Gripen-Indonesia |
11 Jan 2015 00:06:20
Perbedaan dengan Proyek Eurofighter Typhoon atau F-35
--------------------------------------------------------------------
Tentu saja ada banyak sekali perbedaan
Pertama – Pengalaman, kematangan, dan Kemampuan pembuat
===================================================
Lihat Industrial Life Cycle seperti post di atas.
Inilah perbedaan utama antara KF-X dengan proyek Eurofighter Typhoon atau F-35. Negara2 yg terlibat dalam proyek Typhoon atau F-35 memiliki jauh lebih banyak pengalaman, kemampuan, dan kematangan untuk bisa menjalankan kedua proyek ini secara independent. Dan ini tentu saja tidak membuat negara2 yg sudah lebih mampu ini kebal dari kemungkinan "Cost overrun" dan keterlambatan proyek.
Kenyataannya, tanpa backgroun industry yg matang, Korean Aerospace adalah anak kemaren sore dibanding pembuat proyek Typhoon atau F-35. KF-X membutuhkan partnership dari pemain yg sudah matang – kalau mereka mau membuat pesawat tempur sendiri di era Industrial Phase yg sudah “Mature” atau “Declining” seperti sekarang.
Dalam hal ini, rhetorisme “membuat pesawat sendiri” tidak ada artinya, malah boleh dibilang program bunuh diri yg rumit. Inilah kenapa banyak analisa internal dari Korean Defense Analysis sendiri meragukan kemampuan Korea untuk menyusuri proyek ini.
Boleh dibilang, Embraer, atau Israeli-Aircraft-Industry berada dalam posisi yg lebih siap untuk membuat pesawat tempur sendiri.
Perbedaan utama lain, Brazil dan Israel sudah tahu benar faktor resiko yg menyertai pembuatan pesawat tempur sendiri, dan memilih memajukan niche sektor lain untuk mendukung kemajuan industri pesawat terbang masing2. Dalam hal ini, Israel maju jauh dalam pembuatan senjata utk pesawat tempur, dan tehnologi Drone. Sedangkan Brazil menguasai niche market pesawat penumpang kelas ringan – yg berada diluar pasar raksasa2 spt Boeing dan Airbus.
Kedua -- proyek "off the shelf"
=========================
Ini tidak semudah yg anda bayangkan. Hanya karena sudah ada perusahaan lain yg bisa membuat mesin, komputer, radar, dll – proyek pesawat tempur adalah salah satu proyek yg paling rumit di dunia, bukan seperti sekadar merakit “gerobak”.
Hanya ada beberapa proyek yg berhasil dalam “off the shelf” technology. Contoh pertama, SAAB.
Tapi ini kembali ke permasalahan pertama tadi. Berbeda dengan KAe, SAAB tergolong perusahaan yg sudah mapan – lihat point pertama seperti diatas.
Kalau SAAB sendiri tidak pernah melalui tahapan2 membuat J32, J35 Draken, dan JA-37 Viggen ---- mereka tidak akan pernah sama sekali mempunyai kemampuan utk dapat membuat JAS-39 Gripen. Dalam semua pesawat tempur buatan SAAB, semua part adalah "off the shelf" karena dari awal mereka melihat keterbatasan industrial dan economy Swedia utk membuat pesawat tempur sendiri. Pengalaman dan pengkajian ulang berkali2 melahirkan Gripen yg biaya development-nya sendiri lebih rendah dibanding J-35 Draken atau JA-37 Viggen.
Boleh dibilang, F-16 juga boleh dibuat sebagai proyek yg dibuat dari ”off-the-shelf” technology, untuk menuai keuntungan dari pembuatan desain F-15. F-16 A/B pada awalnya dibuat sebagai ”Daytime lightweight fighter”. Tapi seperti Saab Gripen, kesuksesan untuk membuat F-16 tidak dapat mudah ditiru.
Pertanyaannya kembali seperti ini: F-16 dan SAAB Gripen sudah dapat digolongkan tipe desain yg sudah cukup sukses. Bukankah lebih murah membeli kedua tipe ini daripada mencoba membuat tipe baru yg belum teruji?
Ketiga – spesifikasi dan jumlah produksi
================================
Fokus pembuatan Eurofighter Typhoon ini sangat jelas – membuat pesawat yg kemampuannya melebihi F-15, dalam paket yg lebih kecil – seukuran F-18. Typhoon juga sudah direncanakan dari awal untuk jumlah produksi sekitar 640 unit.
Sedangkan F-35 sudah direncanakan dari awal dengan fokus “stealth fighter for ALL”, untuk produksi yg 2,800 unit
Jadi harus ada spesifikasi yg jelas untuk apa yg mau diproduksi. Dan juga harus ada prediksi yg jelas utk nilai ekonomis dari jumlah produksi. Kedua proyek diatas sudah berhasil menentukan kedua hal ini. Catatan: Tentu saja, semakin banyak jumlah produksi, biaya pembuatan pesawat per unit akan semakin murah.
Produksi KF-X sekarang hanya dijadwalkan untuk 250 unit.
Apakah ini sudah mencapai nilai ekonomis?
Sekali lagi, saya hanya menghitung kasar. Tapi dari spesifikasi yg ada sekarang, RCS >0,1 m2 untuk Block-2 KF-X, dua mesin, dan AESA radar, dan jumlah produksi yg hanya 250 unit (lebih sedikit dibanding Typhoon) -- harga pesawat KF-X atau F-33 hampir bisa dipastikan akan melebihi $100 juta / unit termasuk development cost -- ini untuk melahirkan pesawat yg belum tentu bisa sebanding secara kemampuan dgn Eurofighter Typhoon, Sukhoi Flanker, atau bahkan F-16 Block-60 dan SAAB Gripen-E/F.
Boleh dibilang, akan lebih murah untuk Indonesia membeli Sukhoi Su-35 dan menelan ongkos operasional yg Rp 400 juta / jam, dibanding terus ”bertaruh” dengan KF-X. Sama dengan Korsel yg tetap bisa memilih F-15 SE sebagai alternatif dari KF-X atau F-35A.
http://www.flightglobal.com/news/articles/south-korea-to-obtain-40-f-35as-393402/
"Seoul will also obtain an additional 20 fighter aircraft of unspecified type, but the timeframe and details of this acquisition are not clear.
This additional requirement would appear to leave room for Boeing and Eurofighter, which pitched the F-15 Silent Eagle and Typhoon in the original 60 aircraft F-X III competition, to make a significant sale in South Korea."
F-15 SE untuk sementara memang sudah dibatalkan untuk dibeli Korsel. Tapi bukan mustahil kalau F-15SE dapat kembali masuk ke dalam pertimbangan orang Korea. Ingat! Mereka sudah mempunyai 60 F-15K -- yg juga sudah hampir dipastikan pada akhirnya juga akan mendapat AESA radar, dan membuka kemungkinan follow-up order utk membeli F-15SE dan/atau meng-upgrade ke-60 F-15K ini menjadi tipe SE. Pilihan ini tentu saja akan lebih murah dibanding melanjutkan proyek KF-X.
Apakah mungkin F-33 ini dapat di-ekspor untuk menekan biaya?
Ini memasuki masalah kelima.
(Bersambung lagi... besok)
Admin |
11 Jan 2015 22:26:01
@Gripen-Indonesia,
terkait komentar mas dibawah :
===============================================
"Inilah perbedaan utama antara KF-X dengan proyek Eurofighter Typhoon atau F-35. Negara2 yg terlibat dalam proyek Typhoon atau F-35 memiliki jauh lebih banyak pengalaman, kemampuan, dan kematangan untuk bisa menjalankan kedua proyek ini secara independent. Dan ini tentu saja tidak membuat negara2 yg sudah lebih mampu ini kebal dari kemungkinan "Cost overrun" dan keterlambatan proyek.
Kenyataannya, tanpa backgroun industry yg matang, Korean Aerospace adalah anak kemaren sore dibanding pembuat proyek Typhoon atau F-35. KF-X membutuhkan partnership dari pemain yg sudah matang – kalau mereka mau membuat pesawat tempur sendiri di era Industrial Phase yg sudah “Mature” atau “Declining” seperti sekarang."
===============================================
saya setuju bahwa kemampuan Korea masih jauh kalah dibandingkan dengan Amerika dan Eropa yang berada dibalik project F-35 dan Typhoon. itu hal yang tidak bisa dibantah.. dan fakta bahwa Korea membutuhkan bantuan bantuan dari pemain yang matang, itu juga sangat benar karena memang faktanya seperti ini..
harap dipahami bahwa dalam project jet tempur KFX, Korea tidak melakukannya sendiri, tetapi mendapatkan bantuan dari pihak luar yang dalam hal ini adalah pemain yang matang seperti yang mas sebut diatas. sebagaimana kita ketahui bahwa dalam project KFX/IFX ini Korea sudah "memaksa" Lockheed Martin sebagai partner utama mereka. "pemaksaan" ini terkait dalam hubungan erat project KFX/IFX dengan tender FX-3 Korea yang sudah dimenangkan Lockheed Martin. Tentang Lockheed Martin, saya kira saya tidak perlu memperjelas siapa mereka. disamping Lockheed Martin, untuk banyak subsistem lainnya juga kemungkinan akan melibatkan perusahaan "matang" lainnya. Sebut saja GE untuk mesin...
artinya seperti yang mas bilang, tanpa bantuan pihak luar yang sudah matang, Korea tidak akan mamou menjalankan project KFX/IFX ini dengan baik. Korea sendiri menyadari betul akan fakta itu, sehingga mereka sudah melakukan beberapa antisipasi.
Lalu pertanyaannya, mampu kah Korea dibantu LM dan beberapa perusahaan lainnya menjalankan KFX? mengingat pengalaman Korea "yang masih anak bawang dan anak kemaren sore" bekerjasama dengan Lockheed Martin membuat project T-50 Golden Eagle dengan sukses, maka tidak tertutup kemungkinan KFX/IFX juga mendapatkan sukses yang sama.
sebagaimana kita ketahui, bahwa dulu Korea melihat peluang bagus pangsa pasar pesawat latih lanjut (LIFT) sehingga mereka membuat project T-50. Ketika itu mereka masih sama sekali belum pernah membuat pesawat Jet tempur sebelumnya. dengan kerjsama dengan LM dan lainnya, project itu berhasil. dan saat ini, T-50 Golden Eagle bisa disebut sebagai salah satu pesawalt LITF terbaik yang tersedia dipasaran saat ini, bersaing dengan M-346 Master, Hawk-127 dan beberapa lainnya. bahkan di Amerika sendiri pun, T-50 Golden Eagle ini dinominasikan sebagai pengganti pesawat latih Amerika yang sudah menua. itu sebagai gambaran bahwa hasil kerjasama Korea dan LM, bukanlah produk abal-abal.
harap dipahami, bahwa saya bukan mengagungkan Korea dan LM, tapi saya hanya memberikan gambaran akan apa yang telah dicapai oleh Korea dengan bantuan asing. Memang benar, kapasitas T-50 akan berbeda dengan KFX. tantangan yang lebih besar tentunya menuntut kerja yang lebih besar pula.
apa yang mau saya sampaikan adalah Korea tidak sendirian menjalankan project KFX ini
bersambung...
Admin |
11 Jan 2015 23:13:24
@Gripen-Indonesia,
terkait komentar mas dibawah :
=====================================
Jadi harus ada spesifikasi yg jelas untuk apa yg mau diproduksi. Dan juga harus ada prediksi yg jelas utk nilai ekonomis dari jumlah produksi. Kedua proyek diatas sudah berhasil menentukan kedua hal ini. Catatan: Tentu saja, semakin banyak jumlah produksi, biaya pembuatan pesawat per unit akan semakin murah.
Produksi KF-X sekarang hanya dijadwalkan untuk 250 unit.
Apakah ini sudah mencapai nilai ekonomis?
Apakah mungkin F-33 (KFX) ini dapat di-ekspor untuk menekan biaya?
=====================================
Terkait jumlah Produksi awal, memang yang ditargetkan sebagai target minimal produksi nya adalah 250 unit. ini sudah disebutkan dibeberapa sumber. beberapa sumber lama (sudah sulit cari link nya) yang menyatakan adalah angka 250 unit ini adalah angka BEP (break event point) yang harus dicapai. targetnya adalah 50 unit untuk Indonesia, 150 untuk Korea dan 50 untuk Export. dibeberpa sumber ada yg menyebutkan angka berbeda, tetapi tidak terlalu bebeda jauh dan target BEP nya tetap 250 unit.
Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk 50 unit KFX jika project ini sukses dan Korea sendiri membutuhkan paling tidak 120 unit sebagai pengganti armada F-5 dan F-4 mereka yang cukup banyak (yg tidak akan bisa ditambal dengan hanya 40 unit F-35). ini kita belum berbicara prospeknya sebagai pengganti KF-16 korea di masa datang.
Lalu Bisakah KFX di Export?
saya melihat bahwa justru disinilah peluang besar yang dilihat oleh Korea sehingga mereka berani bertaruh besar menjalankan project ini. sebagiamana dulu Korea melihat peluang besar pasar pesawat latih lanjut (LIFT) yang akhirnya melahirkan T-50 Golden Eagle, kali ini pun Korea melihat peluang yang cukup besar juga.
mengapa saya sebut peluang besar? kita lihat saja pesawat tempur mulai Gen 3- dan Gen 4 yang masih aktif di dunia saat ini. masih banyak sekali negara-negara yang masih menggunakan pesawat tempur tua dan harus segera diganti beberapa tahun mendatang. tidak hanya negara miskin, negara maju seperti negara Eropa pun masih banyak yang mengoperasikan pesawat semacam F-16, Mirage, Mig family dan lainnya. sebagai gambaran saja, saat ini didunia di situs F-16.net disebutkan bahwa paling tidak ada 4000 an unit F-16 yang masih aktif digunakan di dunia saat ini. menariknya lagi, Lockheed Martin sudah dikabarkan akan stop produksi F-16 dan fokus di F-35 dimasa datang.
tidak hanya F-16, kemungkinan pesawat tempur generasi 4 yang sudah ada saat ini, tidak tertutup kemungkinan juga akan mengikuti jejak F-16. Sebut saja Gripen, Typhoon, Rafale dan lainnya, kemungkinan mereka akan juga mengalami nasib yang sama di masa tahun 2030 keatas. Pesawat gen 4 saat ini seperti Gripen, Typhoon, Rafale, Mig Family, Sukhoi dan lainnya kemungkinan besar tidak akan bisa lagi dikembangkan lebih jauh dimasa datang yang trend nya adalah penekanan pada aspek "stealth" seperti VLO RCS, Internal Waepon Bay. Pengembangan yang memungkinkan bagi pesawat tempur Gen 4 sekarang ini dimasa itu kemungkinan besar hanya bisa di sisi avionik saja. sementara untuk mengikuti trend yang kemungkinan besar adalah trend kearah "stealth", akan sulit diikuti dengan design pesawat tempur Gen 4 yang sudah ada saat ini. Artinya jika mau mengikuti trend ini, mau tidak mau produsen pesawat seperti SAAB, Dassault dan EuroFighter serta lainnya harus membuat design baru, yang artinya akan membuat pesawat baru lagi. untuk memulai hal ini tentu sulit dilakukan karena produsen seperti SAAB, Dassault, UreoFighter masih kesulitan bahkan untuk menjual produk mereka saat ini saja sudah cukup sulit.
Disisi lain ada satu fakta yang cukup menarik dimana pada saat itu F-35, F-22, PAKFA, J-xx China adalah pesawat yang diprediksi akan menjadi primadona di pasar dimasa tahun 2030 keatas. menariknya lagi adalah tidak semua negara memiliki akses untuk memiliki F-35, F-22, dan PAKFA. selain itu ada banyak sekali negara yang akan kesulitan dari segi finansial memelihara pesawat tempur Gen 5 seperti F-35, PAKFA, dan F-22, namun negara negara tersebut kemungkinan besar membutuhkan pesawat tempur generasi 4.5 yang tidak semahal F-35 namun memiliki teknologi yang tidak terlalu jauh ketinggalan baik dari segi software maupun design pesawat sendiri.
nah disinilah sebanrnya peluang yang cukup besar yang dilihat korea sehingga mau "bertaruh besar" menjalankan project KFX/IFX ini. apakah hanya Korea saja yang melihat peluang ini? tidak juga, kita lihat saja bagaimana Turki yang juga sama sama "anak bawang dan anak kemarin sore" seperti Korea dengan project TFX mereka yang membidik pasar yang kurang lebih sama dengan KFX. bahkan dulu Turki juga sangat tertarik dengan project KFX ini, namun mundur karena mereka menginginkan partnership yang sama besar dengan Korea yang tidak bisa disetujui Korea.
China dengan project pesawat tempur terbaru mereka juga setali tigauang. Japan dengan project F-3 mereka. lalu kenapa negara negara mapan (bukan anak kemarin sore), tidak bergerak melihat peluang ini??? Amerika sudah memfokuskan diri di Project F-35 dan F-22 mereka. F/A-18 Super Hornet direncanakan akan di upgrade menjadi Advanced Super Hornet dan F-15 direncanakan menjadi F-15 SE meski belum laku hingga saat ini.
Swedia dengan SAAB nya masih sibuk menjual Gripen dan pengembangannya sehingga masih sulit bagi mereka untuk merancang pesawat tempur baru. demikian juga Prancis dengan Dassaultnya masih sibuk memperjuangkan nasib Rafale... negara uni Eropa lainnya juga hampir sama nasibnya masih berusaha keras memperjuangkan nasib dan masa depan ef Typhoon, sehingga masih sulit bagi mereka membuat rancangan pesawat tempur baru. apalagi ditengah kelesuan ekonomi mereka beberapa tahun belakangan.
jadi kembali ke pertanyaan mas diatas, Bisakan KFX di eksport dimasa mendatang? melihat hal diatas, maka saya memberikan jawaban Bisa.
just IMHO
bersambung
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 05:14:04
@Admin,
Saya akan menuliskan ini dengan singkat dahulu, sebelum elaborasi lebih lanjut:
"Bisakah KF-X di-export?"
Jawaban saya: MUSTAHIL, karena....Lockheed-Martin, yg memberikan ToT utk KF-X.
Perumpamaannya begini:
Restoran Pak Djoko (KorSel) mendekati KFC (Lockheed-Martin) dan kemudian bertanya kpd mereka,
"Pak boss KFC! Kita mau membuat ayam goreng jenis baru (KF-X), dan kita mau anda turut berinvestasi dalam ayam goreng baru kami!"
Boss KFC akan menyerengitkan kening.
"Paling tidak begini deh, ajarin dong, satu-dua resep (ToT) supaya kita dapat membuat ayam goreng baru ini!"
Boss KFC akhirnya tersenyum, kemudian berkata,
"Oke, boleh deh. Tapi sebelum saya kasih resep. Beli dulu yah, 40 ton Ayam goreng dari KFC (F-35)! Jadi ini akan memberikan keuntungan bersama!"
Pak Djoko menghitung di calculator, kemudian mengangguk.
Kemudian boss KFC membisikkan ke juru2 masaknya:
"Gile nih orang! Mau bikin saingan buat ayam goreng kita, tapi minta bantuan ke kita! Loe kalo entar disana, bantuin tuh orang! Tapi tolong pastikan kalau ayam goreng mereka tidak boleh seenak buatan kita! Kasih apa kek gitu biar yg makan bakal eneg!"
Anak2 buah boss KFC mengangguk2. Mereka juga tidak akan mau pasar ayam goreng yg sudah mereka buat, dan sudah menguasai pasar (F-16 dan F-35) untuk dapat diancam ayam goreng baru buatan anak kemaren sore (KF-X).
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 08:27:56
@Admin
Silahkan hapus komentar di atas (tadi pagi sy masih ngantuk menulisnya), dan komentar ini utk menghemat tempat.
Saya akan menuliskan yg baru.
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 08:52:57
Keempat, menjawab pertanyaan2 berikut:
# Kenapa KF-X kemampuan dan spesifikasinya pasti akan dibawah F-35, atau bahkan F-16?
# Kenapa KF-X TIDAK MUNGKIN bisa di export?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Kenapa KF-X kemampuan dan spesifikasinya pasti akan dibawah F-35, atau bahkan F-16?
# Kenapa KF-X TIDAK MUNGKIN bisa di export?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jawabannya adalah: Lockheed-Martin
Sadar atau tidak, penandatanganan proyek F-35 akan memberikan MONOPOLY total utk supply Pespur Barat ke tangan LM.
Semuanya ini berkaitan dengan Industrial Life Cycle period spt sudah saya tuliskan di atas. Saat ini, kita berada dalam period “Declining”. Biaya entry untuk membuat pesawat tempur baru, bahkan bagi para pemain lama sudah semakin mahal. Jumlah pemain semakin sedikit. Apa yg diperebutkan juga semakin sedikit.
Sejarah singkat.
Berbeda dengan awal tahun 1980-an, teen fighters dibuat oleh tiga / empat perusahan US yg berbeda. McDonnell-Douglas membuat F-15 dan F-18 (sbnrnya kerjasama dngn Northrop, sblm pecah); General-Dynamics membuat F-16, dan Grumann membuat F-14A –tentu saja, Grumann juga membuat semua pesawat yg beroperasi di atas kapal induk US saat itu.
Sejak jaman itu, semuanya sudah berubah. Northrop melakukan merger dengan Grumann, dan membentuk Northrop-Grumann. Sejak proyek B-2 (Northrop) dan F-14 (Grumann) dihentikan, Northrop-Grumann sudah tidak lagi membuat pesawat militer jenis apapun, dan sudah kehilangan kemampuan utk mengikuti kompetisi2 militer US yg selanjutnya.
Kegagalan kolaborasi Northrop-McDonnell dengan YF-23 dalam kompetisi ATF, adalah “nail in the coffin” buat nasib kedua perusahaan ini utk terus ikut membuat pesawat baru utk pemerintah US. Boeing, yg mengeruk lebih banyak keuntungan dari divisi pesawat penumpang mereka, mengakusisi McDonnell-Douglas, dan mengambil alih jalur produksi F-15 dan F-18.
Lockheed-Martin juga mengakuisisi divisi aviation dari General Dynamics. Ini adalah langkah pertama mereka untuk mempersiapkan MONOPOLY di kemudian hari. General adalah pembuat F-16, memiliki andil 30% dalam proyek F-22, dan merupakan salah satu kompetitor dalam JSF. Dengan mengambil alih kontrol General Dynamics Aviation (induknya sendiri masih independen), Lockheed menguasai 70% proyek F-22 (30% lain dipegang Boeing), menguasai pasar F-16, dan melenyapkan satu kompetisi dalam JSF.
Dan kita sampai ke masa sekarang.
Tanpa order baru, production line untuk F-15, F-18, Eurofighter Typhoon, dan Dassault Rafale akan ditutup setelah tahun 2020. Semua negara yg berkocek tebal masih berbondong2 mau membeli Stealth (F-35), sedangkan pembeli yg kurang percaya stealth dan menitik-beratkan ke pesawat tempur ganda; Jerman, Spanyol, dan Perancis sudah puas dengan Typhoon dan Rafale mereka – order lebih banyak sudah tidak mungkin.
Diluar para pemain besar, pasar utk kelima tipe di atas sudah tergolong kecil. Pilihan default akan jatuh ke tangan F-16 – yg juga sudah dikuasai LM. Jadi dalam hal ini, strategi LM dalam menguasai General Dynamics Aviation sudah menuaikan buah. Mereka akan menguasai pasar high end (F-35), dan low-end (F-16). Kalau sampai proyek F-35 berkendala atau terlalu mahal, LM masih dapat bermain dengan menawarkan F-16 Block-60+. Disinilah, kita bisa melihat, Lockheed-Martin sudah mendapatkan monopoly.
Ini semua hanya business. LM sudah berhasil menempuh proses yg sama dgn Microsoft yg mengontrol semua OS di PC/laptop. Atau contoh kesuksesan lain dari Google (menguasai digital mapping, & Android), dan Apple (iPhone, iPad, Macbook).
Catatan: Order book untuk SAAB skrg ini sudah penuh. Jadi sementara para pembuat pesawat lama mengalami masa krisis tanpa order banyak, SAAB memang sudah berencana dari awal utk mengambil order dalam jumlah sedikit, tapi menguntungkan.
Dalam posisi ini, SAAB dgn Gripen justru menjadi “the dark horse”. Gripen sudah ditawarkan ke banyak negara yg sudah keringat dingin karena melihat harga F-35. Berita terakhir, Belgia skrg sedang memperhitungkan Gripen sebagai pengganti F-16 mereka. Kalau SAAB memenangkan kontrak di Belgia – yg memang tidak terlibat proyek F-35 dari awal, inisiatif bagi negara lain utk lompat dari F-35, tidak hanya ke Gripen, tapi juga ke Rafale atau Typhoon akan semakin besar.
(Bersambung)
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 09:34:13
------------------------------------------------
Bagaimana hubungannya dengan KF-X?
------------------------------------------------
Dengan penguasaan pasar F-16 dan F-35, dan dengan ancaman terbesar bagi pasar Lockheed justru datang dari SAAB Gripen, kenapa Lockheed justru akan membantu kemungkinan saingan utk F-16 atau F-35 kelak?
Kita harus berpikir secara logis disini. Tidak akan pernah ada perusahaan yg mau membantu kompetitornya mengembangkan produk yg bisa menjadi saingannya di pasar eksport kelak. Ini artinya perusahaan yg sibuk menggali kuburnya sendiri sejak dia berdiri.
Kita hanya akan membohongi diri sendiri, kalau berpikir bahwa Lockheed-Martin akan berniat TULUS dalam membantu proyek KF-X. Secara logis, kalau KF-X kemampuannya bahkan mendekati F-35, marketing utk Lockheed akan kesulitan dalam “pitch” mereka menjual F-35. Bahkan kalau kemampuan KF-X bersaing untuk low-end dengan F-16, ini juga akan menyulitkan mereka.
--------------------------------------------------------------------------------
Bagaimana kalau KF-X ternyata lebih bagus dari yg diharapkan
--------------------------------------------------------------------------------
Andaikata – Korea/Indonesia berhasil membuat KF-X menjadi pesawat yg menjanjikan. Mesin ganda, AESA radar, supercruise, dll – ini akan menjadikannya pesawat yg bersaing dengan Eurofighter Typhoon atau Dassault Rafale, bukan? Pesawat semacam ini, tentu akan menjadi ancaman serius utk market F-35 dan F-16.
Kita semua juga lupa, masih ada satu kartu As lagi yg dapat dimainkan Lockheed-Martin.
Program FMS – Foreign Military Sales – yg dikontrol langsung oleh US Senate.
Ditengah iklim perekonomian yg semakin sulit, pemerintah US tentu saja tidak akan mau / suka melihat pekerjaan pembuatan F-16 dan F-35 direbut oleh perusahaan lain. Keuntungannya bagi mereka, 90% komponen dalam KF-X akan menjadi buatan US, dan berarti dibawah kontrol FMS.
Dalam hal ini, pemerintah US bisa berdalih macam2 utk melarang export F-33 (KF-X). Contoh paling gampang bisa diambil dari hasil pembelian Korea sendiri di masa lampau.
http://www.defenseindustrydaily.com/us-export-restrictions-hand-korean-ex-competition-to-us-firm-02497/
Wedgetail AEW&C seperti yg dibeli Australia, bukanlah pilihan awal Korea. Pilihan pertama mereka adalah kerjasama antara antara Gulstream dan IAI Elta -- G550 CAE&W. Yang lucu disini, dalam ranka melindungi pasar utk Boeing, pemerintah US menolak memberikan ijin FMS untuk menjual perlengkapan yg “default” dalam hampir setiap transaksi; Link-16, Link-11, IFF, Quick Radio. Ini jelas adalah manuever untuk sabotase saingan perusahaan lain yg menawarkan alternatif yg berarti – lebih sedikit jumlah pekerjaan di US.
Tentu saja, saya sudah pernah menuliskan bagaimana Korea (lagi2) membatalkan proyek upgrade KF-16 mereka dengan BAe, dan kemudian beralih ke Lockheed-Martin. Pemerintah US, tentu saja mengambil handil dalam hal ini utk menyulitkan / menambah biaya utk BAe melakukan kontrak, sehingga Korea tidak punya pilihan selain mengambil deal dari LM.
Kedua kasus ini saja seharusnya merupakan “precedent”. Terjemahan kata ini sendiri berarti: ”pelajaran masa lalu yg akan menjadi acuan apa yg akan terjadi di masa depan.” Tetapi Korea sendiri sepertinya tidak belajar banyak dari kedua kejadian ini, dan mereka akan membayar mahal kelak nanti di proyek KF-X.
Apakah pesawat seperti KF-X tidak mempunyai potensi pasar? Tentu saja punya, tapi bagaimanapun juga, LM (dan pemerintah US) akan menembak jatuh KF-X sebelum sempat menjual satu pesawatpun untuk Export.
---------------
Kesimpulan
--------------
Proyek seperti KF-X adalah taruhan besar, dan secara logis, proyek ini “sudah gagal dari awal” karena bermacam2 faktor – mulai dari “industrial life cycle” yg menyulitkan pendatang baru, pembuat utama yg kurang kompeten dan berpengelamanan (KAe), tindak-tanduk Korea sendiri yg sepertinya tidak karuan dan kurang terarah dalam proyek militer mereka (Nanti saya akan menulis lebih lanjut ttg hal ini secara spesifik), dan tentunya juga karena ada alternatif yg nyata utk mereka bisa hengkang dari proyek ini sewaktu-waktu (F-15SE).
Korsel sebagai pemain dalam industri senjata ini juga bukanlah pemain yg terkenal murah hati, tapi lebih dikenal sebagai pemain yg mengejar segala sesuatu yg prestigious, dan tindak-tanduk mereka sangat ambisius. Kerjasama dengan negara semacam ini tidak pada tempatnya untuk Indonesia yg justru harus belajar banyak utk mencapai kemandirian pertahanan.
Sekarang agak percuma untuk mulai memikirkan, kenapa, atau motivasi apa yg mendorong Indonesia untuk memutuskan masuk ke dalam proyek ini.
Admin |
12 Jan 2015 13:30:11
@Gripen Indonesia,
terkait komentar mas dibawah :
======================================
Tanpa order baru, production line untuk F-15, F-18, Eurofighter Typhoon, dan Dassault Rafale akan ditutup setelah tahun 2020. Semua negara yg berkocek tebal masih berbondong2 mau membeli Stealth (F-35), sedangkan pembeli yg kurang percaya stealth dan menitik-beratkan ke pesawat tempur ganda; Jerman, Spanyol, dan Perancis sudah puas dengan Typhoon dan Rafale mereka – order lebih banyak sudah tidak mungkin.
Diluar para pemain besar, pasar utk kelima tipe di atas sudah tergolong kecil. Pilihan default akan jatuh ke tangan F-16 – yg juga sudah dikuasai LM. Jadi dalam hal ini, strategi LM dalam menguasai General Dynamics Aviation sudah menuaikan buah. Mereka akan menguasai pasar high end (F-35), dan low-end (F-16). Kalau sampai proyek F-35 berkendala atau terlalu mahal, LM masih dapat bermain dengan menawarkan F-16 Block-60+. Disinilah, kita bisa melihat, Lockheed-Martin sudah mendapatkan monopoly.
======================================
tidak hanya F-15, F-18, Typoon dan rafale yang menghadapi situasi itu.. F-16 sendiri akan tutup lini produksinya ditahun 2020an jika tidak ada pembelian dalam jumlah significant. saat ini LM hanya menangani pesanan F-16 untuk Iraq, Mesir dan Oman yang akan selesai ditahun 2016. di situs resmi Lockheed Martin sendiri sudah disebut tanpa pesanan tambahan yang significant, lini produksi F-16 hanya akan sampai 2017 dan selanjutnya akan fokus ke pasar upgrade F-16.
Lebih lanjut pejabat Lockheed Martin mengharapkan bahwa Lini Produksi F-16 masih bisa berjalan sampai tahun 2020, namun di pertengahan 2020, Lockheed Martin sendiri sudah menyebutkan akan mengutamakan produksi F-35 dibandingkan dengan F-16 seperti yang dikutip Reuters
berikut cuplikan petikannya :
"We wake up every day and go out and do what we can," he said. "But there's a crossover point out there ... sometime in the 2020 timeframe, where it'll make more sense to procure F-35s than F-16s." Lockheed on Friday marked completion of its 100th F-35 fighter."
harapan memperpanjang lini Produksi adalah ketika F-16 V ditawarkan dalam tender 126 unit MRCA India dimana F-16 sudah disingkirkan. Harapan lainnya adalah di Taiwan yang meminta untuk membeli 60an unit F-16 baru, namun sulit diterima Amerika karena protes dari China.
apa yang mau saya sampaikan adalah, Lockheed Martin sendiri susah menyadari bahwa F-16 sudah tidak bis amenjadi andalan jualan mereka di tahun 2030an mendatang. sementara kita tau sendiri bahwa tidak semua negara memiliki kemampuan membeli dan mengoperasikan F-35 yang cukup mahal...
disinilah kenapa peluang KFX tetaplah besar. Karena akan menjadi peluang bagi Lockheed Martin untuk masuk ke pasar yang 'akan ditinggalkan' F-16..
just IMHO
bersambung
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 13:41:58
@Admin,
Kalau anda memuat apa yg dituliskan di website Lockheed sendiri, ini adalah marketing ploy.
Tentu saja mereka akan menulis hal demikian untuk menaikkan sales potential untuk F-35. Kenyataannya, F-16 adalah "default" pesawat tempur murah bagi mrk yg tidak akan pernah mau membeli F-35.
Bagus sekali, kalau memang benar LM akan menutup produksi utk F-16.
Ini berarti SAAB Gripen tidak akan mempunyai saingan. Sangat menarik!
Ingat order book mereka sudah penuh sampai 2026!
Sepertinya tulisan sedimikian dibuat utk meredam suara2 "sumbang" yg mulai berbicara kalau sudah saatnya USAF mulai kembali membeli F-15 dan F-16 baru, dibandingkan meneruskan proyek F-35.
Kita lihat saja apa yg terjadi.
Admin |
12 Jan 2015 13:43:02
@Gripen Indonesia,
terkait komentar mas dibawah :
====================================
Andaikata – Korea/Indonesia berhasil membuat KF-X menjadi pesawat yg menjanjikan. Mesin ganda, AESA radar, supercruise, dll – ini akan menjadikannya pesawat yg bersaing dengan Eurofighter Typhoon atau Dassault Rafale, bukan? Pesawat semacam ini, tentu akan menjadi ancaman serius utk market F-35 dan F-16.
====================================
kembali lagi ke fakta yang saya sampaikan diatas bahwa lini Produksi F-16 akan mulai berhenti menjelang tahun 2020an, dan dimasa itu LM akan lebih memfokuskan produksi F-35 dibandingkan F-16. jika demikian, bisa diprediski lini produksi akan benar benar berakhir di tahun 2030an. artinya tanpa F-16, LM hanya fokus ke F-35. nyatanya tidak semua negara diberikan izin Amerika untuk membeli F-35 dan tidak semua negara yang membutuhkan jet fighter mumpuni ketika itu mampu membeli dan mengoperasikan F-35.
lalu terkait komentar mas dibawah :
=============================
Apakah pesawat seperti KF-X tidak mempunyai potensi pasar? Tentu saja punya, tapi bagaimanapun juga, LM (dan pemerintah US) akan menembak jatuh KF-X sebelum sempat menjual satu pesawatpun untuk Export.
=============================
saya anggap itu hanya persepsi tanpa didasari argumen yang kuat karena LM pada saat itu juga membutuhkan 'produk' lain yang akan menemani F-35 untuk segment pasar yang berbeda.
sama seperti T-50 Golden eagle yang akhirnya menjadi "jualan" Lockhhed Martin untuk segment pesawat tempur latih lanjut (LIFT), maka tidak tetutup kemungkinan KFX akan menjadi "jualan" LM untuk segment Gen 4.5 Fighter dan F-35 untuk Gen 5 Fignter.
just IMHO
bersambung
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 13:56:18
http://www.nationaldefensemagazine.org/archive/2014/September/Pages/AsF-35RampsUpLegacyFightersFaceExistentialThreat.aspx
"he capabilities of the F-35 and F-16 are so distinct — a stealthy, fifth generation multirole jet compared to a low-cost, proven fourth generation fighter — that the aircraft do not compete in the same market, he says. Ultimately, the customer’s requirements dictate which aircraft Lockheed offers.
“The F-35 and F-16 are totally different airplanes,” he says. “You can’t look at them as competitors.” McHenry declined to disclose which countries Lockheed Martin is marketing the F-16."
Oke, Lockheed sendiri bilang kedua pesawat ini berbeda -- malah competitor satu sama lain.
Tambahan dibawah dari analsis yg lebih independen dalam artikel yg sama:
Ultimately, the consolidation in the fighter industry is “something that should be of great concern,” Aboulafia says. Hope remains for Boeing to retain its fighter capability through future Navy and Air Force efforts to field a sixth generation jet. If Boeing lands the contract for the Air Force’s long-range strike bomber, that would allow the company to keep its fighter jet department open to develop a sixth generation jet, he adds.
The best-case scenario is unfortunately impossible, Aboulafia says. If Boeing produced the F-16 instead of Lockheed, the United States could remain home to two manufacturers of fighter aircraft, and Boeing would aggressively market it.
Boeing “could do so much with that plane. They would love to have a plane at that price point, and Lockheed Martin has been kind of neglecting that plane,” he says. “If only it were a saleable asset, that would solve everybody’s problems — more competition in the marketplace, Lockheed Martin could walk away from it, and Boeing would have something new to sell.”
Point terakhir ini SANGAT BENAR.
Bukankah ini kenapa Lockheed mengambil General Dynamics Aviation, dan mengambil alih produksi F-16?
Dari sudut pandang Richard Aboulafia, aerospace analyst for the Teal Group menyayangkan karena kedua pesawat (F-16 dan F-35) ini diproduksi perusahaan (jahat) yg sama, buk
Kalau saja sewaktu itu Boeing bukan mengambil General Dynamics Aviation, dan bukan mengakuisisi McDonnell-Douglas. Boleh dibilang, LM berhasil mempercundangi saingan utamanya dalam langkah ini.
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 14:15:20
@Admin
Saya kagum dengan kepercayaan anda dalam proyek KF-X.
Memang indah kelihatannya kalau Indonesia bisa memiliki proyek "membuat pesawat tempur sendiri".
Pada awalnya saya juga cukup optimis dengan proyek ini, sebelum analisis awam sy mulai menunjukkan yg sebaliknya.
Kenyataannya, proyek KF-X ini tidak akan kemana-mana.
Kalau hasil proyek dari si pembuat yg kurang pengalaman ini (KAe) saja bahkan bisa menandingi F-16, ini sudah sangat mengagumkan, tapi PASTI akan jauh lebih mahal harganya. Siapa yg mau beli?
Bukan tidak mungkin Korsel bisa banting setir untuk membeli F-15 SE yg kemampuannya pasti akan jauh lebih unggul. Ini bukan pertama kali mereka flip-flop dalam mengubah keputusan.
Kenyataannya, tidak seperti T-50, US tidak akan membutuhkan pesawat spt KF-X.
Saat ini US sudah terlalu takabur, berencana mengganti semua tipe pesawat mereka dengan F-35. Jadi tidak ada ruangan buat pesawat lain, kecuali untuk proyek T-X (yg juga masih tertunda terus gara2 F-35 menghabiskan terlalu banyak uang).
Dan ini artinya, tentu saja kemungkinan besar, kalau KF-X hasilnya terlalu bagus, PASTI akan ditembak jatuh oleh LM dan pemerintah US sebelum sempat terbang di pasar export, dan menjadi prospek saingan utk F-16 dan F-35.
Kalaupun F-35 kelak harus digantikan, tentu saja USAF akan berpaling ke US manufacturers, dan tidak akan pernah berpaling ke KAe.
Wong, T-50 saja kalau memenangkan project T-X akan dirakit di pabrik LM di US, bukan di Korea. (Semoga Saab/Boeing yg memenangkan kontes ini!).
Semua bukti sudah saya sajikan diatas.
Kalau hal ini kelak semua hal ini akan terjadi, ini bukannya tanpa "precedent" dari kasus yg sebelumnya.
Kenyataannya industri pesawat tempur sudah semakin menciut -- para pemain yg sudah ada akan semakin brutal memperebutkan pasar yg kecil. Pemain baru tidak akan ada tempat utk bermain.
LM sudah mengambil posisi terbagus saat ini. Mereka adalah the top manufacturer.
Dan tidak ada hal lain yg mereka akan lakukan, kecuali mencoba menghambat kompetitor dan melindungi market.
Kesimpulan sudah saya sajikan.
Sebaiknya, Indonesia keluar dari proyek ini, dan mulai berpikir baik2 ttg masa depan.
Saat ini, prospektus paling baik untuk Indonesia adalah mengambil ToT 100% dari SAAB, dan turut dalam mengembangkan Gripen-NG.
Saya menaruh harapan lebih besar dalam kerjasama antara Boeing - SAAB di masa depan. Juga sudah ada pembicaraan antara Boeing - EADS untuk membicarakan kemungkinan pembuatan "the next NATO fighter". Bukan tidak mungkin kedua kolaborasi ini akan bergabung menjadi satu kelak.
IMHO.
Melektech |
12 Jan 2015 17:13:02
Saya setuju dengan @Gripen Indonesia
Saya juga setuju dengan @Admin
Jaman sekarang sangat berbeda jauh dengan jaman dulu (1950 - 1980)
- semua disain dilakukan manual
- komputer dulu hanya bertindak tak ubahnya sebagai kalkulator
- simulasi harus dilakukan live (nyata), baik disain dan Uji
- membutuhkan banyak sekali orang ber "kepala botak"
- banyak membutuhkan prototipe pesawat untuk setiap perubahan
Jaman 1980 - sekarang
- Disain dilakukan melalui komputer sehingga hasilnya sangat cepat
- Simulasi dilakukan melalui komputer dengan akurasi sangat tinggi
- hanya sedikit diperlukan orang ber "kepala botak", biasanya hanya sebagai supervisi saja
- hasil final prototipe melalui komputer dapat langsung diaplikasikan
intinya adalah, dengan adanya Komputer dan Software yang super canggih sekarang, dapat memangkas WAKTU dan BIAYA serta PEGAWAI.
Bukan tidak mungkin, Satu Orang saja bisa membuat pesawat canggih
juga sekarang banyaknya pemasok ONDERDIL pesawat didunia ini, jauh beda dengan dulu, yang biasanya membuat pesawat juga membuat onderdilnya sendiri. Ibaratnya sekarang ini kita sedang merakit komputer model apapun.
Saya juga masih OPTIMIS KFX/IFX jalan terus, tapi juga agak pesimis untuk masalah permodalan
BERSAMBUNG TERUS.........................
Melektech |
12 Jan 2015 17:55:09
KFX/IFX adalah pesawat tempur untuk gererasi 4.5 adalah cita-cita yang tidak muluk-muluk, Korea Selatan memang paling jago untuk mewujudkan cita-citanya dan sudah terbukti
MBT,Light Tank,Howitzer 155/105, Rudal SAM/SSM, Rudal Long Range, Kapal Destroyer/Selam, dst...........
Sekarang mereka juga bertahap menapak angkasa di jalur yang benar : KT-1 ==> T-50 ==> Sekarang KFX
Sedang kita tidak mungkin mengikuti alur Korea Seperti itu, karena akan butuh banyak biaya dan waktu tapi langsung melakukan lompat jauh nan indah dengan IFX
Jelas dengan 20% permodalan, kita juga harus tahu diri.
Tapi efek positifnya sudah sangat jelas :
segi Politik, kita menganut NON-BLOK, tapi secara sangat tidak langsung kita Blok Barat
Segi Ekonomi, kita terhubung langsung dengan Salah satu Macan Asia
Segi Egosentris, kita masih dapat menepuk dada (bangga) masih bisa mempertahankan kemandirian kedirgantaraan yang dulu dirintis pak habibi, kita masih dapat berbicara lantang ke dunia dirgantara, minimal se ASEAN
Segi Deterensi, Negara lain akan sangat memperhitungkan, apabila kita maju sendiri alias Mandiri
Dll.
Tawaran SAAB ToT 100% wajib kita ambil, tapi ada yang kurang..............
Riset atau penelitian sejak awal, seperti KFX/IFX
Gripen-NG adalah produk siap pakai, sama dengan C-295, meskipun kita dulu punya CN-235
Jelas pihak SAAB takkan mau/bisa mengulang lagi dulu awal Gripen itu prosesnya gimana ?
sekarang tinggal POKOK 'E
Lanjut terus.............
Admin |
12 Jan 2015 18:05:52
@Gripen Indonesia,
Saya memang memiliki pandangan yang berbeda dengan mas terkait KFX.. tetapi bukan berarti bahwa saya benar-benar 100% yakin KFX ini akan berhasil dengan sempurna.. sedari awal project KFX ini saya sendiri sudah melihat banyak masalah terutama dalam hal timeline produksi di tahun 2023. maka dalam banyak artikel saya ttg KFX saya selalu menyampaikan bahwa KFX ini tidak akan berjalan mulus saja
tetapi dibalik semua masalah yang akan dihadapi project ini, saya juga melihat ada peluang besar yang akan dicapai jika project ini sukses (meski tidak sesuai timelinenya). itulah sebabnya saya memiliki pandangan positif saja terhadap project ini. mengenai apa positifnya, saya sudah menjabarkannya dalam komentar saya tadi. Meski jika susatu saat nanti project ini gagal, maka saya tidak akan sedih dan juga tidak terkejut... bagi saya apa yang akan dijalani dalam project KFX/IFX adalah sebuah langkah awal bagi Indonesia untuk belajar, tidak hanya belajar merakit tetapi juga membuat serta belajar sistem dari awal.
maka saya pribadi melihat jika ada orang yang meragukan project ini, saya merasa itu hal yang wajar saja. dan jika ada yang optimis dengan project ini saya juga merasa wajar.. bagi saya sendiri, saya tidak terlalu perduli "hasilnya" nanti, saya cuma mau melihat bagaimana Indonesia melangkah kearah tujuan yang pernah dilangkahkannya. thats it..
just imho
salam
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 18:51:33
Lihat pertanyaan2 berikut:
Apakah Lockheed-Martin akan membantu sepenuh hati? -- Tidak mungkin. Ingat, LM sudah terbiasa bermain kotor. LM vs Korea -- pemenangnya pasti LM(!).
Apakah Korea mempunyai kemampuan & background cukup utk melakukan proyek di kelas ini? === Tidak cukup.
Faktanya dewasa ini, kalau melihat dari beberapa contoh perusahaan2 besar spt BAe, CASA, Fimmecannia, Northrop-Grumman, atau bahkan raksasa2 spt Boeing dan EADS sekalipun -- di masa yg semakin sulit seperti ini, tidak ada satupun yg berani membuat pesawat tempur baru sendirian.
Fakta kedua -- Fully-upgraded Teen fighters (F-14, F-15, F-16, dan F-18) yg dibuat di tahun 1970-an masih menjadi standar yg valid 50 tahun kemudian spt skrg ini. Kalau tidak bisa mengalahkan Teen fighters, semua proyek akan percuma.
Apakah Korea mempunyai 100% komitmen ke proyek ini? == Saya rasa tidak. Tapi tunggu saja beritanya.
Masih akan jauh lebih murah buat mereka utk membeli 200 F-15 dibanding meneruskan proyek ini. Dan sangat bodoh kalau meremehkan kemampuan F-15.
Apakah mungkin proyek ini masih ada hasilnya? == Bisa, tapi hasilnya harus dipertanyakan.
Apakah mungkin hasil proyek ini akan melebihi F-16? == Tidak segampang itu.
Mesin ganda, tidak berarti otomatis pesawat ini pasti melebihi F-16.
Kalau kemampuannya bisa menyamai F-16 saja, kita sudah harus berdecak kagum.
Apakah proyek spt KF-X ini akan overbudget? == Dengan pengalaman yg sedikit, dan dengan target yg cukup tinggi spt ini (Bandingkan KF-X dgn HAL Tejas), tentu saja kita akan melihat biaya KF-X tidak akan dapat dipenuhi dengan $8 milyar.
Prediksi saya = $20 milyar minimum -- utk pesawat yg mungkin lebih inferior dibanding F-16. Harga per unit akan melebihi $100 juta.
(mendingan Indonesia membeli Eurofighter Typhoon -- pesawat tempur terbaik di dunia saat ini)
Apakah kita akan mendapat keuntungan penuh dari KF-X? === KF-X ini akan 90% US-content, jadi hal ini akan tergantung kebijakan FMS dari US.
Jadi mananya yg "buatan sendiri"?
Sebaiknya kalau mau mendukung KF-X, kita mulai menyurati atau menelpon Presiden Obama, agar memastikan Indonesia mendapat top-spec equipment. Tapi mengingat spesifikasi F-16 Block-52ID yg "dibawah standar", kemungkinan terbesar KF-X akan mendapat spesifikasi perlengkapan yg sebanding, dan Korea mungkin mendapat versi yg lebih hebat.
Just IMHO.
Gripen-Indonesia |
12 Jan 2015 19:09:29
Catatan tambahan
-----------------------
Masalah utama utk KF-X skrg ini adalah keputusan Korea untuk meminta ToT dari Lockheed-Martin. Sayang sekali, kalau mereka mendapat ToT dari EADS atau Boeing, proyek ini prospek-nya akan jauh lebih positif.
Sekali lagi, LM sudah mengamankan monopoly pespur Barat krn menguasai F-16 DAN F-35. TIDAK AKAN ADA inisiatif utk mereka membuat pesawat tempur baru spt KF-X.
Buat apa? Skrg ini mereka adalah top manufacturer. Dua produk mereka sudah menguasai dunia. Semua produk lain akan dianggap sebagai saingan.
Justru kita harus mengkhawatirkan kemungkinan LM akan menembak jatuh proyek ini.