Ijond |
13 Oct 2014 10:32:49
lah Hawk 108/208 kan ada skuadronnya mas, satu dipekanbaru dan satu di pontianak
kalau dikasih ke Papua, terus yg jaga pontianak ama pekanbaru siapa?
Gripen-Indonesia |
13 Oct 2014 12:26:59
Hawk 209 adalah pilihan kedua untuk menjaga Indonesia Timur (Pilihan pertama saya adalah Super Tucano). Sedangkan, Hawk 109 adalah pesawat latih, jadi mungkin bisa tetap dipangkalkan di Pontianak atau Pekan Baru.
Hawk 209 adalah pesawat tempur subsonic (tidak bisa terbang melebihi kecepatan suara), dengan biaya operasional, support, dan maintenance yang murah. Di wilayah Indonesia Barat, dari segi kemampuan, pesawat ini bukanlah tandingan F-16, F-18A/B/D/F, F-15SG, dan Su-30MKM yang dipakai negara-negara tetangga.
Dengan jumlah yang semakin sedikit (dulu Indonesia membeli 32 unit, sekarang tinggal 23); mungkin memang sebaiknya Hawk 209 di gulung saja menjadi 1 skuadron, dan dipindahkan ke Indonesia Timur. Lagipula, Hawk 209 dibeli di tahun 1995 - 1997; jadi sudah hampir 20 tahun umurnya. Sebentar lagi sudah masuk usia uzur.
Terus pesawat apa yang menggantikan Hawk 209 di Pontianak dan Pekanbaru?
Pekanbaru kan akan mendapat Skuadron F-16 yang baru. Untuk sementara ini cukup.
Sedangkan Pontianak?
Jawabannya cukup dengan pembelian 1 lagi skuadron Gripen-E.
Tidak mungkin Indonesia bisa menggantikan F-5E dan Hawk 209 dengan 32 Su-35.
Uangnya dari mana?
Mungkin biaya pembelian Sukhoi terlihat murah di atas kertas (US$65 juta per unit), tetapi biaya perawatan, dan ongkos operasional akan membebani anggaran. Ingat juga, setiap jam 1 Sukhoi mengudara, Indonesia harus merogoh antara Rp 300 sampai 600 juta.
Dari sudut pandang ini, 1 skuadron Hawk 209 bisa dipangkalkan di Indonesia Timur.
1 Skuadron Gripen-E menggantikan Hawk 209 di Skuadron-01 Pontianak atau atau Skuadron-12 di Pekanbaru.
1 Skuadron Gripen-E menggantikan F-5E di Skuadron-14 yang di Madiun (mungkin juga bisa dipindahkan dari Madiun, untuk menjaga daerah Nusa Tenggara?)
Admin |
13 Oct 2014 12:31:33
@mas Deny,
setau saya Skuadron Hawk-109/209 sudah ditempatkan di Pekanbaru dan Pontianak seperti kata Mas @Ijond diatas. Menggeser Hawk-109/209 ke Papua akan membuat Sumatera dan Kalimantan kehilangan penjaganya mas, padahal daerah ini lebih rawan lagi karena dekat dengan laut China Selatan dan Selat malaka yang menjadi pusat kekuatan regional..
Lagi pula memindahkan skuadron dari satu lokasi ke lokasi lainnya ga mudah juga mas, cukup ribet juga. ga kalah ribet dibanding dengan membangun skuadron baru.
@mas Ijond,
Hawk Indonesia nama resminya adalah Hawk-109/209, kalau Hawk-108/208 itu milik Angkatan udara Malaysia mas..
just IMHO
Admin |
13 Oct 2014 13:42:10
@Gripen Indonesia,
opsi memindahkan Hawk-209 ke Papua dan menggantikannya dengan Gripen bisa saja sih. hanya saja itu perlu kajian yang mendalam dan tentunya memerlukan pertimbangan banyak dan waktu yang lama.. tapi mungkin itu masuk akal juga.
saya sih berharap entah apapun pesawat tempur yang menjaganya, yang penting adalah kehadiran armada pemukul Angkatan udara Indonesia hadir di langit timur Indonesia agar tidak bisa dilecehkan dengan mudah oleh negara lain.
apapun pesawat tempurnya, kembalikan lagi ke pemerintah, yang penting endingnya adalah setiap jengkal kedaulatan NKRI terjaga dengan baik. Jangan sampai seperti sekarang, tidak terjaga sama sekali...
mengenai Gripen E, saya sejatinya setuju dan berharap komposisi Fighter Indonesia di tahun 2025 keatas nanti, akan di isi tiga jenis fighter, yaitu Gripen E (Light), IFX (Medium) dan Su-35 BM (Heavy)..
untuk sampai kesana, F-16 setelah pensiun akan diganti KFX ditambah satu atau dua skuadron lagi. sedangkan Gripen E sebagai ganti Hawk-109/209 nantinya di tambah beberapa skuadron lg..
Sedangkan F-5 dan Su-30/27 setelah pensiun diganti Su-35 BM sehingga ada dua skuadron.
ini akan membuat kombinasinya adalah sekitar 3-4 Skuadron Gripen E, 3-4 Skuadron KFX dan 2 Skuadron Su-35 BM.. dengan komposisi ini, mesin yang harus di maintenace hanya dua jenis yaitu F414 (dengan asumsi Gripen E dan IFX menggunakan mesin F414) dan AL-41F milik Su-35BM.. itu akan lebih mudah merawatnya.
dan mungkin kedepannya saya menulis artikel tentang itu.. semoga waktu saya cukup..
tp itu hanya impian saja...
just IMHO
cmiiw
harry |
13 Oct 2014 16:22:49
Masuknya pesawat tempur asing ke wilayah Indonesia bkn hny krn faktor penjagaan yg lemah melainkan jg krn krgnya efek gentar yg membuat mrk berpikir dua kali utk menerobos masuk, saya setuju dengan pendapat mas admin utk menempatkan pswt tempur di wilayah timur, bkn hanya papua tp jg wilayah NTT. Keberadaaan pswt tempur yg memiliki efek gentar spt kemampuan avionik dan persenjataan yg baik tentunya akan membuat pswt tempur asing berpikir utk memasuki wilayah NKRI. Sdgkan utk patroli perbatasan scr rutin utk mencegah tindak kriminal lain, dpt dilakukan oleh pswt COIN spt Super Tucano, dan jgn cm berupa pengawasan saja melainkan jg lgs dpt melakukan tindakan, shg pswt COIN tsb perlu dilengkapi dgn persenjataan yg mumpuni. Jadi ada baiknya adalah mengkombinasikan skuadron di wilayah tsb berdsrkan fungsinya, satu utk pertahanan wilayah udara negara sdgkan satu lagi utk pengawasan keamanan perbatasan, namun kembali lagi, utk memindahkan satu skuadron tempur memerlukan pekerjaan yg kompleks spt halnya membentuk skuadron baru, krn tentunya akan melibatkan penyiapan logistik, SDM, pertahanan skuadron, distribusi logistik dll. Itu saja pendapat saya semoga diskusinya akan lbh dalam dan menarik lagi
harry |
13 Oct 2014 16:35:56
Btw, Penempatan JAS Gripen NG dgn AESA, Meteor dan IRIS-T di wilayah2 tsb kayaknya udh cukup bikin gentar pswt tempur asing sih hehehehehe, apalagi ditambah dgn terintegrasinya sistem komunikasi tempur dengan semua radar dan sistem pertahanan udara yg ada di wilayah tsb
Admin |
13 Oct 2014 18:02:28
@Harry,
benar mas, memindahkan satu skuadron pesawat tempur dari satu lokasi ke lokasi lain itu sangat ribet sama ribetnya dengan membuat skuadron baru dari awal. lebih dari itu lagi, perlu pertimbangan banyak dalam memutuskan perpindahan skuadron ini..
perpindahan skuadron tidak hanya perpindahan unit pesawatnya tapi juga semua fasilitas pendukungnya dan SDM nya harus juga ikut pindah.. biaya perpindahan itu sendiri ga sedikit.. lalu harus ada penyesuaian lagi..
maka opsi pindah skuadron itu mungkin masih berat dilakukan walaupun tidak tertutup kemungkinannya.
Saya setuju dengan mas Harry bahwa ga hanya wilayah Papua yang perlu di Jaga, wilayah Nusa Tenggara Timur juga sangat penting bahkan mungkin lebih penting lagi.. karena ini pintu masuk ke markas besar militer Indonesia di Sulawesi dan Jawa. terkait ini saya akan membuat tulisan terpisah beberapa hari kedepan.
masalah pesawat tempur apa yang cocok, saya rasa Gripen E dengan Radar AESA, dan persenjataannya cukup membuat gentar lawan. hanya saja saya memandang modernisasi TNI AU secara keseluruhan, maka itu ada baiknya penambahan skuadron baru di Timur di sesuaikan dengan pengganti F-5 agar jenis nya sama dan memudahkan maintenance nya kedepan.
dan harus ditekankan kembali pentingnya integrasi sistem pertahanan Indonesia baik AD, AL dan AU dalam satu Network Centrick Warfare System agar memudahkan koordinasinya..
just IMHO
CMIIW
deny |
13 Oct 2014 18:52:55
Maaf mas,,, wilayah Indonesia Barat (Sumatera) sudah dipastikan diisi dengan F-16 52/ID dengan homebase Lanud Pekanbaru untuk mengimbangi tetangga kawasan (Malaka dan Natuna)
Saya pikir perlu karena mengingat penjagaan kawasan Malaka dan Natuna Hawk 109/209 sudah sangat tidak mumpuni (dibandingin dengan tetangga sangat jauuuhhhhh,,,,)
so, ada ndak ada Hawk ndak ngaruh signifikan sama sekali!
n so, kenapa tidak Skadron 12 Hawk 109/209 digeser untuk menjaga ke wilayah Indonesia Timur,,, sebagai embrio skadron fighter yang benar2 mumpuni ke depannya (MEF jild 2, 3, 4, dst),,, atau cuma "sekedar" mengisi kekosongan disana sambil ngehabisin jam terbang sampe ntar grounded,,,
CMIIW
Admin |
14 Oct 2014 09:22:28
@mas Deny,
benar mas, di pekanbaru akan ada penambahan 1 skuadron F-16 di Skuadron 16, sehinggan nantinya di pekanbaru akan ada 2 skuadron yaitu 1 skuadron F-16 dan 1 Skuadron Hawk-109/209. menggeser Hawk-109/209 dari Pekanbaru ke Indonesia timur bisa sja dilakukan, namun itu tentunya memerlukan pertimbangan besar dan tidaklah mudah seperti yang sudah dibahas di komen komen sebelumnya.
lagipula, di Selat Malaka kekuatan Indonesia masih minim sekali sehingga kehadirdan 1 Skuadron Hawk-109/209 (diamping F-16) tetap di butuhkkan disana. Sekecil apapun kemampuan Hawk-109/209, faktanya pesawat ini terus menjadi andalan TNI AU beberapa dekade terakhir di sekitar selat malaka.
maka saya melihat opsi memindahkan Hawk-109/209 dari Pekanbaru ke Indonesia timur tampaknya belum menjadi opsi pemerintah kedepan, walaupn peluang kesana tetap saja ada.
saya sih lebih condong menunggu pembentukan skuadron fighter baru di MEF Renstra II nanti di Indonesia timur dengan pesawat yang baru.. kita tunggu saja nanti...
just IMHO
cmiiw
Gripen-Indonesia |
14 Oct 2014 10:58:44
@harry
"Masuknya pesawat tempur asing ke wilayah Indonesia bkn hny krn faktor penjagaan yg lemah melainkan jg krn krgnya efek gentar yg membuat mrk berpikir dua kali utk menerobos masuk.."
Ini benar sekali.
Hal ini terkait dengan masalah berikut dari sistem akuisisi Indonesia -- kebiasaan BURUK untuk membeli pesawat / kapal / perlengkapan lain tanpa dipersenjatai.
Pembelian Su-27/30 adalah contoh yang sangat jelek. 2 Su-27SK dan 2 Su-30MK di tahun 2003 (tidak operasional beberapa tahun, kecuali untuk parade), 3 Su-30MK2 dan 3 Su-27 SKM antara 2008-2010, dan 6 Su-30 MK2 di tahun 2012. Senjatanya baru diantar belakangan. Dari tahun 2003 sampai 2012, tidak pernah kan ada foto kalau Su-27/30 kita membawa senjata?
Dari contoh di atas saja, kenapa Malaysia, Singapore, atau Australia harus takut karena Indonesia beli Flanker?
Kebiasaan buruk ini juga sebagian karena masalah di DPR. Kerap kali pembelian yang lebih mahal sedikit di kritik (pembelian batch terakhir Su-30MK2 $600 juta karena membeli mesin tambahan, dan senjata). Kerap kali pemerintah sepertinya senang "bergengsi" mengumumkan kalau kita membeli senjata2 yg hebat, spt Su-27/30, F-16 Block 52ID, Leopard, Apache, dll, tetapi mereka "sengaja" tidak menyebutkan.... kebanyakan tidak disertai pembelian senjata.
Sama saja membeli macan kertas. Pembelian senjata kita hanya menjadi bahan tertawaan orang luar.
Lihat saja pembelian F-16 Block 52 Pakistan:
http://www.defenseindustrydaily.com/51b-proposed-in-sales-upgrades-weapons-for-pakistans-f16s-02396/
Mereka membeli AMRAAM, AIM-9M, training missile utk berlatih, beraneka ragam bom, dan bermacam perlengkapan support. Patut dicatat disini, walaupun kelihatan hebat, F-16 Pakistan sebenarnya masih satu tingkat lebih rendah dibanding F-16 Singapore atau F-18F Australia. Tetapi dibandingkan pembelian F-16 Block-52ID, Indonesia sih tertinggal jauh.
Saya berharap pemerintah yang baru tidak mengulangi kebiasaan buruk akuisisi di dalam pemerintahan SBY selama ini.
Kontrak Brazil untuk pembelian 36 Gripen-E diestimasi senilai US$4,5 milyar (masih dalam tahap negosiasi), termasuk ongkos maintenance dan support 25 tahun. Pembelian dengan langsung 36 pesawat seperti ini justru mendapat paket yang lebih lengkap, dan justru sebenarnya lebih murah dibanding pembelian Indonesia yang sedikit, demi sedikit.
Kalau dibandingkan, sebenarnya akuisisi 16 Su-27/30 Indonesia sudah menghabiskan US$1,2 milyar (minimum) sejak tahun 2003, dan hasilnya apa? Selama 10 tahun, Su-27/30 cuma menjadi macan kertas, dan sampai sekarang mungkin juga belum benar-benar siap tempur. Indonesia mungkin masih harus merogoh kocek mungkin hampir $1 milyar lagi sebelum Su-27/30 bisa operasional 100% (masih banyak lubang di infrastruktur, simulator, training, dan masih harus beli lebih banyak senjata).
Ini bukan perlombaan siapa yang bisa membeli senjata yang paling hebat, atau siapa yang bisa keluar uang paling banyak untuk 1 sistem pertahanan.
Tetapi pembelian paket lengkap, supaya senjata yang sudah dibeli itu bisa melakukan apa yang menjadi tugasnya dengan baik; memenuhi kebutuhan dan menjaga kedaulatan negara.
Gripen-Indonesia |
14 Oct 2014 18:00:30
@Admin
"ini akan membuat kombinasinya adalah sekitar 3-4 Skuadron Gripen E, 3-4 Skuadron KFX dan 2 Skuadron Su-35 BM.. dengan komposisi ini, mesin yang harus di maintenace hanya dua jenis yaitu F414 (dengan asumsi Gripen E dan IFX menggunakan mesin F414) dan AL-41F milik Su-35BM.. itu akan lebih mudah merawatnya."
Saya juga setuju dengan ide ini.
Memang saya kerap mendukung Gripen, tetapi di lain pihak, saya juga berpendapat, bahwa kita tidak boleh hanya tergantung 1 tipe pesawat tempur.
Biar bagaimanapun, harus tetap ada diversifikasi agar kita memiliki paling tidak 2 tipe pesawat tempur utama.
Su-35, KFX, dan Gripen-E adalah kombinasi yang bagus. Boleh dibilang keunggulan dari yang satu akan mudah menutup kekurangan yang lain.