OperatorMASTER-T |
04 Nov 2014 14:23:49
Kenapa Saya bilang "wanabe" ??
anda Tahu ?
External Centerline Fuel Tank ( ECFT ) , itulah yg saat ini ditambahkan oleh SAAB di Gripen E/F dan NG setelah mereka failed Bid di beberapa negara. karena gagal dalam data performance combat radius. ( 1300 Km ?... xixixi wanabe kan?? , semua pesawat juga bisa klo gitu). ya jadinya UnderPerformance dgn mesin yg hanya 13,000 Lbs...
http://gripen4canada.blogspot.com/p/how-the.html
Gripen-Indonesia |
04 Nov 2014 15:18:24
Memang kadang terlalu mudah untuk meremehkan kemampuan Gripen-E. Apalagi kalau tidak perlu / mau membaca fakta2 di atas yang menjadikannya pilihan terbaik untuk Indonesia.
Pertanyaan balik:
Apakah negara2 tetangga tidak akan tidur PULAS kalau Indonesia membeli Su-35?
Menurut standar NATO, pilot pesawat tempur membutuhkan 150 jam terbang per tahun.
Dengan biaya operasional (paling sedikit) Rp 500 juta per jam ( x 16 pilot x 150 jam), ini artinya biaya *latihan wajib* (untuk bisa menyamai kemampuan Australia dan Singapore) untuk 1 Skuadron Sukhoi Flanker saja sudah Rp 1,2 Triliun per tahun. Belum termasuk biaya spare part dan tambahan lain. Dua skuadron = Rp 2,5 Triliun -- dan karena Su-35 adalah tipe yang sama sekali berbeda dibanding Su-27/30 yang sudah dibeli, akan banyak "hidden cost" yang menyertai pembelian ini.
Ini yang lucu.
Biaya Rp 2,5 Triliun untuk 2 Skuadron Sukhoi Flanker itu sebenarnya cukup untuk melatih pilot untuk 15 Skuadron F-16 (240 pesawat tempur), yang biaya operasionalnya hanya Rp 70 juta per jam.
Harap diketahui saja, pembelian pesawat tempur itu tidak seperti membeli mobil. Hari ini keluar 100 juta, abis itu biaya servis murah.
Biaya yang harus dikeluarkan negara untuk membeli pesawat tempur itulah hanyalah harga DP (Down Payment) 25% dari investasi Alutsista selama 30 tahun.
75% biaya lainnya adalah biaya support, upgrade, dan maintenance, untuk memastikan senjata modern yang sudah dibeli itu tetap berada di titik puncak kemampuannya untuk 30 tahun ke depan. Biaya ini berbeda dengan biaya operasional per jam yang sudah disebutkan diatas.
Jelas keseluruhan biaya 32 pesawat yang mungkin bisa mencapai Rp5 Triliun per tahun akan menimbulkan konflik dengan sendirinya dalam pembagian anggaran militer. TNI-AL dan TNI-AD juga akan cepat untuk menunjuk pesawat yang menyedot terlalu banyak proporsi anggaran militer untuk TNI-AU.
Karena faktor di atas, Su-35S hanya akan menjadi beban finansial dibandingkan Alutsista. Kemungkinan besar jam terbang setiap pilot di kedua Skuadron Flanker (3 variant yang berbeda) tidak akan pernah mencapai 150 jam per tahun. Support dan upgrade juga akan dipangkas seminimal mungkin, karena kita selalu mau beli murah.
Walaupun Australia dan Singapore sekarang ini hanya memakai F-18F Super Hornet dan F-16 Block-52+; kedua negara tetangga ini memiliki keunggulan yang jauh lebih tinggi didalam Aerial Networking, Training, Infrastruktur (pangkalan, radar, AEW&C, dan Air Tanker), persenjataan, dan tehnologi.
Mereka akan bisa melihat dengan jelas, bahwa 16 - 32 Su-35S Indonesia dengan training dan support yang minimal, tidak akan pernah menjadi ancaman yang berarti. Justru mereka akan tidur semakin pulas.
Sebaliknya 16 sampai 32 Gripen-E dengan training yang memenuhi standar NATO (karena tidak terbebani biaya operasional yang mahal), aerial networking terbaik di dunia (compatible ke Link-16, tapi tidak tergantung US), persenjataan yang setingkat lebih unggul dibanding Australia dan Singapore, dan fleksibilitas untuk bisa dipangkalkan dimana saja, memberikan kemampuan untuk TNI-AU berdiri sejajar dengan semua Angkatan Udara lain. Ditambah investasi yang lebih menyeluruh untuk membangun Aerial Networking terpadu di seluruh Indonesia, yang menyatukan informasi dari setiap satuan radar, dengan network di komputer Gripen-E.
Melektech |
04 Nov 2014 16:22:05
Wah warga warung sebelah mulai bermigrasi kemari rupanya
@OperatorMASTER-T
Sama pak
Tetangga kita juga akan tidur pulas apabila kita JADI BELI Su-35.
Karena dengan kita beli Su-35, maka pesawat lain akan di grounded (Hawk, F-16, T-50), karena tidak bisa beli suku cadang dan tidak bisa beli bahan bakar.
Semua keuangan DISERAP HABIS oleh biaya pemeliharaan dan Bahan Bakar Su-35
Jadi yang siap tempur hanya Sukhoi saja, pesawat lainnya harus mengalah.
Itulah mengapa yang Intercept penyusup kemarin yang bisa hanya Sukhoi, karena Hawk radarnya rusak, F-16 juga. ngak bisa beli karena uangnya habis buat menerbangkan Su-27/30
Praktis yang siap tempur hanya 12 unit Su-27SKM/30MK2 Vs 130 unit lebih F/A-18 Austalia
Yang benar saja...........................
OperatorMASTER-T |
04 Nov 2014 22:56:48
@Gripen @MelekTech
wheew..Anda Berdua ini dengan terus Menekankan COST..COST..COST..! ,
Persis Sales yah? he he he, persis yg ada di websitenya SAAB..., setelah Failed BID di bbrp Negara.
Tapi Maaf, Operator Blom tentu sependapat Sepertinya!.., Kenapa?
-.Kalau mereka Hanya menekankan COST semata, Buktinya mereka malah menunjukkan Kemampuan Flanker di dua minggu terakhir ini, dengan berhasil mengejar 3 kasus Lasa-x dan force down menggunakan Flanker, padahal mereka tahu cost nya lumayan, dan Juga Mereka juga Tahu kalau Viper + drop Tank juga Bisa dijadikan interceptor, (walau performance jadi kurang), dan walau mereka Tahu Yg dikejar hanya pesawat sipil Sekelas Jet GulfStreamIV. ya karena Jawabannya mereka punya sesuatu yg lebih bisa di andalkan. Apa jadinya kalau saat proses intercept gagal, apa kata Rakyat?, apa kata Tetangga?
-Kalau cuma kegiatan latihan, bolehlah dengan pendekatan cost, Tapi saat proses LAW ENFORCEMENT nggak akan main2 mereka, kedaulatan = HARGA MATI. jadi Pendekatan COST di proses Law Enforcement bukanlah hal yg Utama.
OperatorMASTER-T |
04 Nov 2014 23:17:02
Quote: Apakah negara2 tetangga tidak akan tidur PULAS kalau Indonesia membeli Su-35?
# Tergantung, apalagi klo beli lebih dari 1 Skuadron, Maka Nightmare mereka akan menjadi Jadi, Karena Fitur Stealth di F35 mereka menjadi tidak berguna dengan Radar L-Band . ini sudah terbukti , malahan frontal dgn F22.
( VLO RCS 0,01m2 terdetect dalam 90 Km ), apalagi plus dgn FLIR yg baru. Karena apa?,
RAM di F35/F22 mereka tidak akan Efektif bila di scan dg Radar VHF , Krn krn RAM dan Fiber Carbon pun akan memantulkan Gelombang kembali.
beda halnya dengan radar X-BAND di UHF, maka frek akan di serap oleh RAM.
Dengan adanya Monster yg Significant ini, sudah dipastikan akan makin Mengigau mereka Tidurnya. Trus sepertinya besok nyembah2 minta Raptor. :)
-Kita Sebagai User, Pastinya faktor PERFORMANCE adalah Hal Utama.
KucingSiUnyil |
04 Nov 2014 23:56:29
Tenang Bung @Melektech
Defence Budget naik ke 1,5% GDP
MEF II dan III bakalan Seru nih.
Welcome 636 project,new Flanker squad,Mutant Changbogonya PT PAL, Sigma class..
OperatorMASTER-T |
05 Nov 2014 00:37:07
@Melektech
#Quote: kemarin yang bisa hanya Sukhoi, karena Hawk radarnya rusak, F-16 juga. ngak bisa beli karena uangnya habis buat menerbangkan Su-27/30
=>> Haloo..., Sudah Mulai kelihatan Absurd nih, Statement Tanpa data yg Jelas. hahahha... , ada Bukti? ..jgn Nyebar HOAX dunk..!
>Lha ini, Barusan Ngapain Mereka Di Dumai? si F16, Hawk, Sukhoi ? , mrk Reunian ya?
http://www.tribunnews.com/regional/2014/10/30/sejumlah-pesawat-tempur-tni-au-terlibat-dalam-latihan-hanudnas-di-dumai
http://militerindonesiamy.blogspot.com/2014/10/sejumlah-pesawat-tempur-tni-au-terlibat.html
=>Trus Kemarin Ngapain si T50i dan F16 Di Biak Papua? Weekend Ya?
http://www.aktual.co/politik/213221latihan-di-papua-tni-au-pakai-pesawat-baru
http://jakartagreater.com/latihan-intercept-tni-au-di-papua/
Melektech |
05 Nov 2014 07:29:23
@OperatorMASTER-T
Wah wah wah bahaya nih, ........kalau pengen bikin kekacauan...jangan disini....silahkan dilanjutkan di warung sebelah saja.
USER ??? .............yang bener saja, paling hanya FANBOY (baru) dari warung sebelah.
makanya pertanyaan sampean lucu-lucu, la wong sudah jelas hanya latihan saja, jelas jauh sekali maknanya dengan Intercept.
Pertanyaan yang sama sekali ngak ada hubungannya
Saya mohon jangan bikin KEKACAUAN disini, silahkan anda pindah di warung sebelah
@Admin.................mohon ditertibkan, kasihan yang mulai serius
Melektech |
05 Nov 2014 08:04:10
@OperatorMASTER-T
Menhan Ryamizard Ryacudu :
"Dulu (Era SBY) kita beli, sekarang kita ditengah-tengah (Mulai bisa produksi sendiri), besok harus bisa semuanya diproduksi sendiri"
Gripen dan Typhoon sudah bersedia melakukan ToT
Kalau Su-35 disertai ToT (Open System), ngak papa, masih bisa diterima, berarti sesuai dengan pakem Menhan.
Kalau Anda @OperatorMASTER-T "ngaku" User seharusnya tunduk pada pimpinan, kalau tidak tunduk maka dianggap DESERSI / PENGKHIANAT
Atau hanya sekedar ngaku-aku saja alias Palsu (dari tulisan sampean kelihatan sekali)
Gripen-Indonesia |
05 Nov 2014 09:13:29
Diskusi ini semakin lucu yah?
@OperatorMASTER-T
"... menekankan COST COST COST..."
Memang COST adalah faktor utama bagi setiap Angkatan Udara di dunia.
Untuk apa memiliki pesawat tempur berat tapi tidak cukup training, dan tidak cukup untuk di upgrade? Ini kan sama dengan pembelian macan kertas?
Saya sudah tuliskan di atas. Pembelian Su-35 untuk Indonesia akan menuju Financial Nightmare di masa depan.
Walaupun TNI-AU sudah maju jauh dibanding 10 tahun yang lalu, jangan lupa juga, Australia dan Singapore juga sudah jauh lebih maju lagi. Dengan kata lain, kita maju dua langkah, mereka sudah maju empat atau lima langkah.
Dalam 10 tahun ini, mereka sudah semakin rajin berlatih dalam Aerial Networking, latihan bersama, keduanya memperkenalkan AESA radar di armada mereka (F-15SG, F-18F -- Indonesia masih juga belum punya), Australia menambah AEW&C sebagai komponen baru dalam armada mereka, dan keduanya juga sudah membeli KC-30A Tanker.
Indonesia masih punya banyak kekosongan yang harus diisi dalam jajaran pertahanan udaranya. Kita masih memerlukan AEW&C seperti Wedgetail Australia, agar lebih mudah mengawasi teritorial yang sedemikian luas. Dan kita juga membutuhkan integrasi peralatan radar dari Sabang-Merauke. Untuk Air Tanker baru, ini juga suatu kebutuhan, karena saat ini hanya ada 2 KC-130B. Terakhir, TNI-AU juga masih harus membeli BUANYAAK sekali missile generasi baru.
Indonesia sudah membeli BVRAAM, bukan? RVV-AE (R-77)? Tapi hanya baru membeli 50 unit di tahun 2012. Paling tidak Su-27/30 sudah dipersenjatai. Tetapi baru saja membeli BVRAAM bukan berarti Indonesia bisa bersaing dengan Australia dan Singapura, yang bukan hanya memiliki ratusan AMRAAM C7, mereka juga memiliki lebih banyak pesawat yang bisa menembakkan BVRAAM, dan mereka sudah berlatih bertahun2.
Indonesia tidak akan punya cukup uang untuk bisa bersaing dari segi training, infrastruktur, dan persenjataan, kalau uangnya akan teru sdihabiskan untuk proyek macan kertas Su-35S.
## Kembali ke soal COST, untuk Angkatan Udara terbesar di dunia...
Tidak tahukah anda, pada tahun 1970-an itu, sebenarnya US Air Force ingin membeli F-15 hanya sebagai satu2nya pesawat tempur mereka?
Sayang, pesawat tempur berat dengan 2 mesin afterburner turbofan untuk Generasi ke-4 itu datang dengan harga beli, dan ongkos operasional yang mahal.
Inilah cikal bakal lahirnya F-16. THe "fighter Mafia" yang dipimpin John Boyd dan Thomas P. Christie mendorong lahirnya lightweight fighter sebagai pendamping F-15 yang terlampau mahal.
http://en.wikipedia.org/wiki/Fighter_Mafia
Lihat hasilnya sekarang.
F-15 di USAF berjumlah sekitar 400 unit, sedangkan F-16 berjumlah 800 unit.
Berapa banyak negara NATO yang juga membeli F-15?
Tidak ada.
Semuanya (Belanda, Belgia, Denmark, Norwegia) memilih untuk membeli pesawat tempur ringan F-16, walaupun anggaran militer mereka jumlahnya berkali-kali lipat dibandingkan Indonesia, yang anggaran militernya tetap saja, termasuk yang paling rendah di dunia.
## Dunia Fantasy
Memang semua negara pasti mau untuk mengoperasikan pesawat tempur terbaik - F-22. Tetapi ini adalah dunia nyata, COST adalah salah satu aspek penting dalam pemilihan senjata. Lihat saja, USAF harus mengurut dada, saat produksi F-22 dipotong dari awalnya 750 unit, menjadi 339 unit, dan lalu mendapat pangkasan terakhir di 187 unit.
F-111C Australia juga adalah pembom supersonic yang bisa terbang rendah, dan memiliki kemampuan untuk memukul Lanud Iswayudhi dan Sultan Hassanudin di hari-H. Tidak akan ada satupun pesawat TNI-AU bisa sempat terbang sebelum dihancurkan F-111C.
Tetapi, Australia juga terpaksa mempensiunkan F-111 karena setiap jam terbangnya, membutuhkan 170 jam maintenance:
http://www.dailytelegraph.com.au/f-111-the-raafs-white-elephant-in-the-sky/story-e6freuy9-1225757243738?nk=97a11b6fe8fed303fab996d475703745
Yah, di dunia fantasy, kita semua berharap Indonesia bisa membeli 100 unit Su-35S, mahir dalam menggunakannya. BIaya operasional dan upgrade tidak jadi soal, karena PT DI bahkan bisa memproduksi semua komponen yang diperlukan. Anti-Embargo. Pesawat tempur superior!!
Sayang, realita memang jauh dari mimpi2 yang bagus.
Memang Anggaran militer Indonesia masih dinaikkan, dan memang sudah seharusnya, karena pada awalnya alokasinya sudah terlalu rendah.
Tetapi konsentrasi harus tetap diberikan ke sektor2 non-militer, karena Indonesia masih merupakan negara berkembang. Realitanya, tidak seperti negara2 Asia lain yang memiliki banyak sengketa di perbatasan (India, China, Pakistan), Indonesia saat ini tidak benar2 menghadapi ancaman yang berarti. Ini menurunkan prioritas anggaran pertahanan, walaupun bukan berarti kita tidak bisa siap tempur!!
## Realita
Disini adalah diskusi untuk Gripen-E sebagai pilihan utama pengganti F-5E.
Kalau memang mau memasukkan argumentasi baru, tolong siapkan fakta2nya, dan sajikan dengan baik.
Untuk apa menyerang terus pilihan Gripen-E, kalau tidak bisa menyajikan fakta2 baru yang bisa menjawab kedua pertanyaan terbesar mengenai pembelian Su-35S:
1. Apakah Indonesia kuat membayar biaya operasional dan upgrade untuk pembelian yang sedikit (16 unit)? Apakah Indonesia bisa membeli sampai 100 unit untuk menurunkan biaya2 di atas? Semakin sedikit unit yang dibeli, akan semakin mahal biaya operasional, dan upgrade.
Perbandingan 25:75 tadi untuk pembelian pesawat tempur baru: Biaya upgrade dan support; untuk Su-35S bisa menjadi 10:90. Ini adalah faktor resiko yang tidak bisa dihindari.
2. Apakah pembelian Su-35S akan melahirkan pilot2 Indonesia yang benar2 bisa menguasai semua kemampuan pesawat tsb? Anda sudah menulis sendiri, kemungkinan lawan kita adalah F-35. Apakah Indonesia sudah cukup bisa menguasai persenjataan (missile dan system) buatan Russia? Apakah kita akan punya cukup training untuk bisa menguasai kemampuan Su-35, R-73 dan R-77 missiles?
Beberapa tahun lalu ada pembicaraan dengan India mengenai masalah support dan training untuk Su-27/30 Indonesia. Ini baru akan menjadi langkah AWAL yang baik. Tapi pernahkan kita mendengar ada kelanjutannya dari itu?
Gripen-Indonesia |
05 Nov 2014 09:37:45
@OperatorMASTER-T
Kalau mau menunjuk referensi yang berarti, tolong jangan tunjuk tulisan di Blog2.
Blog selalu penuh dengan pendapat orang awam, yang kebanyakan belum tentu belatar belakang militer atau aviation.
Untuk peristiwa militer Indonesia, kunjungi saja sumber resminya:
http://tni-au.mil.id/berita
Atau tambahkan informasi dari website2 resmi berita Indonesia, seperti Kompas dan Tempo.
Dan cobalah untuk menyajikan argumen anda dengan rumusan yang lebih berbobot. Saat ini sebenarnya agak susah untuk mengerti apa yang anda maksud.
Saya hanya bisa menangkap inti tulisan anda seperti ini: "Beli Su-35 karena tipe ini HUEBAT! Pokoknya Indonesia HARUS membeli Su-35! Saya TIDAK PEDULI dengan semua faktor lain! Pokoknya HARUS Su-35!"
Kita justru ingin mendengar faktor2 yang mendukung pemilihan Su-35S untuk Indonesia; Apakah ada cukup dana? Bagaimana? Kenapa?
Tolong sajikan argumen anda melalui analisa fakta2 dari website-website factual yang lebih berbobot. Saya menyarankan kunjungi website2 seperti ini, dan cobalah research subject Su-35 atau Gripen-E:
www.flightglobal.com
www.aviationweek.com
www.defenseindustrydaily.com
Atau cobalah membaca majalah "Combat Aircraft Weekly".
Semua memang dalam bahasa Inggris, dan ditulis pengamat2 militer yang sudah jauh berpengalaman puluhan tahun; mungkin juga dari latar belakang industry militer / aviation yang juga jauh lebih maju daripada Indonesia.
Gripen-Indonesia |
05 Nov 2014 09:56:23
Referensi tambahan tentang Anggaran militer (dan kenapa ini penting).
Anggaran militer negara2 ASEAN (fokus lebih ke Singapore pertama, Indonesia kedua):
http://www.economist.com/node/21551056
Debat tentang anggaran militer Australia:
http://www.themonthly.com.au/issue/2012/september/1346903463/hugh-white/middling-power
Masalah yang dihadapi anggaran militer Indonesia sendiri:
http://www.thejakartapost.com/news/2013/08/23/new-tni-leadership-and-defense-budget.html
Gripen-Indonesia |
05 Nov 2014 12:41:55
Tambahan lagi bagi Su-35 lovers...
Kebanyakan informasi mengenai semua kelebihan Su-35 didapat dari Ausairpower.net. Apa yang sudah dituliskan di kebanyakan blog Indonesia, membawa bukti bahwa penulisnya sudah pernah membaca website ini.
Cobalah untuk meninjau ulang website ini dengan kepala dingin.
Kebanyakan apa yang sudah dituliskan disana, BELUM terbukti. Website ini adalah website analisis dengan motivasi untuk mendorong Australia untuk membeli F-22A (TIDAK MUNGKIN TERJADI! Produksi F-22 sudah berakhir, US Senate tidak mengijinkan export!). Ini berarti, memang analisis di Ausairpower HARUS melukiskan Su-35S sebagai senjata yang tidak bisa dikalahkan.
Sejak Ausairpower.net berhenti di-update (karena misi awalnya sudah gagal total), dunia aviation sudah berubah.
** Luftwaffe Eurofighter Typhoon sudah berhasil menembak jatuh F-22A di dalam latihan Red Flag:
http://www.dvice.com/archives/2012/08/f_22_raptors_pr.php
** Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, dan Gripen NG juga sudah di update dan diperlengkapi dengan AESA radar dan Meteor BVRAAM. Ketiga jenis ini dari awalnya dirancang untuk menghadapi keluarga Su-27/30/35, karena negara2 pembuatnya bertetanggaan dengan Russia, yg dewasa ini juga semakin agresif di konflik Ukraine.
(Tetapi Ausairpower begitu mudah mengenyampingkan ketiga pilihan Eropa ini, karena F-22 is the best! Tidak pernah ada analisa independent untuk menampilkan ketiga pilihan ini sebagai alternatif untuk Australia kalau mereka sedemikian takut dengan siluman Su-35)
** Meteor BVRAAM sudah mulai memasuki produksi. Kelebihan missile ini hanya disinggung terlalu sedikit didalam Ausairpower
(semuanya memang kelihatan jelek disana kecuali F-22 dan Su-35 -- yg waktu itu juga belum selesai development-nya).
http://www.ainonline.com/aviation-news/farnborough-air-show/2012-07-08/theres-no-escaping-mbdas-meteor-missile
** Pengalaman India dengan Russia sebagai supplier utama persenjataan mereka, tidak pernah disinggung. Faktanya: Sukhoi Flanker Generasi 4++ bukanlah pesawat yang termasyur dari segi reliability:
https://www.defenseindustrydaily.com/india-ordering-modernizing-su-30mkis-05852/
** Ausairpower dalam prakeknya menakut2i publik Australia dengan kemampuan Su-35, juga lupa untuk menulis bahwa perlu ada negara Asia yang punya kocek yang sangat TEBAL untuk mengoperasikan tipe ini untuk bisa mengancam Australia. Kenyataannya sendiri, export market Su-35S juga tidaklah begitu cerah karena bermacam2 faktor:
http://www.defenseindustrydaily.com/russias-su-35-mystery-fighter-no-more-04969/
Tentu tidak pernah ada perhitungan soal upgrade, reliability, dan support dari Russia, yang dewasa ini dikenal kurang suportif. Faktanya adalah pesawat tempur baru, apalagi buatan Russia, mengandung "the unknown factor". NPO Saturn menuliskan bahwa mesin 117S mempunyai ketahanan sampai 4,000 jam. Kita belum bisa melihat, karena belum ada 1 Su-35S yang sudah mengantongi sebegitu banyak jam terbang.
Sedangkan mesin AL-31F dan AL-31FP di Su-30MKI/MKM/MKA -- sudah terkenal sebagai mesin yang cepat hancur / cepat diganti. Dari segi ketahanan jauh dibawah dibandingkan mesin buatan Barat seperti EJ200 (Eurofighter), P&W F100, GE F110 dan GE F404/F414.
Jadi boleh dibilang kalau terlalu percaya akan kelebihan Su-35 hanya berdasarkan Ausairpower.net, boleh dibilang adalah jebakan terselubung! Untungnya, sampai saat ini, kebanyakan Angkatan Udara masih mengurungkan niat untuk membeli Su-35.
Terlepas dari faktor2 yang terlalu menonjolkan Su-35, analisa Ausairpower.net tentang F-35A/B/C sendiri secara terpisah, memang cukup akurat, karena beberapa website juga menyajikan kesimpulan yang sama:
http://www.defenseindustrydaily.com/the-f-35s-air-to-air-capability-controversy-05089/
http://www.military.com/features/0,15240,186349,00.html
http://www.defense-aerospace.com/article-view/feature/135080/f_35-reality-check-10-years-on-(part-1).html
https://medium.com/war-is-boring/fd-how-the-u-s-and-its-allies-got-stuck-with-the-worlds-worst-new-warplane-5c95d45f86a5
Website terakhir adalah Blog, tapi ditulis oleh seseorang yang punya pengalaman dan kredential yang solid:
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Axe
Kesimpulannya:
Su-35S bukanlah satu2nya pesawat yang bisa menaklukkan F-35A/B/C kalau ini tipe yang paling ditakuti. Karena sebenarnya, memang tidak ada yang harus ditakuti dari F-35A/B/C.
Saat ini orang2 Barat (termasuk Korea Selatan dan Jepang) masih sibuk membohongi diri sendiri untuk membeli pesawat yang secara fundamental sudah salah desain.
Dan apa yang saya paling tunggu?
Lihat dahulu kemampuan F-35 di Red Flag exercise.
Saya rasa tipe ini bahkan akan kesulitan menghadapi F-15 dengan APG-63v3 (AESA), F-16 Block-60, dan Eurofighter Typhoon Tranche-3.
Tapi mengingat development-nya yang sudah begitu berantakan dan begitu lama, mungkin kita masih harus menunggu beberapa tahun lagi.
Admin |
05 Nov 2014 12:50:25
@All,
maaf baru bisa joint koment sekarang. dari tadi sudah coba koment dari Mobile problm terus karena sinyal lg jelek
@OperatorMaster-T,
Terima kasih atas komentarnya. saya setuju kalau Su-35 BM cukup memiliki efek gentar yang baik karena beberapa keunggulannya. saya sendiri sangat menyukai pesawat tempur ini, mas bisa cek beberapa tulisan saya terdahulu dalam blog ini.
tetapi saya memandang bahwa bukan hanya efek gentar yang dibutuhkan Indonesia, tapi fighter dengan biaya operasional yang terjangkau untuk ukuran indonesia menjadi pertimbangan yang tidak kalah penting. kenapa saya katakan demikian?
pertama harus kita sadari, bahwa Anggaran militer Indonesia terbatas.. dan anggaran itu harus di maksimalkan agar alutsista TNI semuanya bisa "ready to fight". artinya gak hanya sukhoi, tapi F-16, Hawk, T-50, alutsista AD, alutsista AL dan lainnya semua harus bisa ready 100% berbarengan. kita tidak bisa hanya fokus membiayai biaya operasional 1 alutsista dan mengabaikan alutsista lainnya.
nah disinilah pentingnya pertimbangan "operasional cost dan maintenance cost" yang terjangkau agar bisa ready 100% dengan kondisi anggaran militer Indonesia.
lalu kenapa sih Operasional cost dan maintenace cost penting? katakanlah kita beli banyak pesawat X sekarang dan sudah di bayar lunas menggunakan anggaran militer. lalu setelah itu apakah anggaran militer tidak tersedot untuk mengaktifkan alutsista tersebut? jawabannya adalah Indonesia harus menyediakan anggaran untuk operasional dan maintenace selama 30 tahun kedepan, yang kalau di akumulasi nilainya akan jauh lebih besar dari pada biaya pembelian alutsista X tersebut.
artinya adalah sebenarnya yang paling membebani anggaran nantinya adalah biaya operasional dan maintenace, bukan biaya pembelian.
lalu pertanyaannya adalah apakah anggaran militer Indonesia mampu untuk membiayai biaya operasional Su-35 BM dalam rentang 30 tahun kedepan dengan ketentuan keseluruhan Su-35 BM yang di beli harus ready 100% setaip saat? itu yang menjadi pertanyaan besar yang harus di jawab oleh pemerintah Indonesia.. dalam hal ini menteri keuangan yang akan cemberut...
terkait komen mas seperti ini :
"wheew..Anda Berdua ini dengan terus Menekankan COST..COST..COST..! ,
Persis Sales yah? he he he, persis yg ada di websitenya SAAB..., setelah Failed BID di bbrp Negara.
Tapi Maaf, Operator Blom tentu sependapat Sepertinya!.., Kenapa?
-Kita Sebagai User, Pastinya faktor PERFORMANCE adalah Hal Utama.
"
ya saya setuju, user dalam hal ini TNI AU pasti menginginkan yang terbaik bagi alutsista yang mereka tunggangi.. masalah anggaran ya pemerintah yang mikirin. namun saya melihat pandangan mas masih terbatas kepada apa keinginan user, belum mengakomodir bagaimana keinginan user dan bagaimana kemampuan pemerintah..
dalam hal ini saya berpendapat bahwa kita tidak boleh hanya fokus apa mau user, tapi harus juga dibarengi sebara mampu pemerintah kita. Sama seperti sebuah keluarga, anaknya bisa saja minta Motor Ninja R buat transportasi sehari-hari kesekolah. Semantara si ayah hanya mampu membeli dan membayar biaya operasional Motor bebek 125 cc, apakah si ayah harus nurut keinginan si anak? belum tentu....
maka dalam hal ini, saya berpendapat pandanglah proses penentuan pengganti F-5 TNI AU ini dalam pandangan Indonesia secara utuh. bukan pandangan partial dari satu sisi saja.. selain pandangan dari sudut user, perlu pandangan dari sudut keuangan (mentri keuangan), sudut kebijakan luar negeri, sudut visi industri dalam negeri, sudut politik internasional, dan lainnya...
artinya cara kita memadang satu masalah tidak boleh hanya satu sisi saja dan menjustifikasi bahwa itulah yang paling benar.
just IMHO
cmiiw
salam Admin
Admin |
05 Nov 2014 13:15:37
@OperatorMaster-T dan All,
menyambung komentar saya diatas, apakah ada contoh kasus dimana keinginan user dalah hal ini TNI AU bisa berbeda dengan kebijakan pemerintah setelah mempertimbangkan banyak faktor seperti saya sebut diatas?
jawabannya ADA.. kita flashback kembali kebeberapa tahun belakangan ketika TNI AU akan mengganti pesawat transport Fokker-27 yang sudah menua, dimana kandidatnya adalah C-27 Spartan dari Italia/Amerika dan C-295 dari Spanyol (pengembangan CN-235).
pada awalnya user dalam hal ini TNI AU dikabarkan lebih condong memilih C-27 Spartan karena faktof keunggulannya dalam beberapa hal secara teknical. namun setelah diajukan ke pemerintah, pemerintah malah lebih memilih C-295 dengan pertimbangan komminity dengan Cn-235 dan adanya kemungkinan produksi lokal C-295 karena dasarnya adalah CN-235 yang sudah sangat dikuasai Indonesia. itu juga memberikan dampak positif besar bagi industri dirgantara Indonesia.
jadi bisa dipelajari dari kasus ini bahwa tidak selalu apa keinginan user harus di turuti pemerintah. Tapi memang benar pertimbangan dari User HARUS benar-benar diperhatikan oleh pemerintah meski bukan mutlak harus di turuti.
inilah yang saya sebut cara pandang menyeluruh sebagai bangsa Indonesia, bukan pandangan partial sebagai user semata.
maka dalam pengganti F-5 ini, kita pun sudah mendengar dengan jelas beberapa kali pangalima TNI menyebut bahwa Su-35 BM adalah kandidat terkuat pengganti F-5. tapi kembali harus kita ingat, pernyataan beliau itu adalah mewakili user (TNI) belum mewakili cara pandang pemerintah Indonesia secara keseluruhan. namun harus disadari bahwa keputusan apa pengganti F-5 bukan di tangan user, tapi di tangan pemerintah.
just IMHO
salam
OperatorMASTER-T |
05 Nov 2014 19:54:12
@Melektech
>Wheww...kelihatan PANIK nyaaaa... Ketahuan tukang Nyebarin HOAX dimana2 Ya?, Pantesan disebelah Dicaci-maki, Migrasi Kesini ya?.......Hahhahaha...! ,
You Lost Your Credibility..! :)
....................
@Gripen
> Selanjutnya... "Don't Be More Panic SalesMan...!"
> Kenapa Gripen Di Banyak2 Negara Failed Bid, Karena Mereka( si User) Jeli dalam Menginvestigasi dan Mengevaluasi Performance si Contender. kita ambil satu contoh deh, Switzerland:
Hasil Evaluasinya memutuskan : "The parliamentary security commission found that the Gripen offered the most risks", which had rated the Gripen as performing substantially below both the Rafale and the Eurofighter"
Silahkan Baca Hasil Evaluasinya !
http://kovy.free.fr/temp/rafale/pdf/12332.pdf
http://lignesdedefense.blogs.ouest-france.fr/files/rapport suisse.pdf
http://rafalenews.blogspot.in/2012/02/switzerland-evaluation-report-quick.html
Data Evaluation India,Poland,Netherland Juga ada... , Selamat Jualan..! :)))
@Admin
Yup, Kita Tunggu aza deh, Memang Banyak Faktor2 Penentu, Tiap2 Negara Berbeda2 Requirementnya, Apalagi Sebuah Negara yg Geografisnya Luas dengan GeoPolitik Spt Indonesia, Pasti Requirement Factornya Berbeda Dgn Thailand dan Singapore.
Melektech |
05 Nov 2014 21:22:23
@ OperatorMASTER-T
Lucunya anda ini, untuk apa panik, saya ngak rugi sama sekali, uang saya di bank tetap kok jumlahnya.
Yang caci maki siapa ? di warung sebelah memang doyan caci maki murahan, isinya saling ejek mengejek, sangat kumuh sekali, banyak Artikel/Komentar yang bikin ketawa
Maka dari itu saya pindah kemari, karena lebih dewasa, lebih Intelek.
Banyak Ilmu yang saya dapat dari sini.
TOLONG JANGAN GANGU KAMI.............
Silahkan melampiaskan hobi caci-maki anda di warung sebelah saja.
Admin |
05 Nov 2014 21:50:58
@OperatorMaster-T dan @Melektech,
mohon dengan sangat jangan bawa bawa masalah JKGR ke mari. saya sangat tidak suka jika blog saya dijadikan tempat adu caci maki.. saya ga perduli siapa anda dan dari mana asal anda, selama berargumen dengan penuh etika akan saya hormati, tp saya sangat tidak respek jika argumen menyerang pribadi..
silahkan berargumen dgn menggunakan bahasa dan etika.. saya yakin kita semua pernah diajari orang tau kita bagaimana menjaga etika dimanapun kita berada... tunjukanlah bahwa anda orang yg beretika baik dari komentar anda.
mohon diingat baik baik, blog ini bukan JKGR... mohon bawa level diskusinya ketingkat yg lebih berbobot dan beretika..
salam Admin
Melektech |
05 Nov 2014 22:24:47
@admin
Mohon maaf sebelumnya kalau komentar saya telah mengganggu tempat anda.
saya coba di komentar saya berikutnya agar tidak mudah terpancing
Saran : lebih baik langsung membanded komentar-komentar yang dianggap mengganggu seperti yang anda maksud diatas
Salam.
Gripen-Indonesia |
05 Nov 2014 23:08:33
Kenapa lagi2 bawa Switzerland?
Gripen-E dipilih Switzerland, mendapat dukungan PENUH dari parlemen dan industri pertahanan Swiss. Sayang, kalau bukan karena referendum sayap kiri disana yg anti pembelian-senjata, sebenarnya Swiss akan menjadi partner utama dalam pengembangan Gripen E/F.
http://www.flightglobal.com/news/articles/switzerland-picks-gripen-for-f-5-replacement-deal-365457/
www.defenseindustrydaily.com/switzerland-replacing-its-f-5s-04624/
http://www.ainonline.com/aviation-news/ain-defense-perspective/2011-12-01/swiss-choose-cost-effective-gripen-over-rafale-and-eurofighter
"The Gripen is not the highest performing of the three contenders, he said, but it meets the Swiss requirement and offers the lowest acquisition and maintenance costs."
Lihat, COST itu penting kan?
Percuma beli macan kertas di era dimana biaya operasional pesawat tempur bermesin ganda kelas menengah atau berat, akan semakin mahal.
Lagi2 referensi @OperatorMaster dari blog yang memang pro-Perancis, bukan blog yang lebih netral, atau memang biro berita aviation impartial yang sudah ternama seperti sudah saya sarankan diatas.
Dari artikel terakhir saja juga ditulis:
"Dassault and its Rafale partners, Snecma and Thales, are clearly disappointed that the French warplane HAS NOT ACHIEVED A FIRST EXPORT SALE to a neighboring country. They said that the Swiss evaluation showed that a smaller number of more capable Rafales could have met the requirement “at an equivalent or lower cost.” Team Rafale added, “The ‘Swiss-tailored’ Gripen exists only on paper.”"
Yang ditulis diatas adalah pernyataan sepihak dari pihak Perancis.
Wajar kalau blog2 Perancis akan menuliskan betapa mereka merasa dicurangi.
Sampai sekarang Rafale masih belum berhasil mendapat satupun eksport order. Waktu itu, Rafale belum diumumkan sebagai pemenang MMRCA di India.
Yah, begitulah. Sebenarnya dunia lebih memilih pesawat tempur bermesin tunggal yang biaya perawatan dan operasionalnya murah. Lihat saja sejarah penjualan Dassault.
** Mirage III adalah pesawat tempur G3 yang terlaris diluar pilihan Amerika - dibeli dalam jumlah ratusan oleh Pakistan, Australia, Switzerland, Brazil, Argentina, UAE, dll.
Mirage III laku luar biasa, berkat iklan gratis dari kemenangan2 Israel dalam perang tahun 1967 dan 1973 -- dengan kerugian yang sangat minimum (berkat latihan yang jauh lebih intensif), 63 Mirage IIICJ berhasil menghancurkan ratusan MiG-15, MiG-17, dan MiG-21 Mesir dan Syria. Beberapa unit bahkan mendapat kill marking dari 10 sampai 26 pesawat MiG.
** Mirage F1 tidak selaku Mirage III, tapi tetap dibeli dalam jumlah ratusan karena kemampuan yang lebih baik dibanding versi definitif Mirage IIIE.
** Mirage 2000 hanya dibeli lebih sedikit customer; India, Mesir, Yunani, UAE, Qatar, Peru, dan Taiwan ---> ini terutama karena persaingan dahsyat dari keluarga F-16,
Ketiga tipe terakhir yang dijual Dassault adalah pesawat tempur bermesin tunggal, dan walaupun belakangan semakin sulit untuk Dassault, Mirage-2000 masih termasuk mudah unduk mendapat customer.
Menurut saya, Dassault seharusnya tidak pernah menutup produksi Mirage-2000; sebaliknya mengembangkan upgrade dari Mirage-2000-10 dengan AESA radar, forecanard, dan mesin yang lebih kuat. Lagipula konflik di Afganistan dan Libya memperlihatkan apa yang bisa dikerjakan Rafale, Mirage-2000 bisa mengerjakan yang sama dengan lebih murah. Di Afganistan, Mirage-2000D harus memberikan targeting information ke Rafale untuk menghantam sasaran.
Mirage 2000 upgrade yang sebanding dengan Gripen-NG justru lebih memungkinkan untuk mengalahkan Gripen-E di Brazil dan Switzerland (Dua2nya pernah mengoperasikan Mirage III). Tipe ini juga mungkin bisa menjadi alternatif pilihan yang baik untuk TNI-AU saat ini untuk menggantikan F-5E. Semuanya buatan Perancis! Anti-embargo! Performa akan lebih baik dibanding semua F-16 Indonesia.
Saya hanya memiliki keyakinan penuh dengan keunggulan Gripen-E sebagai pilihan terbaik untuk Indonesia saat ini. Pesawat ini bukan yang memiliki performa paling baik, jarak jangkau terjauh, atau kemampuan membawa payload yang paling besar; tetapi sama seperti di Switzerland, Gripen-E adalah satu2nya tipe yang memenuhi semua kebutuhan yang dicari Indonesia.
Apa yang saya tulis, berdasarkan dari bertahun-tahun mengamati industri aviation. Pada awalnya saya juga menjagokan Su-35S sebagai pilihan untuk Indonesia. Apalagi sempat ada pernyataan kalau Indonesia berniat membeli 180 Sukhoi Flanker sampai di tahun 2025!
Tetapi setelah melihat perkembangan armada Su-27/30 Indonesia yang begitu lama, saya mulai merasa bahwa ada yang tidak beres. Masa butuh 10 tahun untuk melengkapi 1 Skuadron? Dan sampai 2012, sama sekali tidak dipersenjatai!!
Kalau begitu apa bedanya dengan tahun 2003?
Kalau terjadi lagi insiden pulau Bawean, sampai tahun 2012, kalau kita mengirim Sukhoi Flanker untuk menghadang F-18 Hornet US; bukankah Flanker kita tidak bisa membawa satupun missile??
Ini berarti sampai 2012, F-16 Block-15 OCU tetap menyandang gelar sebagai pesawat tempur terbaik Indonesia, yang selalu siap tempur, bahkan pada saat puncak embargo militer yang tak berkesudahan. Kalau terjadi lagi insiden pulau Bawean, tipe mana yang bakal dikirim TNI-AU? F-16 jelas menjadi tipe yang lebih bisa diandalkan!
Apa yang salah disini? Pernahkah kita berhenti dan bertanya apa yang terjadi?
Saya rasa bukan cuma biaya yang menjadi masalah, tetapi juga masalah integrasi Sukhoi Flanker ke armada TNI-AU yang masih berbasiskan Barat. Sistem pendidikan pilot Indonesia juga masih berbasiskan apa yang diajarkan US, bukan mother Russia.
Su-35S adalah tipe yang sama sekali berbeda dengan Su-27/30 di Skuadron-11, yang secara tehnologi masih berbasiskan Su-27 generasi pertama yang dibuat dan didesain di tahun 1980-an. Kalau integrasi Su-27/30 yang sudah lebih sederhana saja masih begitu sulit, sepertinya kita tidak bisa berharap banyak dengan Su-35S.