Gripen-Indonesia |
29 Mar 2015 15:08:54
## Keinginan TNI-AU membeli 10 Skuadron tempur -- sepertinya yg dimaksud hanya skuadron tempur jet. Dan pernyataan ini sudah agak lama -- sejak 2010/2011, dan sering diulang2 Menhan Pramono waktu itu:
========================================
http://www.antaranews.com/berita/230531/tni-au-perlu-10-skuadron
========================================
## Tapi spt sudah sy post diatas, baru2 ini, TNI-AU justru baru mengurungkan niat penambahkan 1 Skuadron tempur di Indonesia Timur:
=============================================
http://www.thejakartapost.com/news/2015/02/04/no-need-new-squadron-eastern-indonesia-air-force.html
=============================================
Topik pembentukan skuadron baru di Indonesia Timur ini pernah hangat dibahas di blog ini juga
## Menurut saya, cita2 "menginginkan 10 skuadron" seperti ini sebenarnya kurang realistis.
Pembentukan setiap squadron baru itu tidak mudah. Butuh penentuan lokasi basis yg tetap, investasi di infrastuktur, training, struktur organisasi, tehnisi & semua personnel support, inventory untuk persenjataan dan spare part untuk pesawat yg akan dioperasikan. Terakhir, tentu saja, kalau semuanya itu sudah siap, Indonesia masih harus membeli puluhan pesawat tempur baru.
Semua ini tidak hanya butuh investasi uang, tapi manajemen, waktu, dan perencanaan strategis yg jelas. Bahwa baru2 ini, TNI-AU membatalkan pembentukan skuadron baru di Indonesia Timur, ini seperti sudah menarik rem untuk sementara mengurungkan niat ini.
## Lagipula, Australia saja, yg wilayahnya jauh lebih luas dibanding Indonesia -- mereka saja hanya membutuhkan 3 Skuadron F-18A Hornet, 1 Skuadron F-18B untuk pilot conversion, dan 2 Skuadron F-18F Super Hornet.
## Kesimpulan sy sendiri, daripada merencanakan untuk membentuk 10 Skuadron, jauh lebih baik untuk Indonesia meningkatkan tingkat efektifitas dari skuadron yg ada terlebih dahulu semaksimal mungkin, sebelum mulai menilik kembali kebutuhan ini kelak, dan mempertanyakan lagi, apakah kita butuh 1 atau 2 skuadron tambahan?
Salah satu cara meningkatkan kemampuan ketujuh Squadron jet tempur yg sudah ada, misalnya dapat dilakukan dengan pembelian pesawat AEW&C terlebih dahulu, yg akan berfungsi sebagai force multiplier -- untuk meningkatkan pengawasan wilayah udara Indonesia.
Berkaitan dengan pembatalan pembentukan skuadron baru di Indonesia Timur, ini seharusnya bukan masalah yg pelik. KALAU TNI-AU memilih Gripen, kebutuhan untuk menjaga wilayah Indonesia timur dapat dipenuhi dengan merotasi 4 Gripen saja, cukup dengan dukungan minimal dari 1 CN-235 utk membawa tim tehnisi, spare part, dan perlengkapan support.
Justru kebutuhan semacam inilah yg menjadikan Gripen justru adalah pesawat tempur yg mempunyai kemampuan yg paling ideal untuk Indonesia.
=============================
Pesawat tempur untuk Kohudnas??
=============================
## Memang juga sering ada berita kalau Kohudnas harus memiliki pesawat tempur sendiri, ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya koordinasi antara kedua badan yg seharusnya bekerja sama untuk menjaga wilayah udara Indonesia.
Kalau Kohudnas mempunyai pesawat tempur sendiri, Indonesia bisa seperti memiliki DUA Angkatan Udara yg terpisah, dengan struktur organisasinya masing2. Bukan hanya koordinasi antara kedua badan jadi semakin sulit, TNI-AU dan Kohudnas malah bisa untuk bersaing untuk memperebutkan anggaran pembelian pespur, dan semua perlengkapan lain.
Langkah yg lebih baik disini justru adalah reorganisasi untuk lebih mengintegrasikan operasi Kohudnas dan TNI-AU, agar kedua2nya dapat saling mendukung, dan bekerja sama lebih dalam satu tim.
IMHO.
DropZone |
29 Mar 2015 21:02:37
Soal kerumitan pembasisan pesawat tempur, bisa saja mako skadron ada di pusat2 yang ada Depohar. Sedangkan di lokasi misalnya Biak, adalah penempatan flight secara bergilir.
Dan itu sebabnya saya tekankan fitur expeditionary pada pesawat tempur untuk dipilih, sehingga meminimalisir effor pembasisan pespur di daerah.
Soal Kohanudnas seperti AU tandingan?
Kalau kita lihat struktur organisasi TNI.
Panglima TNI membawahi secara langsung komando operasional Kodam2, Kopassus, Kostrad, Komando Armada (Timur & Barat), Kolinlamil, Koopsau (I & II), Kogabwilhan, dan tentu saja Kohanudnas.
KSAD, KSAL, dan KSAU itu tugasnya membina dan melakukan administrasi dan memyiapkan satuan2 di bawahnya untuk digunakan oleh Panglima TNI.
Ya namanya juga "kepala staf", tidak ada wewenang komando / memerintahkan satuan, ya kan?
Satuan Radar itu dibangun dan diresmikan oleh KSAU untuk kemudian diserahkan operasionalnya kepada Pangkohanudnas.
Pemeliharaan ringan radar dilakukan oleh strad itu sendiri, tetapi pemeliharaan berat dilakukan oleh Depohar 50 di bawah Koharmatau TNI-AU.
Ketika satuan radar diserahkan pengendaliannya kepada Kohanudnas, kenapa tidak ada pertanyaan soal AU tandingan ya?
Jadi, lebih jelasnya adalah TNI itu satu, hanya saja untuk membina masing2 matra diperlukan kepala staf pada matra tersebut.
Kohanudnas itu komando pelaksana seperti Koopsau di AU, atau seperti Kolinlamil dengan Koarmabar dan Koarmatim (coba, Kolinlamil ada overlapnya dgn Komando Armada, tapi tugas yang khusus dan berbeda makanya dibentuk Kolinlamil).
Soal Kohanudnas di tempatkan pembinaannya langsung di bawah panglima TNI, karena meliputi alutsista berbagai matra seperti satuan arhanud TNI-AD dan kapal perang berkemampuan hanud TNI-AL. Dan begitu pentingnya Kohanudnas sehingga selain komando operasional langsung di bawah panglima TNI (seperti Kostrad, Kopassus, Kodam, Koopsau, Koarmada, Kolinlamil) dan supervisi langsung di bawah panglima TNI, bukan lagi di bawah KSAU (walau sebagian besar personil dan peralatan secara pemeliharaan dan administrasi masih ada peran KSAU). Ini hanya masalah efisiensi dan efektivitas komando.
Bedakan keadaan TNI sejak Orde Baru dengan zaman Orde Lama, di mana tiap angkatan punya panglimanya sendiri2 bahkan membentuk kementerian sendiri2, seperti Menpangad (Menteri Panglima Angkatan Darat), Menpangal, Menpangau, dan Menpangak (Kepolisian), dan fungsi staf justru di atasnya yaitu KSAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata, sempat dijabat AH Nasution). Bahkan kala itu, nama yang ada adalah ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia), ALRI, AURI, AKRI.
O ya, di bawah Panglima TNI itu ada unit2 lain seperti PPRC di mana PPRC ini tidak di bawah Kepala Staf AD, AL, mau pun AU.
Apakah PPRC akan membentuk angkatan lain? Angkatab ke V misalnya?
Tentu tidak. PPRC ini mengambil unit2 dari tiap matra, walau komandan PPRC biasanya bergantian dijabat Panglima Divisi Infanteri 1 Kostrad bergantian dengan Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad.
Tentu tidak akan menjadi Angkatan Darat ke-2 kan?
DropZone |
29 Mar 2015 21:21:39
Saya tidak melihat kerancuan soal pembentukan skadron buru sergap langsung di bawah Kohanudnas dan skadron2 tempur lain di bawah Koopsau, karena tugas pokok berbeda, walau ada sedikt overlap, seperti Kolinlamil dengan Koarmabar dan Koarmatim.
Tapi ini ada berita lama
Peranan Kohanudnas Perlu Ditingkatkan
Selasa, 9 Februari 2010 | 03:50 WIB
Jakarta, Kompas - Peranan Komando Pertahanan Udara Nasional atau Kohanudnas perlu ditingkatkan dengan menggabungkan modernisasi radar dan memasukkan pesawat-pesawat tempur sergap ke Kohanudnas. Selain mempercepat komando pengendalian, hal tersebut bisa menambah efek penggentaran (deterrent) kekuatan udara Indonesia.
Panglima Kohanudnas Marsekal Muda Dradjad Rahardjo mengemukakan hal tersebut kepada Kompas di kantornya di Jakarta, Senin (8/2). Hari Selasa ini, Kohanudnas genap berusia 48 tahun, yang dirayakan dengan upacara sederhana di markasnya di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dradjad menuturkan, usulan tersebut sudah dibuat dalam bentuk dokumen Rencana Strategis Penataan Kohanudnas ke Depan pada Februari 2009. ”Usulan tersebut telah saya sampaikan kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara,” ujar Dradjad, mantan Komandan Pendidikan TNI AU itu. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana kedudukan keorganisasian Kohanudnas sekarang?
Dari sisi pembinaan, Kohanudnas berada di bawah TNI AU, operasional di bawah Panglima TNI. Sasaran Kohanudnas tidak lain adalah benda-benda lewat media udara, seperti pesawat, pesawat tanpa awak, atau peluru kendali (rudal).
Kita yang menangkap mereka dengan radar, lalu diintersep dengan pesawat tempur. Tetapi, sekarang pesawat tempur sergap ada di Komando Operasi TNI AU (Koops AU). Sekarang unsur yang ada di Kohanudnas hanya radar. Pesawat ada di Koops AU.
Kenapa dulu diubah?
Dulu Kohanudnas sebelum tahun 1985 sangat eksis sekali. Kita punya pesawat sergap, punya rudal sekelas rudal SA-75, dan radar.
Namun, sejak tahun 1985, karena perubahan organisasi oleh kebijakan pimpinan, radar dan pesawat sergap ada di Koops AU. Sejak zaman KSAU Hanafi Asnan (1998-2002), radar dikembalikan ke Kohanudnas.
Dalam konsep sistem pembinaan latihan (sisbinlat) memang betul, semua kekuatan yang ada diserahkan kepada setiap masing-masing angkatan TNI. Namun, dari segi kesatuan komando (unity of command) tidak bisa dipisah-pisahkan, mulai dari radar, pesawat tempur sergap, syukur-syukur ada rudal.
Kebijakan KSAU yang baru bagaimana?
Itu masih berlaku. Dalam Rapim TNI AU di Yogyakarta, saya sampaikan kita membutuhkan pesawat tempur sergap (sekelas F-5/F-16/Sukhoi). Namun, Pak Imam Sufaat (KSAU) belum bisa memberikan keputusan.
Apa alasan mendesak dari penataan Kohanudnas itu?
Unsur-unsur sistem itu harus lengkap. Radar sudah berada di kita. Saya butuh hanya pesawat tempur sergap. Syukur-syukur diberikan rudal untuk deterrent. Namun, saya minta pesawat tempur sergap tidak bisa gol karena konsep sisbinlat tadi.
Pernah ada kejadian yang menghambat karena persoalan komando itu?
Banyak sekali karena sistem komando pengendalian yang terlambat. Dulu waktu masuknya pesawat F-18 Amerika Serikat di Bawean tahun 2003, ketika saya Komandan Pangkalan TNI Iswahjudi, komando pengendalian itu juga jadi hambatan.
Kohanudnas waktu itu memerintahkan pesawat tempur sergap melihat pesawat F-18 Amerika Serikat. Namun, radar dikendalikan oleh radar sipil Bandara Juanda. Radar kita sudah terlalu tua. (BUR)
DropZone |
29 Mar 2015 23:09:13
## Lagipula, Australia saja, yg wilayahnya jauh lebih luas dibanding Indonesia -- mereka saja hanya membutuhkan 3 Skuadron F-18A Hornet, 1 Skuadron F-18B untuk pilot conversion, dan 2 Skuadron F-18F Super Hornet.
------
Bung GI, biasanya anda membahas luas sehingga banyak orang jadi mengerti, tapi koq ini jadi 180° beda?
Luas wilayah itu cuma 1 faktor saja dalam menentukan kekuatan pertahanan yang ideal.
Agar lebih akurat ya coba ambil contoh lebih banyak, misalnya dgn RSAF.
Saat ini ada 4 skadron F/A-18 :
No. 1 Squadron – Boeing F/A-18F Super Hornet (Multi-Role Fighter)
No. 3 Squadron – McDonnell Douglas F/A-18A Hornet (Multi-Role Fighter)
No. 75 Squadron – McDonnell Douglas F/A-18A Hornet (Multi-Role Fighter)
No. 77 Squadron – McDonnell Douglas F/A-18A Hornet (Multi-Role Fighter)
Ditambah skadron pendukung jet :
No. 6 Squadron – Boeing F/A-18F Super Hornet (F/A-18F Conversion)
No. 76 Squadron – BAE Systems Hawk 127 (Lead-in Fighter Training/ADF Support)
No. 79 Squadron – BAE Systems Hawk 127 (Hawk Conversion/ADF Support)
No. 2 OCU – McDonnell Douglas F/A-18A/B Hornet (F/A-18A Conversion)
Tetapi jumlah pesawat tempur Australia :
F/A-18A 55
F/A-18B 16 Used for operational conversion
F/A-18F 24
F-35A 2 (70 on order)
EA-18G 12 on order
Sedangkan jumlah pesawat tempur Indonesia :
Su-27 : 5
Su-30 : 11
F-16A/B : 10
F-16C/D : 5 (19 on order)
Hawk 209 : 14
Hawk 109 : 9
T-50i : 16
Kayaknya yang murni untuk tempur, lebih banyak punya RAAF dibanding TNI-AU dalam waktu dekat?
Gripen-Indonesia |
30 Mar 2015 01:16:03
=======================================================
Kayaknya yang murni untuk tempur, lebih banyak punya RAAF dibanding TNI-AU dalam waktu dekat?
=======================================================
Benar, dan bukan hanya itu saja.
Lihatlah kalau ada beberapa perbedaan yg sangat mencolok disini antara RAAF dan TNI-AU.
## Pertama -- RAAF mengoperasikan lebih sedikit tipe pespur dibanding armada gado2 Indonesia, dan yang terpenting; kedua tipe pesawat tempur utama mereka, F/A-18A dan F-18F adalah model yg compatible satu sama lain.
Bukan hanya karena faktor pembuatnya sama, tapi juga kedua tipe ini sudah didesain utk dapat bekerja-sama dengan baik satu sama lain -- diatas setiap kapal induk US Navy.
Inilah kombinasi yg justru menjadikan RAAF jauh lebih hebat dan efektif dibanding TNI-AU, yg masih memakai armada gado2, terutama karena Su-27/30 yg tidak akan pernah bisa compatible dengan F-16C/D. Inilah juga kenapa, setiap gugus kapal induk US Navy yg mengoperasikan F-18C/D dan F-18E/F juga kemampuannya jauh lebih hebat dibanding HAMPIR SEMUA Angkatan Udara di dunia.
## Kedua -- Nilai ekonomis. Berkaitan dengan jumlah model yg lebih sedikit, seperti diatas. RAAF dengan anggaran militier yg jauh lebih besar dibanding Indonesia, hanya perlu men-support dua jenis pesawat tempur utama, ditambah BAe Hawk-127. Dengan masing2 tipe jumlahnya sudah dijaga agar mencapai nilai ekonomis, biaya operasional dari setiap tipe juga sudah pasti jauh lebih murah dibanding armada gado2 Indonesia --- dalam hal ini Su-27/30 (1 skuadron) sudah memakan porsi biaya operasional tahunan yg lebih besar dibanding apa yg diperlukan 6 skuadron yg lain.
## Ketiga -- secara organisasi, pengaturan RAAF yg membagi hanya 6 skuadron tempur (No. 6 squadron akan menerima 12 EA-18G; dan men-transfer 12 F-18F mereka ke No.1 squadron) ditambah 1 squadron F-18B conversion, dan 2 squadron Hawk-127 (khusus untuk LIFT) sudah terdefinisi jelas, dan lebih rapi dibandingkan TNI-AU.
Dengan struktur yg sudah gado-gado seperti skrg, kalau masih ada niat untuk terus menambah jumlah squadron lagi, secara organisasi, ini berarti TNI-AU juga harus mengeluarkan lebih banyak investasi uang / manajemen / waktu dibandingkan RAAF Australia, tanpa ada hasil yg berarti.
Faktor terakhir inilah yg mendorong pemikiran sy -- kalau pernyataan bahwa pengganti F-5E bisa mencapai 48 unit ini kemungkinan justru untuk mengganti beberapa tipe yg sudah ada sekaligus, dan merapikan organisasi TNI-AU, daripada menambah jumlah squadron baru.
Ingat di atas -- TNI-AU sudah membatalkan pembentukan satu squadron baru di Indonesia Timur.
## Terakhir -- lihat saja kesemua faktor pembanding antara RAAF dan TNI-AU diatas -- Su-27/30 sekarang ini justru menjadi kelemahan terbesar TNI-AU.
Tidak compatible dengan F-16C/D, biaya operasional yg proporsinya HARUS lebih besar dibanding gabungan semua tipe / skuadron yg lain, dan jumlah yg operasional juga masih terlalu sedikit untuk mencapai nilai ekonomis.
Dari sudut pandang ini -- sbnrnya cita2 TNI-AU di akhir 1980-an / awal-1990-an untuk mengoperasikan 60 F-16A/B sebagai pesawat tempur utama yg melindungi Indonesia -- mempunyai efek gentar yg jauh lebih besar dibandingkan sekarang.
rezz |
30 Mar 2015 19:41:24
@DropZone...
Dalam Rapim TNI AU di Yogyakarta, saya sampaikan kita membutuhkan pesawat tempur sergap (sekelas F-5/F-16/Sukhoi). Namun, Pak Imam Sufaat (KSAU) belum bisa memberikan keputusan
---------------------
dari tulisan anda itu dan ulasan ttg struktur tni di atas seperti nya anda anggota TNI AU....benarkah?
wah klo benar jangan sungkan2 lah bagi kita ilmu nya
ada berita baru tentang kfx/ifx....
http://www.jejaktapak.com/2015/03/30/resmi-jet-tempur-korea-indonesia-diserahkan-ke-kai-dan-lockheed-martin/
seperti yg sudah di duga.....
Melektech |
30 Mar 2015 19:53:46
@DropZone @rezz
Sekedar Nasehat saja
Dari pengalaman yang sudah sudah, lebih baik tidak membawa masalah PRIBADI di sini
karena ujung ujungnya adalah HOAX, kita tidak saling mengenal disini, kita disini adalah saling berdiskusi.
Alangkah Lebih baik langsung saja ke pokok bahasan.
DropZone |
30 Mar 2015 21:44:13
Hahaha, mungkin saya terbawa emosi dan suasana.
Maaf kepada bung GI atas kalimat2 saya yg mungkin menyinggung.
Terima kasih atas nasehatnya bung Melektech.
rezz |
30 Mar 2015 21:49:00
@ melektech......masalah pribadi mana yg di maksud? apakah saya meng counter seseorang?tentang saya nanya apakah dropzone anggota AU atau yg mana? saya menanyakan itu dengan maksud baik bukan utk apa2 ....alangkah baiknya menurut saya klo memang dropzone anggota AU dan bisa berbagi ilmu di sini...pasti banyak hal yg kita bisa pelajari....
phoenix15 |
31 Mar 2015 19:13:13
@Rezz
Maksud nya adalah, tidak usah bawa-bawa background nya kita darimana. Kita diskusi, ataupun adu argumentasi melihat kualitas isinya. Bukan pada siapa yang ngomong nya. Ntar kalau setiap orang ngaku-ngaku anggota TNI AU, atau AL, atau AD, kita kebawa argument of authority, dimana hanya karena dia anggota atau orang dalam kita jadi kehilangan logika, isi, data, dan objektivitas. Yang ada ntar berubah ke aliran kepercayaan.
@All:
Pilihan pengganti F-5 makin banyak dan makin seru. Semoga kita dapat yang terbaik. Jika faktor politik disingkirkan, kemungkinan 3 eurocanard punya peluang paling besar. Pertimbangan kemudian menjadi seberapa besar TOT yang diberikan, akses persenjataan, support pelatihan dan maintenance, nilai ekonomis dilihat dari flayaway cost nya.