16 Oct 2016 19:05:28 | by Admin
| 17065 views | 44 comments
|
4.6/5 Stars dari 7 voter
Pesawat tempur Gripen E/F buatan Swedia belakangan ini sangat gencar sekali ditawarkan ke beberapa Negara. Tercatat pesawat tempur ini pernah ditawarkan ke Belanda, Kanada, Finlandia, Swiss, Brazil dan tidak terkecuali Indonesia. Namun hingga kini hanya Brazil yang sudah memutuskan membeli pesawat tempur modern ini diluar Swedia sebagai Negara asal. Indonesia yang juga menjadi pasar potensial pesawat tempur ini, belum berhasil diyakinkan oleh SAAB. Terlepas dari apakah Indonesia akan membeli atau tidak pesawat tempur ini di masa mendatang, yang menjadi topik yang menarik dibahas adalah apa yang menjadi nilai plus dan minus dari pesawat tempur ini.
Penulis berkeyakinan bahwa setiap jenis pesawat tempur pasti memiliki sisi positif (nilai plus) dan sisi negative (nilai minus) jika dibandingkan dengan yang lainnya. Nah dalam tulisan kali ini, penulis mengajak pembaca untuk menelusuri apa saja yang menjadi keunggulan dan kekurangan pesawat tempur Gripen E/F buatan Swedia. Penulis ingin mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat dari sisi positif saja, atau dari sisi negative saja, tetapi dari kedua sisi, sehingga kita bisa melihat dalam perspektif yang lebih luas.
A. Nilai Plus Pesawat Tempur Gripen E/F Buatan SAAB Swedia
Pada bagian awal ini, kita akan membahas apa yang menjadi keunggulan dari pesawat tempur Gripen E/F. Berbicara mengenai keunggulan, memang sangat relative karena harus dibandingkan dengan dengan pesawat tempur lain yang menjadi ‘pesaing’. Penulis akan memberikan beberapa keunggulan relative pesawat tempur Gripen E/F ini menurut penulis. Apa saja itu?
1. Network Centric Warfare dan Sensor Fusion
SAAB sebagai produsen pesawat tempur Gripen E/F sudah sejak lama mendengungkan bahwa pesawat tempur Gripen E/F ini adalah pesawat tempur pintar (smart fighter). Hal ini karena pesawat tempur ini sudah benar-benar mengedepankan konsep network centric warfare. Pesawat tempur ini dikabarkan mampu mendukung komunikasi datalink antar pesawat, dan juga antar pesawat dengan alutsista lainnya yang terhubung satu sama lain.
Hal ini membuat pesawat tempur Gripen E/F ini bisa membagikan informasi yang diperolehnya kepada pesawat tempur Gripen yang lain dan juga membagikannya kepada pesawat pendukung lain seperti pesawat AEW&C maupun ke pusat komando. Untuk mendukung hal ini, pesawat tempur modern ini dilengkapi dengan dua tipikal datalink yaitu data link TIDLS (The Gripen data link system) dan Link-16 standard NATO atau datalink nasional yang spesifik.
Datalink TIDLS ini ini berfungsi sebagai datalink komunikasi antar sesama pesawat tempur Gripen E/F sedangkan datalink lain dengan opsi datalink Link-16 atau national link digunakan untuk komunikasi dengan flatform lainnya.
Kemampuan Network Centrik Warfare ini didukung kemampuan sensor fusion yang memungkinkan hasil tangkapan satu sensor satu pesawat tempur dibagikan ke pesawat lain melalui komunikasi datalink. Sensor-sensor yang dipasang dipesawat tempur ini pun termasuk sudah canggih seperti radar AESA ES-05 Raven, IRST dan lainnya. Hal ini memungkinkan satu pesawat tempur Gripen tidak perlu mengaktifkan sensor sendiri untuk melihat musuh, cukup dengan menerima informasi dari sensor pesawat tempur Gripen lainnya. Hal ini meningkatkan situation awareness pilot yang tentunya sangat membantu pilot dalam menjalankan misi.
Pesawat tempur SAAB Gripen C Republik Ceko. Source : Wikipedia.org
Namun pertanyaannya apakah hanya pesawat tempur Gripen saja yang sudah mendukung untuk hal Network Centric Warfare dan Sensor Fusion ini? Kemampuan Network Centric warfare ini sudah dimiliki oleh hampir semua pesawat tempur modern saat ini seperti F-16, FA-18 E/F Super Hornet, F-15, Dasault Rafale, EF Typhoon, F-22 raptor, F-35 Lighning II, Su-35S, varian Su-30, J-11, dan lainnya.
Untuk kemampuan dalam hal sensor fusion tampaknya belum banyak mengapilkasikannya. Sensor fusion dikabarkan juga sudah mulai dipakai di pesawat tempu F/A-18 Super Hornet dan EA-18 Growler AL Amerika sejak beberapa tahun lalu. Selain itu pesawat tempur Dassault Rafale, EF Typhoon, F-35 Lighning II dan F-22 Raptor kabarnya juga sudah mengaplikasikan sensor fusion ini.
Namun meski demikian, bisa disebut bahwa pesawat tempur Gripen E/F akan menjadi salah satu pionir pesawat tempur dalam kemampuan network centric warfare dan sensor fusion ini. Meski pesawat tempur Gripen E/F ini sampai saat ini belum terbang sekalipun, kemampuan ini sudah di aplikasikan di Gripen C/D pendahulunya.
2. Biaya Operasional Yang Relatif Murah
Keunggulan relative lain pesawat tempur Gripen E/F dibandingkan dengan pesawat tempur modern lainnya adalah factor biaya operasional yang relatif lebih murah. Keunggulan dalam hal biaya operasional ini memang menjadi salah satu unggulan tim marketing SAAB dalam menjual produknya kepasar alutsista dunia. Pesawat tempur Gripen C/D yang jadi pendahulunya juga dikenal memiliki biaya operasional yang murah.
Biaya operasional pesawat tempur Gripen E/F ini bisa murah salah satunya dipengaruhi dari mesin yang dipakai yang memiliki thrust jauh lebih kecil dari pesawat tempur lainnya. Selain itu pesawat tempur ini juga memiliki dimensi fisik yang relative kecil yang tentunya akan berpengaruh kepada konsumsi bahan bakar yang menjadi salah satu factor penentu dalam biaya operasional. Sebagaimana kita ketahui, pesawat tempur Gripen E/F akan ditenagai oleh satu unit mesin F-414G buatan General Electric yang memiliki thurst tanpa afterburner hanya 58 kN, dan 98 kN dengan afterburner. Nilai Thrust atau daya dorong mesin F-414G pada Gripen E/F ini jauh lebih kecil dari mesin F-100-PW-229 pada pesawat tempur F-16 C/D Block 52 yang punya daya dorong 75 kN tanpa afterburner dan 127 kN dengan afterburner.
Angkatan udara Swedia menyebutkan bahwa biaya operasional pesawat tempur Gripen C/D adalah sekitar US$7.500/jam. Kemungkinan biaya operasional pesawat tempur Gripen E/F akan lebih mahal dari nilai itu, namun kemungkinan akan lebih murah dari pesawat tempur modern lainnya.
3. Pilihan Senjata yang lebih Beragam
Keunggulan lainnya dari pesawat tempur Gripen E/F ini adalah pilihan senjata yang lebih beragam dibandingkan pesawat tempur lainnya. Hal ini karena Gripen C/D sebagai pendahulu pesawat tempur ini sudah terintegrasi dengan banyak rudal-rudal terbaik di dunia. Sebut saja rudal BVR MBDA Meteor yang sudah di integrasikan ke pesawat tempur Gripen sejak beberapa tahun lalu. Demikian juga dengan rudal seperti Aim-120C AMRAAM, Aim-9X Sidewinder, Phyton, Derby, A-Darter, Iris-T, dan lainnya.
Beragamnya pilihan senjata yang bisa digunakan untuk mempersenjatai pesawat tempur Gripen E/F ini tentunya akan memberikan Negara pengguna banyak alternative sumber senjata. Apalagi kita ketahui bahwa Negara seperti Amerika yang merupakan sumber utama senjata diatas dikenal cukup ketat dalam perizinan penjualan senjata ke Negara lain.
4. Wing Loading Yang Relatif Lebih baik
Pesawat tempur juga dikenal memiliki nilai Wing loading yang relative lebih baik dibandingkan dengan pesawat tempur lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh design delta canard yang membuat pesawat tempur ini memiliki rentang sayap yang relative luas untuk ukurannya. Hal ini menambah daya angkat (lift) kepada pesawat tempur ini.
Dari beberapa data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, penulis membuat perhitungan sederhana untuk memperkirakan nilai wing loading dari 5 pesawat tempur yang sedang diminati oleh militer Indonesia. Perhitungan ini penulis buat dengan asumsi sama yaitu setiap pesawat di isi dengan internal fuel yang penuh dan membawa 2 rudal BVR (R-77 Adder atau Aim-120C AMRAAM) dan 2 rudal WVR (R-73 Archer atau Aim-9 Sidewinder). Hasilnya adalah seperti data dibawah ini.
Dari data diatas terlihat bahwa pesawat tempur Gripen E/F memiliki nilai Wing loading yang relative yang lebih kecil dibandingkan dengan pesawat tempur F-16 C/D Block 52, Sukhoi Su-35S dan F-16 E/F Block 60. Namun tidak lebih baik dari pendahulunya pesawat tempur Gripen C/D. Semakin kecil nilai Wing loading akan berdampak positif kepada pesawat temput tersebut.
5. SAAB biasanya menawarkan paket ToT yang menarik
Selain keunggulan teknis seperti diatas, SAAB selalu menawarkan paket transfer technology (ToT) kepada setiap calon pembeli pesawat tempur Gripen baik Gripen C/D maupun Gripen E/F. beberapa Negara yang sudah membeli pesawat tempur ini sudah merasakan manfaat dari pola ToT dari SAAB ini. Diantaranya adalah Afrika Selatan, Thailand dan Brazil tentunya. Ketiga Negara ini membeli pesawat tempur Gripen.
Selain itu, Negara lain yang menyewa pesawat tempur Gripen C/D bekas AU Swedia seperti Hungaria, dan Republik Ceko juga dikabarkan mendapatkan manfaat transfer teknologi dari Swedia, meski mereka hanya menyewa pesawat tempur saja bukan membeli pesawat tempur baru.
B. Nilai Minus Pesawat Tempur Gripen E/F
Namun seperti diatas sudah penulis sebutkan, setiap pesawat tempur memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Tak terlepas, Pesawat tempur Gripen E/F dengan segala kelebihannya diatas juga memiliki beberapa kekurangan atau sisi minusnya. Dibawah ini adalah beberapa nilai minus dari pesawat tempur ini menurut penulis.
1. Target Empty Weight yang Tidak Tercapai
Ketika program Gripen NG mulai dijalankan oleh pemerintah Swedia sekitar tahun 2008, SAAB sudah mulai menawarkan pesawat tempur tersebut kepada beberapa Negara sebut saja Kanada, Belanda, Swiss, dan beberapa Negara lainnya. Program Gripen NG inilah yang kemudian menghasilkan pesawat tempur Gripen E/F. Maka tidak mengherankan kepada Negara-negara tersebut pesawat yang ditawarkan masih disebut dengan nama Gripen NG.
Dari beberapa dokumen penawaran Gripen NG kepada Belanda, Kanada, dan Swiss, terlihat bahwa ketika itu SAAB memperkirakan bahwa pesawat tempur Gripen NG (kemudian menjadi Gripen E/F) akan memiliki berat lepas landas maksimum (Maximum take Off Weight (MTOW)) 16.500 Kg dan Berat kosong (Empty Weight) 7.100 Kg. Tawaran kepada Negara lain pun menggunakan data Empty Weight dan MTOW yang relative sama. Data ini bisa kita lihat pada dokumen tawaran SAAB Gripen NG ke Belanda. Tampaknya angka 7.100 Kg ini adalah target awal Empty Weight atau berat kosong pesawat tempur Gripen NG ketika program ini dijalankan.
Namun beberapa tahun belakangan ini SAAB merevisi Empty Weight dalam spesifikasi pesawat tempur Gripen E/F, dimana Empty Weight bukan lagi 7.100 Kg tetapi 8.000 Kg. Sedangkan MTOW dan spesifikasi lainnya masih tetap sama. Artinya ada penambahan hampir 1 ton berat kosong pesawat tempur ini dibandingkan target awal diatas. Empty Weight pesawat tempur Gripen E/F sebesar 8 Ton ini sendiri sudah dipublikasikan SAAB.
Lalu apa dampak negative dari bertambahnya berat kosong hampir 1 ton dari target awal ini? Gripen E/F memiliki berat kosong 18% lebih berat dari pesawat tempur Gripen C/D. Tetapi mesin Gripen E/F (F414G) dalam kondisi tanpa afterburner hanya 7% lebih bertenaga dari mesin RM-12 di Gripen C/D. Ini berakibat secara garis besar performance pesawat tempur Gripen E/F lebih rendah dari pendahulunya Gripen C/D. Perhatikan table dibawah ini
Dampak nyata yang terjadi adalah dibutuhkannya mesin yang jauh lebih bertenaga sebagai konpensasi penambahan berat pesawat ini. Namun hingga kini, hanya mesin F414G buatan general electric yang tersedia.
Dampak lainnya adalah factor wing loading pesawat tempur Gripen E/F ini juga tidak lebih baik dari pendahulunya Gripen C/D. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa wing loading Gripen E/F lebih besar 18% dibandingkan pendahulunya. Meski tentu saja nilainya masih relative lebih baik dari pesawat tempur lainnya.
Hal lain yang cukup menarik adalah klaim dari SAAB yang menyebutkan bahwa pesawat tempur Gripen E/F ini memiliki kemampuan untuk terbang dengan kecepatan supersonic tanpa menyalakan afterburner. Kemampuan ini sering disebut dengan istilah supercruise. Yang menjadi pertanyaan apakah pesawat tempur Gripen E/F benar-benar memiliki kemampuan supercruise ini dengan kondisi berat pesawat yang lebih berat 1.000 Kg dari pesawat tempur Gripen D 39-7 Demo? Sebagaimana kita ketahui bahwa SAAB sebelumnya menggunakan pesawat tempur Gripen D dengan kode 39-7 untuk menguji coba kemampuan supercruise ini dan berhasil. Padahal dengan mesin yang sama, Gripen E ini akan lebih berat hingga hampir 1.000 Kg dibandingkan dengan Gripen Demo 39-7 tersebut.
Tentu menjadi menarik untuk menunggu uji coba pesawat tempur Gripen E/F untuk terbang supersonic tanpa afterburner (supercruise). Hal ini karena pesawat tempur Gripen E/F sendiri sampai saat ini belum pernah diterbangkan karena baru selesai di produksi. Terbang perdana pesawat tempur Gripen E/F ini baru direncanakan akan dilakukan pada akhir tahun 2016 ini.
2. Payload yang terbatas dan Tidak Lebih baik dari Gripen C/D
Salah satu kelemahan keluarga pesawat tempur Gripen adalah terbatasnya daya angkut senjata dan peralatan lainnya. Pesawat tempur Gripen C/D pendahulunya hanya bisa mengangkut beban (senjata, external tank dan lainnya) seberat 4.500 Kg hingga 5.100 Kg. Sedangkan pesawat tempur Gripen E/F yang diharapkan menutupi kelemahan ini, juga hanya mampu mengangkut beban (payload) hingga 5.900 Kg. Itu pun dengan kondisi take off dengan bahan bakar internal hanya 80%. Jika take off dengan bahan bakar penuh, Gripen E/F hanya bisa membawa beban seberat 5.100 Kg yang hanya setara dengan pendahulunya Gripen C/D.
Sehingga bisa disebutkan bahwa daya angkut senjata dan external tank untuk pesawat tempur ini tidak lebih baik dari Gripen C/D. Bahkan jika dibandingkan dengan pesawat tempur F-16 C/D Block 52 yang relative sekelas dilihat dari dimensi fisik, kemampannya sangat jauh dibawah. Sebagaimana kita ketahui bahwa pesawat tempur F-16 C/D Block 52 mampu menggotong beban hingga 7.000 Kg.
3. Thrust to Weight Ratio Yang Lebih Buruk dari Gripen C/D
Kelemahan terbesar keluarga pesawat tempur Gripen adalah tenaga mesin yang kurang besar bila dibandingkan dengan berat total pesawatnya. Dalam bahasa teknis, perbandingan berat pesawat dengan tenaga dorong mesinnya ini disebut dengan istilah Thrust to Weight ratio (TWR). TWR ini menjadi salah satu perhitungan penting dalam merancang sebuah pesawat tempur.
Dalam tulisan sebelumnya mengenai perbandingan Thrust to Weight ratio Pesawat Tempur Su-35S dengan Gripen E/F, terlihat jelas bahwa dari beberapa pesawat tempur yang dibandingkan keluarga pesawat tempur Gripen memiliki nilai TWR paling buruk. Namun pesawat tempur Gripen E/F yang diharapkan mampu menutupi kekurangan ini, ternyata malah memiliki nilai TWR yang lebih buruk dari Gripen C/D pendahulunya. Hal ini dipengaruhi oleh berat kosong pesawat yang meningkat drastis disbanding target seperti yang sudah dibahas diatas.
Dari table nomor dua diatas, terlihat dengan jelas bahwa nilai T/W pesawat tempur Gripen E/F lebih rendah dibandingkan pesawat tempur Gripen C/D. Bahkan jika dibandingkan dengan pesawat tempur lain seperti F-16 C/D Block 52, F-16 E/F Block 60, dan Sukhoi Su-35S yang dikabarkan diminati militer Indonesia, terlihat T/W Gripen E/F adalah yang terburuk. Perhatikan gambar dibawah ini.
Table diatas adalah perbandingan T/W beberapa pesawat tempur dengan kondisi mesin tanpa afterburner serta membawa jumlah senjata yang sama dan diisi dengan internall fuel hingga penuh. Dengan kondisi mesin menggunakan afterburner pun, pesawat tempur Gripen E/F ini tetap memiliki nilai T/W yang paling buruk dibandingkan beberapa pesawat tempur lainnya. Perhatikan table dibawah ini :
Pesawat tempur lainnya yang juga dikabarkan diminati Indonesia untuk memperlengkapi alutsista TNI seperti Dassault Rafale dan EF Typhoon juga memiliki nilai T/W yang jauh lebih baik dari pada pesawat tempur Gripen E/F ini.
4. Tidak Punya Internal Cannon untuk Varian Kursi Ganda
Selain beberapa kekuarangan diatas, penulis meilihat ada satu lagi kekuarangan pesawat tempur gripen E/F ini. Namun kekurangan ini sejatinya bukan hal yang terlalu signifikan. Kekuarangan ini adalah tidak ada internal cannon pada pesawat tempur F (varian kursi ganda). Sama halnya dengan pesawat tempur Gripen D (varian kursi ganda dari gripen C) yang juga tidak memiliki internal cannon. Sedangkan pesawat tempur lainnya seperti keluarga F-16, F-15, Dassault Rafale, EF Typhoon, Flanker family dan lainnya hampir semua memiliki internal cannon meski di varian kursi ganda sekalipun.
Kemungkinan besar tidak adanya internal cannon di varian pesawat tempur Gripen F (kursi ganda) ini adalah karena terbatasnya ruang dalam pesawat ini. Hal ini karena badan pesawat tempur ini relative lebih kecil bila dibandingkan dengan pesawat tempur lainnya. Apalagi untuk varian kursi ganda, harus disediakan ruang untuk kursi tambahan.
[Baca Juga : Pesawat Tempur Gripen E/F Sebagai Pengganti F-5 TNI AU]
Seperti penulis sudah sebut diatas, kekuarangan ini sejatinya tidak terlalu signifikan, karena pesawat tempur Gripen F (kursi ganda) ini pun masih bisa mengandalkan senjata berupa rudal, bom, dan lainnya dalam mengahadapi ancaman. Hanya saja jika pada kondisi tertentu, senjata senjata tersebut sudah tidak ada, maka pesawat tempur ini tentunya lebih baik segera pulang ke pangkalan saja atau berada di lokasi yang aman dari ancaman musuh.
Nah sampai sejauh ini, penulis sudah menjabarkan beberapa kelebihan dan kekurangan pesawat tempur Gripen E/F ini. Dari hasil penjabaran diatas, terlepas dari beberapa kekurangannya, pesawat tempur Gripen E/F ini bisa disebut adalah salah satu pesawat tempur modern yang harus mendapat perhitungan. Dan tentu saja akan menjadi berita yang sangat baik sekali jika seandainya suatu saat Indonesia membeli pesawat tempur ini untuk memperkuat alutsista TNI.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pesawat tempur Gripen E/F ini menjadi salah satu kandidat pengganti pesawat tempur F-5 TNI AU. Memang benar pesawat tempur Sukhoi Su-35S disebut-sebut sebagai calon paling kuat, namun hingga kini belum ada pengumuman pemenang resmi dari pihak terkait. Tidak menutup kemungkinan pesawat tempur Gripen E/F ini akan diakuisisi Indonesia dimasa mendatang, entah sebagai pengganti pesawat tempur F-5 atau untuk pengadaan lainnya. Kita tunggu saja. Sekain dari penulis, jika ada kesalahan data atau kata-kata dalam artikel ini, penulis mengucapkan mohon maaf dan mohon di koreksi. Koreksi dan komentar pembaca dapat disampaikan di kolom komentar dibawah.
Label : Alutsista |
Pesawat Tempur |
Alutsista Indonesia |
Alutsista TNI |
Militer Indonesia |
Pesawat Tempur Indonesia |
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Pesawat Tempur FA-50 Golden Eagle Untuk Filipina
2.
Tragedi Pesawat KC-130B Hercules Indonesia di Medan
3.
Pitch Black 2012 Update : Indonesia Mengirim 2 Su-30 MK2 dan 2 Su-27 SKM
4.
Akhirnya 3 Unit F-16 Block 52ID Terbang Menuju Indonesia
5.
Goda Indonesia, Amerika Tawarkan F-16 Viper Perkuat Alutsista TNI
6.
Modernisasi Angkatan Udara Singapura Dalam Perspektif Indonesia
7.
Modernisasi Kapal Selam Indonesia Tahun 2015-2020
8.
MEF : Modernisasi Militer Indonesia
9.
Menanti F-16 ‘Setara’ Block 52 di Skuadron 16 Pekanbaru
10.
Tambahan Hibah F-16 setara Block 52 Sebagai Pengganti F-5 TNI AU
skuadY |
16 Oct 2016 20:03:07
beneran y griffin g puny internal canon? masa si jet tempur ga ada itu
Admin |
16 Oct 2016 20:38:37
@skuadY,
bukan semua pesawat tempur Gripen yang ga punya internal cannon om. Pesawat tempur Gripen C dan gripen E yang kursi tunggal ada kok internal cannon nya. yang tidak ada itu hanya yang varian kursi ganda, yaitu gripen D dan gripen F.
Salam
eagleF |
18 Oct 2016 19:21:58
barubtau kalau gripen kursi ganda ga ada internal cannon nya
kalau senjata rudalnya sdh habis, jadi ayam kalkun jadi sasaran empuk lawan
Admin |
19 Oct 2016 22:42:07
@EagleF,
iya memang benar, pesawat tempur Gripen kursi ganda baik Gripen D dan Gripen F tidak memiliki internal cannon dan hanya mengandalkan senjata external. mungkiin ini karena terbatasnya ruang dalam tubuh pesawat nya yang kecil.
sekalian memberikan ruang buat tambahan kursi di pesawat.
budianto |
18 Oct 2016 06:45:18
admin,klo misal indonesia jafi beli grippen ni,apa bisa pake datalink link16. itu kan buatan amrik,apa di izinkan
Admin |
18 Oct 2016 13:00:21
@budianto,
terkait apakah Indonesia akan diberikan izin untuk menggunakan datalink Link-16 untuk dipakai di Gripen seandainya Indonesia beli, sangat sulit menjawabnya. tapi saya rasa hal itu sulit terjadi.. hal ini karena Link-16 itu bisa disebut adalah "produk" Amerika yang tentu saja dibutuhkan approval dari mereka. Apalagi jika Link-16 nya diaplikasikan di pesawat tempur yang bukan buatan Amerika dan dijual ke negera yang bukan sekutu dekat Amerika seperti Indonesia.
Jadi klo misalnya Indonesia beli Gripen, saya sih ragu Link-16 akan ada disana.. palingan kita akan menggunakan datalink buatan Swedia atau buatan Indonesia sendiri untuk di aplikasikan. hanya saja saya sih masih kurang yakin apa ada datalink yang cukup seimbang dengan Link-16 yang bisa di buat Indonesia. entah itu kerjasama dengan negara lain seperti swedia dan lainnya. apalagi jika dibutuhkan dalam waktu singkat.
tp memang setau saya Indonesia sudah mulai memikirkan dan mengembangkan datalink nasional sendiri, meski prosesnya tentu masih akan sangat panjang. jadi kita tunggu saja
Salam
Alva |
18 Oct 2016 08:56:31
pespur gripen dah terbukti supercruise lah sdh lama malah,bisa terbang mach 1.2 tanpa afterbure.itu artikel copas dr brita tahun 2009
Company test pilot Magnus Ljungdahl says the aircraft was flown to a speed of more than Mach 1.2 at 28,000ft (8,540m) above the Baltic Sea, and adds: "Without using afterburner I maintained the same speed until I ran out of test area." The sortie was conducted from Saab's Linköping test centre.
https://www.flightglobal.com/news/articles/saab-celebrates-supercruise-test-success-for-gripen-321428/
Admin |
18 Oct 2016 12:54:15
@Alva,
itu berita tahun 2009 itu adalah test terbang supercruise untuk pesawat tempur Gripen Demo 39-7 mas. Itu adalah pesawat tempur yang berbeda dengan Gripen C/D dan gripen E/F. itu bodi nya menggunakan Gripen D yang di modifikasi dan menggunakan mesin F414G
sedangkan Gripen E/F kan sampai saat ini belum pernah terbang sekalipun, karena kan test terbang perdana baru dilakukan akhir tahun ini. klo menurut saya sih, meski klaim SAAB bahwa Gripen demo bisa supercruise, ya belum tentu juga Gripen E/F bisa supercruise meski SAAB klaim demikian.
kita tunggu saja hasil test flight nya..
salam
Alva |
18 Oct 2016 15:10:51
tp kan dites pake mesin yg sama n pswtnya jga sama, logikanya kan gripen e jg bisa supercruis lah
Admin |
18 Oct 2016 20:25:26
@Alva,
faktanya Gripen Demo yang berhasil terbang supercruise adalah pesawat tempur yang jauh berbeda dgn Gripen E/F.
Gripen Demo beratnya cuma sekitar 7100Kg, sedangkan Gripen E beratnya mencapai 8000 KG.
artinya ada perbedaan berat kosong pesawat hingga hampir 1 ton.. tp mesin yg digunakan masih sama..
Maka pertanyaannya apa masih bisa supercruise dgn tambahan berat 1 ton itu?
saya sih tidak mengatakan tidak bisa, tapi saya hanya mengatakan belum terbukti, karena fakta nya pesawat tempur Gripen E/F sampai detik ini blm pernah terbang.
tentu harus dilakukan test dulu jntuk membuktikannya bukan? SAAB sendiri klaim gripen e/f bisa suprcruise.. tp itu kan hanya sebatas klaim yg perlu bukti kan.
maka kita tunggu saja..
Salam
rubian. |
18 Oct 2016 22:03:52
pak admin ini di beli indonesia ga nsnti ato cuma pengen beli aja? kan syg bgt tdk dkbeli
Admin |
19 Oct 2016 22:39:28
@Rubian,
masalah di beli atau tidak, kiita serahkan kepada pemerintah.dan saat ini segala kemungkinan masih bisa terjadi kok, jadi kita tunggu saja.
NENU KEN WISHNU |
19 Oct 2016 13:37:09
Lebmih baik pilih F-22 Raptor yg bersifat stalth ,punya pengaruh shock teraphy pada lawan dan mematikan serta dapat mengantisipasi serangan 4 F-16 Falcon sekaligus dari depan, belakang, samping kiri dan kanan.
Pak Bayan |
19 Oct 2016 17:10:04
Yang jadi pertanyaannya mas.....Apakah Indonesia punya anggaran yang cukup untuk membeli "pesawat" itu..? Apakah AS menyetujui jika Indonesia membeli pesawat itu.? ( Dalam hal ini Indonesia bukan sekutu dekat dengan AS )
Admin |
19 Oct 2016 22:38:17
@Nenu,
ga usah bermimpi membeli F-22 Raptor, itu cuma mimpi di siang bolong. Israel aja yang sekutu Amerika paling dekat tidak di kasih kok. apalagi Indonesia yang bukan sekutu dekat.. ga bakalan.
GI |
22 Oct 2016 11:11:15
Ini komentar terakhir sy disini. Silahkan hapus, kalau mau..
Kelebihan Gripen yang (belum) dicantumkan:
## Gripen adalah satu2nya pesawat yang bukan versi Export (Kommercheskiy).
Baik US (secara tak langsung juga, Korea), ataupun Ruski selalu menjual versi export sejak 1945, dan export tier Indonesia tidak pernah bisa tinggi dlm pandangan Moscow, atau Washington DC.
## Tidak seperti semua supplier lain, Saab adalah satu2nya yg berkomitmen untuk memenuhi semua persyaratan UU no.16/2012, dan menawarkan untuk kita menginvestasikan kembali 85% dari nilai total pembelian Gripen, kembali ke industri pertahanan lokal.
===========
Thrust-to-Weight Ratio
===========
Menurut pernyataan pilot; Gripen-C, F-16C Block-30 (mesin GE), dan F/A-18A Hornet Classic saja dari dahulu sebenarnya bisa supercruise dalam clean configuration.
F-15C, yang T/W Ratio-nya masih 15% lebih baik vs Su-35, terpaksa menyalakan afterburner untuk bisa mengikuti.
Pilot F-16C menekankan lebih jauh kalau dari segi akselerasi, semua draggy F-15 tidak pernah bisa menandingi F-16 mesin-GE, atau Block-52 PW-229.
Kenapa demikian?
Lightweight fighters, apalagi single-engine, drag rate-nya selalu lebih kecil dibanding Large, Heavy Twin-Engine di kelas F-15, F-22, atau Sukhoi bongsor.
Gripen tentu saja maju selangkah lebih jauh, karena pilihan sayap delta, dan perbandingan ratio ukuran sayap, ke lebar fuselage termasuk yg terbaik, memberikannya superior Lift-to-drag ratio.
==========
Keunggulan sayap d3lta
==========
Selain memberi lebih banyak lift, kar3na ukurannya lebih besar, sayap delta selalu memberikan low drag rate vs desain sayap konvensional ala F-15, dan F-16.
Mirage 2000 hanya mempunyai T/W Ratio 0,70... tapi tidak pernah dinilai kemampuan akselerasinya kalah jauh dibanding F-16. Malahan begitu menginjak high subsonic speed ke supersonic, akselerasi Mirage dianggap lebih baik vs F-16.
=========
Gripen-E
=========
...ukurannya memang lebih besar dibanding C, tetapi konstruksi desainnya sudah berbeda jauh, materialnya berbeda, dan sejauh ini perakitannya masih akan di fine tuning lebih lanjut sebelum final di akhir tahun. Laporan berat kosong 8000 kg, dengan kata lain, belum final; dalam berbagai pernyataan lain, Saab menyebut kalau berat Echo seharusnya hanya beberatus kg lebih berat dari Charlie.
Yang paling penting, salah satu desain parameter Gripen-E adalah Supercruise with combat load -- membawa sekurangnya 6 missile. Sejauh ini, tidak ada tanda2 kalau desain goal ini tidak akan terpenuhi.
Indonesia: pilihannya sederhana kok.
Mau model export downgrade, atau tidak?
Mau belajar untuk lebih mandiri, atau mau tergantung belas kasihan Moscow / Washington DC?
Admin |
23 Oct 2016 21:59:35
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
==========================
Laporan berat kosong 8000 kg, dengan kata lain, belum final; dalam berbagai pernyataan lain, Saab menyebut kalau berat Echo seharusnya hanya beberatus kg lebih berat dari Charlie.
==========================
mas menyebutkan berat Gripen E hanya akan berbeda beberapa ratus kilogram dari Gripen C. Bisa saya tau sumber pernyataan itu dari mana? saya cari dimana-mana saya tidak menemukan pernyataan SAAB seperti itu. kalau ada, itu pernyataan tahun berapa? tahun 2008,2009 atau 2015/2016?
Tahun 2008/2009 memang SAAB jelas jelas menawarkan Gripen NG kepada Belanda, Kanada, Swiss dan lainnya dengan percaya diri sekali menyebutkan angka berat Gripen NG (yg kemudian jadi gripen E/F) adalah 7.100 KG, atau hanya 300 Kg lebih berat dari Gripen C yang beratnya 6.800 Kg.
Maka jika mas dengan Percaya diri-nya menyebut HANYA BEBERAPA ratus, kemungkinan besar mas mengunakan data tahun 2008/2009 yang memang adalah berat TARGET dari SAAB ketika itu. bagaimana dengan 2015/2016, apakah masih sama?
Sejauh yang saya cari infonya SAAB ditahun 2015/2016 hanya menyebutkan ini Gripen E akan lebih berat dan lebih besar dimensi fisiknya dari Gripen C. tidak ada kata-kata "hanya beberapa ratus Kg lebih berat". saya tidak tau dari mana munculnya tambahan kata-kata "hanya beberapa ratus' itu.
SAAB sendiri dalam dokumen resmi dari web resmi nya sendiri sudah menyebutkan angka berat Gripen E adalah 8.000 Kg, silahkan klik disini untuk baca detailnya. Bagaimana mas bisa menyebutkan angka yang berbeda, apakah mas lebih tau dari SAAB sendiri?
tapi mungkin benar Gripen E "hanya beberapa ratus KG" lebih berat dari Gripen C, tapi ya tepatnya 12 ratus-lah.. alias 1200 Kg, alias 1.2 Ton..
Gripen C beratnya : 6.800 Kg
Gripen E beratnya : 8.000 Kg
Silisih : 1200 Kg
=> beberapa ratus = 12 ratus (beberapa lah ya ) = 1200 Kg = 1.2 Ton
terkait komentar mas dibawah ini :
==========================
Yang paling penting, salah satu desain parameter Gripen-E adalah Supercruise with combat load -- membawa sekurangnya 6 missile. Sejauh ini, tidak ada tanda2 kalau desain goal ini tidak akan terpenuhi.
==========================
pertanyaan saya sederhana, apakah Gripen E sudah pernah terbang, sehingga KLAIM itu terbukti? kalau belum pernah di uji, bagaimana mas bisa menyebutkan bahwa SEOLAH-OLAH itu klaim itu TIDAK MUNGKIN salah?
saya tidak menyebut PASTI tidak bisa (saya tidak biasa menyebut kata kata pasti), saya hanya meragukan klaim sepihak itu sebelum di uji. dan faktanya Gripen E hingga detik ini belum pernah terbang satu detik pun.
just IMHO dan salam
GI |
24 Oct 2016 02:15:44
dan seperti sudah dituliskan bung @melektech; anda hanya mengisolasi satu point, lalu menekan argumen disana kalau itu "asumsi" dan mengacuhkan hal lain.
Jangan khawatir!
Sy melihat kok brosur Saab menuliskan berat kosong Gripen-E 8,000 kg.
....sayangnya angka ini belum final, masih merupakan estimasi sementara; karena Gripen-E test unit 39-8 saja, belum akan mengudara sampai akhir tahun, atau paling lambat, awal 2017.
Pada 18-Mei yg lalu saja, 39-8 terlihat belum dipasangi IRST, dan MAW-nya masih kosong. Belum selesai, ya, belum bisa ditimbang dong!
Kita tunggu saja, sampai 39-8, 39-9, dan 39-10 mengudara, dan Echo memasuki produksi penuh.
Angka 8000 kg di brosur Saab ini saja sbnrnya "agak miring".
========
https://www.flightglobal.com/news/articles/saab-reveals-full-gripen-e-design-cost-savings-396977/
========
Artikel tahun 2014 ini saja menggariskan bagaimana konstruksi airframe Echo akan sama sekali baru.
"..five through fuselage, alumunium-lithium frames, which will support its new pylons..."
...dan berat kosong airframe (tidak termasuk cockpit, mesin, atau semua perlengkapan lain) hanya 3,000 kg, atau 20% dari Maximum Take-Off Weight 16,500 kg.
Maximum takeoff weight Gripen-C 14,000 kg.
Asumsi anda mungkin pesimis Gripen-E akan dapat "supercruise", atau "berakselerasi lebih baik vs twin-engine".
Sekali lagi, ini hanyalah salah satu desain goal requirement dasar Echo.
Saab sendiri sudah berpengalaman 70 tahun untuk membuat pespur kemampuan TOP, dengan biaya development, dan harga murah.
J-35 Draken adalah pespur buatan Eropa pertama yg menembus supersonic on level flight. Dan walaupun tidak dirancang sebagai dogfighter, sayap double-delta-nya ternyata juga memberikan kemampuan manuever yg cukup bersaing.
Gripen-E hanyalah breakthrough mereka yg berikutnya.
Kembali kita lihat yah, kalau Gripen Echo sudah mengudara, dan menyelesaikan flight testing!
Sekali lagi, mungkin anda merasa twin-engine design akan lebih unggul vs single-engine, apalagi dalam pertempuran udara.
Sayangnya, ini tidak pernah terbukti dalam sejarah sejak tahun 1915.
Masalah utama: semua twin-engines selalu lebih draggy, karena memasang mesin di masing2 sisi pesawat.
English Electric Lightning (lihat Wikipedia), yg juga twin-engine, mengurangi drag 25% vs desain konvensional di atas, dengan kedua mesin disusun atas - bawah. Tetap saja, kira2 masih 30 - 50% lebih draggy dibanding J-35 Draken, atau Mirage III Single-engine di masa itu.
Inilah kenapa T/W ratio sbnrnya jauh lebih penting utk Twin-Engine.
Hukum Fisika tidak pernah berubah.
Dan, demikian juga supplier pespur, sifatnya tidak pernah berubah:
US, dan Ruski hanya menjual pespur versi export downgrade.
Senang juga, sudah agak lama juga tidak berdebat dgn anda... Salam.
Admin |
11 Nov 2016 20:53:46
@GI,
sory baru replay karena kesibukan saya di real life yang sangat sangat padat membuat saya tidak bisa selalu cek blog ini.
mas bisa saja mengatakan angka 8000 Kg untuk Gripen E adalah "agak miring".. tp fakta nya SAAB menyebutkan itu di dukumennya. saya lebih mempercayai dokumen SAAB itu. Dan bertepatan dengan event IndoDefense2016 lalu, melalui sahabat (yang juga fans Gripen), saya menitip pertanyaan mengenai berat kosong ini ke SAAB. dan jawabannya sama, berat kosong Gripen E adalah 8.000 Kg, bukan 7.100 Kg.
Salam
Haidar |
27 Oct 2016 02:28:20
Saya setuju jika tni au mengakuisisi gripen baik itu c/d maupun yang e/f
Sudah seharusnya kita membeli kepada produsen yang mau membagi ilmunya demi tujuan kemandirian alutsista dimasa depan
Dan menurut saya untuk Tot saab berada di depan bersama produsen typhoon jika dibandingkan dengan rusia atau usa
Dari segi kualitas gripen jg lumayan itu di buktikan dengan mempecundangi su 27sk tiongkok dalam sebuah latihan..
Jadi walaupun gripen masih mempunyai kekurangan.. tapi dapat ditutupi dengan kelebihan yang di tawarkan.
Cuma pendapat orang awam aja.. salam
GI |
27 Oct 2016 22:03:49
Kenapa Gripen adalah pilihan terbaik Indonesia?
Sederhana.
Gripen System akan semua memenuhi kebutuhan, bukan keinginan, atau mimpi.
Beberapa kutipan penting yang patut dicatat:
=================
"UU no.16/2012 adalah persyaratan mutlak yang akan kami penuhi, dalam setiap bentuk penawaran kami ke Indonesia."
Peter Carlqvist, Head of Saab Indonesia.
Sumber: Jane's.
=================
=================
"It's always been part of Saab's strategy to have industrial cooperation.
We don't see it as a threat, but as an opportunity to create growth, partnership, and transfer-of-knowledge."
Ulf Nielsson, Head of Saab AB Aeronautics
Presentasi peresmian Gripen-E, 18-Mei-2016
=================
Oh, IF-X?
Sayangnya, tidak akan pernah bisa menjadi ide yg bagus.
=================
The United States appears reluctant to share technology for Korean KF-X program, due to the "Indonesian factor", analysts said.
...
"The US shares little defense technology with Indonesia," said Bratt Perett, Asia Pacific bureau chief of Aviation Week.
"Indonesian participation in the KF-X program increases Korea's challenge in acquiring U.S. technology, which will in any case not be freely available."
Sumber:
Korea Times, 25-Nov-2015:
'Indonesia factor' bars KF-X tech transfer
===============
Kita hanya akan menjadi penghalang "mimpi" Korea.
IF-X hanya menjadi pesawat "versi export"; dari KF-X, yang sendirinya hanya akan membawa tehnologi U.S. "versi export yang diperbolehkan".
Haidar |
31 Oct 2016 03:23:15
Dengan membeli gripen atau typhoon,indonesia akan memiliki pengalaman dalam merakit pesawat tempur yang tentu saja akan berguna dalam proyek IFX
Korsel sudah memberikan komitmennya untuk memberikan tot kepada Indonesia dalam program KFX / IFX walaupun kita tau teknologi yang di transfer banyak berasal dari US
Dan menurut saya produsen gripen atau typhoon siap dan mau membantu Indonesia dalam proyek IFX nantinya,dengan catatan Indonesia membeli salah satu dari pesawat tempur tersebut
Admin |
11 Nov 2016 20:55:25
@Haidar,
kita doakan lah agar masih ada kesempatan lain bagi SAAB Gripen masuk ke Indonesia, karena pengganti F5 "sudah tutup buku"...
Salam
Admin |
12 Nov 2016 09:00:56
@budianto,
boleh percaya boleh tidak, tp tender F5 sudah selesai dan dari beberapa kandidat skrng sudsh di seleksi dan sudah ada nama pemenang. hanya nego teknis dan harga final saja.
dalam beberapa bulan kedepan info resminya bakal di rilis.
salam
Admin |
12 Nov 2016 14:34:46
@tom,
silahkan di tunggu saja berita resminya beberapa bulan kedepan..
yang pasti persaingan pengganti F5 sudah selesai.
salam
GI |
31 Oct 2016 12:16:03
Meluruskan beberapa fakta lain:
==============
Namun pertanyaannya apakah hanya pesawat tempur Gripen saja yang sudah mendukung untuk hal Network Centric Warfare dan Sensor Fusion ini? Kemampuan Network Centric warfare ini sudah dimiliki oleh hampir semua pesawat tempur modern saat ini seperti F-16, FA-18 E/F Super Hornet, F-15, Dasault Rafale, EF Typhoon, F-22 raptor, F-35 Lighning II, Su-35S, varian Su-30, J-11, dan lainnya.
==============
Jawabannya: Tentu saja berbeda.
Saab Gripen-C/E mempunyai kemampuan Gripen-to-Gripen tactical Network TIDLS, dan juga kemampuan Link-16, yang equivalent dengan National Network sendiri.
Ini adalah dua kemampuan Networking yang berbeda.
Datalink dengan BVR, atau WVR missile modern adalah kemampuan yang berbeda lagi.
===================
Link-16 -- sistemnya seperti membagi koordinat kawan, ataupun lawan dalam satu frequency broadcasting umum yang dapat dibagi tidak hanya antar pesawat tempur, tetapi juga dengan semua asset udara lain (UAV, AEW&C, Sigint), asset di darat, ataupun di laut.
TIDLS adalah exclusively Gripen-to-Gripen networking yang mengkoneksi formasi antar 4 Gripen dalam 2-way datalink secara lebih erat in real time, dengan jarak jangkau maksimum 500 kilometer, dan hampir kebal untuk di-jamming.
## Swedia sendiri adalah pemilik propiertary tunggal dari TIDLS. Gripen sendiri adalah pesawat tempur pertama yang mempunyai kemampuan ini, sebelum US mulai mengaplikasikan sistem yang "similar to" ke F-22, dan F-35.
Bill Sweetman, penulis ex-editor IHS Jane's, dan sekarang editor untuk Aviation Week, mendeskripsikan kemampuan TIDLS secara lebih mendetail:
## Sensor Feed dari masing-masing Gripen, dan juga dari Link-16 dapat digambarkan dalam satu layar dalam cockpit keempat Gripen.
## Radar Raven ES-05, atau PS/05 doppler (Gripen-C) dapat beroperasi dalam "passive mode" sebagai receiver dari gelombang radar lawan, untuk mentriangulasi posisi lawan secara akurat, tanpa pernah perlu menyalakan radar secara active. Dengan demikian, lawan tidak akan pernah bisa melihat dimana posisi Gripen.
## Gripen kedua dapat menembakkan BVR missile (AMRAAM, atau Meteor), tanpa pernah perlu menyalakan radarnya, dengan mengandalkan sensor feedback hanya dari Gripen pertama.
## Active Guidance Seeker di Meteor, ataupun di AMRAAM bahkan tidak perlu menjadi aktif, sampai detik terakhir, dan dengan demikian meningkatkan probability Kill melebihi semua pesawat tempur lain.
Kelebihan di atas penting dikarenakan Active Guidance Seeker BVR missile, yang beroperasi secara independent dari radar pesawat induk, sebenarnya sangat rentan terhadap signal jamming dari DRFM Jammer pesawat lawan.
## Satu, atau dua Gripen juga dapat melakukan target tracking, sementara Gripen yang lain dapat melakukan jamming ke target, secara bersamaan, dalam satu gambaran di layar.
## Keempat Gripen dapat melakukan jamming secara bersama-sama, dan dengan Gallium-Niitride Jammer di EWS-39, yang dipadukan dengan Sensor Fusion Raven ES-05, akan dapat melakukannya dalam ribuan frequency yang berbeda.
## Kelebihan Sensor Fusion Gripen-E, yang dipadukan dengan TIDLS, memperkenalkan concept "Wide Spectrum Combat" (Wiscom), yang akan memungkinkan keempat Gripen-E untuk bergantian menyalakan AESA radar masing-masing, dalam ratusan, atau ribuan frequency yang berbeda, sehingga menyulitkan deteksi RWR pihak lawan.
## TIDLS bahkan memberikan kemampuan untuk pilot Gripen dapat "melihat" kalau wingman-nya ada dibelakang pesawatnya sendiri.
================
Singkat cerita, apa yang bisa didapat dari TIDLS, tidak akan bisa direplikasi pesawat tempur manapun dengan Link-16, atau datalink nasional lain, atau datalink abal2 versi Kommercheskiy Russia, yang kualitasnya meragukan, dan kecil kemungkinannya tersedia untuk export.
Gripen sbnrnya bisa memakai TIDLS, lebih dahulu daripada bisa memasang Link-16, yang compatible ke sistem NATO.
Seperti sudah ditawarkan Saab, mereka menawarkan pembuatan National Network "equivalent ke Link-16", untuk menghubungkan semua Alutsista baik udara, laut, dan darat.
NENU KEN WISHNU |
06 Nov 2016 15:42:50
Lebih baik sebagai peganti F-5 E Tiger, pilih F-22 Raptor walaupun mahal tapi effektif dan mematikan.Bisa mengantisipasi 4 pesawat F-16 Falcon dari lawan.Punya sifat stealth, bisa menembak kesamping kiri, kanan & kebelakang.omentar (wajib isi)
GI |
07 Nov 2016 16:28:09
Pespur ini masih jauh lebih modern dibanding F-22 yang sudah "kuno":
Incom T-65B X-Wing Starfighter
=================
http://starwars.wikia.com/wiki/T-65B_X-wing_starfighter
=================
Terjamin akan ada 100% Transfer-of-Technology,
dan tidak akan ada policy "versi export downgrade".
GI |
16 Nov 2016 14:44:39
Pernyataan anda ini boleh dibilang cukup menakjubkan:
==========
silahkan di tunggu saja berita resminya beberapa bulan kedepan..
yang pasti persaingan pengganti F5 sudah selesai.
==========
Fakta, atau hanya ”kata orang”?
Mana sumbernya?
Yah, dari awal tahun kita juga sudah mendengar ”katanya” mau beli Su-35.
”katanya” Presiden Jokowi akan meneken kontrak Su-35 di Moscow pada bulan Mei-2016.
Dan ini semua menurut berita resmi media massa.
Seyogyanya, mbok ya kita lebih percaya ke pengumuman resmi pemerintah re APBN 2016:
==========
http://www.antaranews.com/berita/576665/pemerintah-kembali-ajukan-revisi-apbn-2016
http://www.antaranews.com/berita/578122/alasan-di-balik-menkeu-sri-mulyani-pangkas-anggaran
==========
MenKeu Sri Muliani baru saja mengumumkan revisi APBN 2016, dan akan memangkas Rp 133 Triliun dari rencana pengeluaran pemerintah, termasuk Rp 68,8 dari Anggaran Pembangunan Daerah.
Kita harus mawas diri dalam analisa.
kenyataannya ekonomi sedang sulit. Penerimaan negara dibawah estimasi awal tahun 2015. Bukan saatnya untuk belanja barang ”mewah”, atau pengeluaran2 yang tidak memenuhi prioritas utama pemerintah.
... dan ternyata memang benar,
===========
http://www.antaranews.com/berita/584774/penerimaan-negara-per-agustus-capai-461-persen
===========
Sampai Agustus-2016 saja, penerimaan negara hanya mencapai 46,1% dari target APBN 2016, atau sekitar Rp 200 triliun di bawah target.
Tidak, tidak akan ada transaksi pembelian Alutsista baru dalam beberapa tahun ke depan.
Eranya masa ”asal beli” tanpa perhitungan daur hidup Alutsista sampai 20 tahun ke depan itu sudah selesai.
===========
http://www.antaranews.com/berita/574149/presiden-jokowi-kebijakan-alutsista-berdasarkan-kebutuhan-bukan-keinginan
http://www.antaranews.com/berita/574142/presiden-jokowi-ubah-pola-belanja-alutsista-jadi-investasi
===========
Harus selalu diingat terlebih dahulu:
Presiden kita yang sekarang sebenarnya adalah panutan yang baik, baik dari segi displin fiskal, dan dalam membedakan kebutuhan negara, dan kepentingan pribadi.
Beliau memilih untuk terbang kelas ekonomi ke Singapore, untuk menghadiri wisuda anaknya sendiri, bukan memakai pesawat kepresidenan.
Keperluan pribadi, bukan kebutuhan negara.
”Pengganti F-5E” saat ini sebenarnya sudah tidak lagi diperlukan.
TNI-AU masih menantikan kedatangan 10 – 11 lagi F-16C/D Block-25+.
Hal ini sendiri membutuhkan sekitar 20 qualified pilot + ground crew, training, dan persiapan sampai Sku-03, dan Sku-16 mencapai status IOC (Initial Operational Capability), karena Block-25+ akan membuka lembaran baru dari segi kemampuan dibanding semua yg ada.
Semuanya membutuhkan waktu, dan perjuangan tersendiri.
IMHO, kita tidak akan perlu membeli pesawat tempur baru, sampai saatnya Sukhoi Su-27/30 akan harus dipensiunkan, di tahun 2025-an.
Salam.
GI |
16 Nov 2016 14:47:52
Lebih lanjut...
Dalam artikel anda ini, hanya ada 1,078 word count untuk faktor positif yg anda tulis, sebaliknya 1,145 word count untuk faktor negatif; sebagiannya juga ”asumsi” anda.
## Gripen two-seater memang tidak pernah diperuntukan air combat, melainkan untuk conversion training. Twin-seater sebenarnya lebih berat, dan lebih draggy karena canopy-nya lebih besar; fuel capacity juga berkurang.
Baik Swedia, maupun Switzerland (dahulu kala) tidak berencana membuat Gripen-F.
Hanya Brazil yang berminat, dan kemudian dinobatkan sebagai lead contractor untuk Gripen–F. Kabar terakhir, Gripen-F akan dibuat menjadi pesawat tempur Electronic Warfare, seperti EA-18G Growler.
Sebagai PR untuk analisa anda, sebaiknya mempelajari presentasi Saab, yang ditampilkan dalam IndoDefence 2016 yang lampau, yang menggariskan bagaimana pola kerjasama yang ditawarkan ke Indonesia.
=========
http://saabgroup.com/Media/news-press/news/2016-10/saab-at-indo-defence-2016/
=========
Link Pdf:
http://saabgroup.com/globalassets/cision/documents/2016/20161028-saab-at-indo-defence-2016-en-1-1212634.pdf
=========
Pertimbangkan sendiri secara obyektif, apakah mungkin negara kita akan pernah mendapat tawaran yang lebih baik, dari para penjual “pesawat versi export downgrade”
Sy sendiri cukup sibuk sekarang, jadi tidak akan sering berkunjung ke blog anda.
Salam.
Admin |
16 Nov 2016 15:29:05
@GI,
silahkan mas berargumen panjang lebar, bagi saya pembahasan ini sudah tidak menarik dan sudah game over.
Saya lbh tertarik membahas apa setelah pengganti F-5.
percaya silahkan, tidak percaya juga silahkan.
Salam
GI |
19 Nov 2016 13:22:46
Ini memang blog anda, yah, apa yg mau ditulis itu memang terserah anda.
Hanya saja yah, namanya kalau membuat blog yg baik, ya, harus bisa mempertanggungjawabkan apa yg sudah dituliskan.
Yah, mungkin pernyataan anda benar, mungkin juga tidak.
Seperti diatas, sikon sih tidak memungkinkan "pengganti F-5E"; untuk apa?
Anda juga bebas boleh percaya, boleh tidak.
Dahulu kala, diskusi disini lebih menarik, dan artikel anda cenderung lebih kritis mencari solusi pertahanan Indonesia.
Imho, skrg anda sudah memaparkan jelas arahan dari blog ini kemana. Kembali, terserah anda.
Abang sayang |
17 Feb 2017 22:32:41
Mungkin adminnya lelah bung GI, dan setelah membaca tulisan bung GI, saya jadi percaya, gripen lebih dibutuhkan oleh indonesia, btw, saya flanker mania, tp setelah membaca tulisan bung GI, saya jadi lebih mengenal gripen dan mulai menyukainya. Thanks.