ini. Jika Indonesia tidak setuju dan tidak tandatangani kontraknya bulan ini, maka Indonesia keluar. simple kan?
Jika Indonesia ikut phase EMD, artinya kemungkinan sampai fase ini selesai Indonesia masih ikut. setelah itu ada phase terakhir yaitu Produksi Massal, yang kontraknya akan berbeda lagi.
artinya kontrak yang ditandatangani 5 tahun lalu, bukan mencakup kesluruhan project KFX secara keseluruhan, tetapi kontrak per phase. Indonesia masih punya banyak peluang untuk keluar kapan saja Indonesia masu selama kontraknya belum ditandatangani.
Jadi kalau mas mempertanyakan "apakah artinya komitmen Indonesia ke proyek KF-X ini 100% harga mati?" saya sendiri bingung kenapa mas sampai berpikir bahwa keikutsertaan Indonesia disini sudah pasti 100%. jangan jangan mas ga paham kontrak per phase itu dan mengganggap kontrak tahun 2011 itu untuk seluruh project. nyatanya tidak bukan? simple toh..
terkait komentar dibawah :
===================
KALAU pada akhirnya, setelah proyek berjalan, Korea dipaksa memilih antara Washington DC (tech transfer) dan Jakarta? Memangnya pilihan mereka akan jatuh ke mana? Kita semua tahu jawaban Korea akan bagaimana. Kalau loyalitas Korea saja patut kita pertanyakan, kenapa kita harus terus gandrung mengikuti proyek ini?
Yah, selama proyeknya belum dimulai sih, seperti biasa, semua pihak masih sangat bersemangat, dan berapi2. Korea masih beramah-tamah kok ke Indonesia. Dan tentu sajaada 1001 alasan untuk mencoba lebih optimis, walaupun taufan badai sudah mulai bertiup. Beberapa tahun setelah proyek berjalan, ceritanya biasanya akan berbeda....
Kita tunggu saja tanggal mainnya.
===================
seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, tidak ada satu orangpun manusia di dunia ini yang bisa memastikan project ini akan berjalan mulus. kalau ada, berarti dia sedang mabuk kecubung. dan tidak ada yang bisa memastikan project ini akan berhasil, atau malah gagal total. yang bisa kita lakukan hanya menikmati prosesnya saja, terkait hasil akhir, who cares?
terkait loyalitas Korea, seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya dalah hubungan antar negara, setiap negara akan memeintingkan kepentingannya sendiri, negara lain "ora urus". baik itu Korea - Amerika, Korea - Indonesia, dan lainnya akan selalu berlaku, tergantung bagaimana cara bermain game tingkat tinggi ini.
Korea bisa saja meninggalkan Indonesia, atau sebaliknya Indonesia juga bisa mengeluarkan diri. semua tergantung kepada kepentingan masing-masing. yang pasti semua keputusan ada konsekuensinya tersendiri. Korea mengeluarkan Indonesia, artinya mereka kehilangan 20% share dan potensi pasar 80 unit KFX, yang ujungnya akan membuat kelayakan project ini makin suram.
Indonesia mengeluarkan diri, artinya Indonesia siap tidak terlibat lagi dalam project ini. semua ada konsekuensinya, dan itu tergantung 'permainan" apa yang dimainkan masing-masing negara.
terkait optimis atau pesimis, apakah kita optimis atau pesimis sama sekali tidak memberikan pengaruh apapun terhadap project ini. yang perlu optimis atau tidak adalah orang yang terlibat langsung, kalau kita kita ini mah mau optimis level dewa juga ga ada manfaatnya.
terkait komentar mas dibawah ini :
====================
Sy kagum dengan pendapat anda yg sangat mendukung kesuksesan proyek KF-X, -- bahkan berikaitan dengan perihal ambisi pribadi Korea sendiri --- walaupun lampu2 kuning yg memperburuk prospek proyek ini sendiri sudah menyala semakin banyak, dan semakin terang.
IMHO, seperti sy sudah tuliskan diatas --- ambisi Korea disini sudah melangkah lebih jauh ke tahap hubris. Pendapat sy sih tetap tidak berubah dari tahun lalu --- Indonesia sebaiknya keluar dari proyek ini; jumlah uang yg rencananya akan diinvestasikan disana, lebih baik diinvestasikan untuk proyek2 yg lebih memajukan kemampuan industri pertahanan lokal SECARA LANGSUNG, dibanding dipakai untuk ditaruh untuk berjudi... bersama Korea.
====================
terima kasih klo sudah kagum, tapi saya sama sekali tidak merasa itu hal yang perlu dikagumi. apakah project ini akan sukses atau tidak, yang menentukan hanya pihak terlibat dan Tuhan, klo saya sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap project ini.
terkait hasil akhir project ini, seperti yang sudah saya pernah tulis, I DONT CARE, yang saya penasaran untuk ketahui adalah setiap detail proses yang sedang terjadi. entah project ini berhasil, atau malah gagal total, atau malah Indonesia memutuskan keluar November 2015 ini, saya sungguh tak perduli.
kalau pendapat mas GI, Indonesia sebaiknya keluar dan gunakan dananya untuk project yang bermanfaat langsung ke pertahanan Indonesia, saya justru bertanya, seberapa besar dana yang akan dikeluarkan Indonesia di phase EMD ini dan dana seperti itu, apa yang bisa dibuat jika Indonesia keluar? jika mas bisa memberikan angka maka akan sangat enak diskusinya.. jangan jangan dana EMD itu jika dikumpulin semua hanya cukup ganti peralatan tua di PT DI, yang justru juga akan diganti jika Indonesia masih terlibat didalamnya. jangan jangan ya.. bukan pasti.. makanya saya tanya angkanya.
atau jangan jangan mas berpikir bahwa Indonesia akan mengeluarkan dana $4Miliar untuk phase ini??? mudah-mudahan mas ga berpikir seceroboh itu.
kalau saya sih, seperti yang sudah pernah saya tulis, sudah dalam tahap hampir tidak berharap ada hal ajaib terjadi di Indonesia. dalam mimpi terliar saya sekalipun, saya tidak pernah berharap banyak Indonesia memperoleh hal ajaib dari project ini. saya sama sekali tidak pernah berpikir "KFX akan menjadi pesawat tempur buatan Indonesia". kalau ada orang yang berpikir tentang hal segila itu, siap siap saja menjadi gila benaran.
Indonesia terlibat saja dalam project ini, lalu belajar (secuil) langkah langkah membangun pesawat tempur dari awal disana, lalu regenasi engineer, serta mengganti peralatan tua PT DI dengan yang baru serta fasilitas hangar dan perakitan saja, sudah sangat amat bagus di mata saya. itu kalau project ini berhasil.
kalau tidak berhasil, atau Indonesia keluar, setidaknya Indonesia sudah pernah terlibat di phase TD, dan mungkin EMD. katakan lah Indonesia tidak ikut phase akhir, pengalaman di EMD lumayan kan dengan dana yang tidak terlalu besar? dan fasilitas dan pengalaman yang ada serta regerasi engineer hasil itu bisa dimanfaatkan untuk project Indonesia lain seperti misalnya produksi lokal entah Gripen atau apalah nanti di periode 2019 ke atas.
bukankah project kfx ini adalah untuk ekbutuhan Indonesia tahun 2025? kalaumisalnya Indonesia ikut EMD yang selesai 2019, dan tidak ikut di phase mass production (yang paling mahal), bukankah Indonesia masih punya opsi lain? lalu mengapa harus mencak=mencak untuk keluar sekarang. kalaupun Indonesia keluar sekarang, pengganti KFX (yg batal ini) juga baru diwujudkan diatas tahun 2019, masih ada 4 tahun lagi untuk berpikir. so kenapa mesti mencak-mencak minta keluar sekarang? itu sesuatu hal yang dari dulu saya sangat bingung kenapa banyak sekali orang berpikir sesederhana itu.
just IMHO n cmiiw
salam
GI |
03 Nov 2015 23:30:41
@Admin yg baik,
Sekali lagi maaf -- lagi2 kalau mendiskusikan KF-X selalu menjadi memanas.
Untuk me-review ulang:
Beberapa hal harus sy luruskan dahulu --- sbnrnya bukan pandangan sy "anti-KF-X".
POKOK PERMASALAHAN disini --- sbnrnya adalah partner ToT untuk proyek.
Spt sy sudah pernah tuliskan --- kemungkinan Indonesia mendapat ToT pespur dari US (misalnya kalau membeli F-16) adalah nol koma nol persen.
Karena KF-X sudah memilih kerjasama dengan Lockheed-Martin, Indonesia sebaiknya tidak berharap banyak akan mendapat hasil yg menguntungkan dari proyek ini.
Sangat meragukan kalau US akan memberikan ToT ke Indonesia, melalui jalan belakang seperti ToT.
Lain halnya, kalau waktu itu, Korea memilih Eurofighter sebagai partner.
Ini baru wujud kerjasama KF-X / IF-X yg lebih sehat --- karena seperti kita ketahui, PT Dirgantara Indonesia sudah menjalin hubungan kerjasama jangka panjang dengan EADS CASA.
Tapi ini sudah lewat.
Korea sudah menentukan pilihannya, dan Indonesia --- tidak akan dapat berbuat apa2.
======================================
terkait hasil akhir project ini, seperti yang sudah saya pernah tulis, I DONT CARE, yang saya penasaran untuk ketahui adalah setiap detail proses yang sedang terjadi. entah project ini berhasil, atau malah gagal total, atau malah Indonesia memutuskan keluar November 2015 ini, saya sungguh tak perduli.
======================================
kalau saya sih, seperti yang sudah pernah saya tulis, sudah dalam tahap hampir tidak berharap ada hal ajaib terjadi di Indonesia. dalam mimpi terliar saya sekalipun, saya tidak pernah berharap banyak Indonesia memperoleh hal ajaib dari project ini. saya sama sekali tidak pernah berpikir "KFX akan menjadi pesawat tempur buatan Indonesia". kalau ada orang yang berpikir tentang hal segila itu, siap siap saja menjadi gila benaran.
====================================
Syukurlah, kalau anda memang berpandangan demikian.
Sy hanya mengambil pandangan realistis -- kalau sbnrnya proyek ini sih sudah cukup kacau, mulai dari segi perencanaannya saja; spesifikasi yg terlalu tinggi, sbnrnya tidak memperhitungkan kemampuan industri lokal Korea.
ADD Korea, seperti sudah dicatat, bahkan menolak rekomendasi KAI, Lockheed-Martin, dan KIDA untuk pengembangkan basis airframe FA-50 menjadi KF-C single-engine!
Pemilihan partner juga seperti "tidak pikir panjang" --- seperti disebut sendiri oleh Lockheed-Martin -- belum pernah ada negara customer F-35 yg mendapat ToT untuk AESA radar.
===========================
http://www.defensenews.com/story/defense/air-space/strike/2015/09/27/tech-transfer-hobbles-south-koreas-fighter-program/72808800/
===========================
“There is no F-35 customer nation receiving the AESA radar technology,” a Lockheed official said. “We made it clear that the tech transfer is only possible with the approval of the US government. We tried but failed.”
===========================
Sekali lagi maaf,
karena mungkin sy melihat kalau tulisan anda biasanya lebih pro-kesuksesan proyek ini, daripada sebaliknya.
Misalnya saja, komentar anda dari artikel sebelumnya:
=========================
Lalu kenapa baru sekarang mencak-mencak? hmm kembali lagi kita harus teliti, siapa sih yang mencak-mencak?
Apakah ROKAF yang mencak-mencak? Apakah DAPA? Apakah ADD? setau saya dari beberapa sumber, pihak ROKAF, ADD, DAPA yang terlibat langsung dalam project santai santai saja tuh. yang mencak mencak malah politisi. kalau politisi yang mencak-mencak, apakah berarti semua pihak di Korea juga mencak-mencak dan meminta reviuw hubungan dengan Amerika?
========================
Kenyataannya --- bukankah penolakan 4 core tehnologi ini saja berita yg serius, di Korea?
Faktor yg memperparah kenapa ini menjadi skandal di Korea --- banyak pihak sbnrnya sudah mengetahui sejak tahun 2012, kalau keempat core technology disini SUDAH PASTI ditolak.
Rakyat Korea sudah mempertanyakan kebijaksanaan pemerintah mereka kok, dengan memilih F-35 dan Lockheed-Martin:
===========================
http://www.koreaittimes.com/story/54231/s-korea’s-multibillion-dollar-kfx-project-danger-going-awry
===========================
Banyak publikasi Korea sekarang bahkan sudah mencari pejabat yg harus diperkarakan karena masalah ini --- Ju Chul-Ki, sekretariat presiden untuk urusan luar negeri sudah dipecat berkaitan dengan masalah ini.
Bukankah artikel DefenseNews yg anda kutip --- sebenarnya memberikan konfirmasi kalau sampai sekarang sebenarnya Korea masih was2, masih bingung bagaimana untuk mengambil langkah selanjutnya --- bagaimana caranya memperoleh tehnologi AESA?
Jadi, kalau memang sy salah mengerti dengan apa yg anda maksudkan, sekali lagi maaf.
Untuk meluruskan beberapa perkara lain:
==================================
atau jangan jangan mas berpikir bahwa Indonesia akan mengeluarkan dana $4Miliar untuk phase ini??? mudah-mudahan mas ga berpikir seceroboh itu.
==================================
Sy sbnrnya tidak pernah mengambil pusing soal phase EMD, mass production, dll ---- kalau anda menilik kembali, sy selalu lebih tertarik dengan berapa total yg harus dikeluarkan untuk proyek KF-X secara keseluruhan.
Ini kan jelas --- setiap proyek harus ada anggarannya, bukan?
Publikasi Korea menunjuk angka $16 milyar -- dan seperti kita sudah setujui --- angka ini sudah pasti akan overbudget, bukan?
Ini sama dengan kalau membicarakan proyek F-35 --- yg disebut2 nilainya $1,5 triliun --- yah, benar -- tapi angka ini sebenarnya diambil dalam perhitungan sampai 30 tahun masa pemakaian pesawat. Jadi US dan negara2 lain sampai sekarang sbnrnya belum keluar sedemikian banyak. Mereka yg belum teken kontrak, bahkan belum bayar.
Pada pokoknya, angka TOTAL ini akhirnya tidak bisa dihindari, tidak peduli pengeluarannya akan dalam fase2 tertentu, dan dalam paket cicilan, setiap orang yg membaca akan melihat -- kalau pada akhirnya negara mereka akan membayar sedemikian banyak.
Apakah terlalu mahal atau tidak?
FYI -- biasanya prediksi angka total ini akan selalu meleset, tentu akan bertambah mahal, walaupun proyeknya berjalan mulus.
Maka sy mengambil angka $20 milyar ---- dan dari sini proporsi total yg harus dikeluarkan Indonesia menjadi $4 milyar.
Ini juga masih angka yg sangat optimis -- kalau melihat dana yg harus dikeluarkan dalam beberapa proyek pespur Barat dalam 20 tahun terakhir, termasuk Rafale, Typhoon, dan F-35, bukan tidak mungkin biaya total utk KF-X (dalam spesifikasi yg diinginkan sekarang) akan mencapai $30 milyar --- dan harga produksinya per unit, tidak akan jauh dari, atau bahkan lebih mahal dibanding Typhoon yg sekitar $125 juta per unit.
Catatan: ini hanya angka reka2 berdasarkan trend yg ada...
JADI, bukan berarti angka $4 milyar ini seperti pengeluaran sehari-semalam!
Sy sudah pernah menulis -- dewasa ini, tidak ada negara yg kontrak senjata bayar cash; pembayannya tentu akan bertahap dalam fase2 sesuai development.
Ini sudah pengetahuan umum.
Lantas kalau sy menulis --- lebih baik $4 milyar itu diinvestasikan dalam pembangunan industri pertahanan dalam negeri secara langsung --- tentu saja, pada prakteknya akan jauh dari ideal.
Angkanya saja tidak akan mungkin bisa mencapai $4 milyar itu kok!
Dan masalahnya, Indonesia belum dikenal sebagai negara yg dapat menjalankan proyek2 semacam ini dengan mulus, dan tanpa masalah; spt sy tulis diatas --- justru terlalu sering terbuai dengan proyek2 mercusuar yg memukau.
Tapi ini berbicara terlalu jauh.
IMHO, sy hanya menuliskan kalau pembangunan industri dalam negeri secara langsung (sebagaimanapun jeleknya, atau faktor korupsinya), misalnya dengan berkonsentrasi mengambil ToT langsung dari penjual; tetap saja akan menjadi alternatif yg lebih baik dibanding KF-X.
Tidak peduli mau paket dari SAAB, atau yg lain; IMHO, lebih baik mencari target yg lebih realistis dibanding KF-X demi ToT dan pembangunan industri pertahanan Indonesia --- itu saja.
Sebaliknya, sy juga tidak terlalu optimis kalau Gripen akan memenangkan tender pengganti F-5E kok.
Apa yg anda tuliskan benar sekali --- This is Indonesia!
Mencari sesuatu yg ideal itu memang susah...
Sekian dulu.
Salam.