Gripen-Indonesia |
24 Jan 2015 23:56:31
@Admin,
Masalah utama Malaysia -- armada udara mereka sudah terlalu gado2.. Jauh lebih parah dibandingkan Indonesia.
Mereka juga terlalu banyak beli "gengsi", spt Su-30MKM.
Akibatnya, lihat saja, bagaimana bisa MH370 bisa melintas semenanjung Malaya, tanpa terdeteksi? Ini kan gila? seperti kalau ada pesawat tak dikenal bisa melintasi pulau Jawa!
Ini jelas menunjuk ke organisasi mereka yg juga sudah terlalu semerawut, sejalan dengan armada gado-gado mereka yg tidak karuan.
Dengan hanya membeli 4 pesawat, sudah pasti biaya maintenance mereka akan mahal.
Jangka panjang, mnrt saya A400M hanya akan memperburuk keadaan RMAF sekarang ini, krn akan menyedot anggaran.
IMO.
Admin |
25 Jan 2015 10:26:48
@Gripen Indonesia,
ya saya setuju itu... tingkat gado gado mereka jauh lebih parah dari Indonesia.. mungkin mereka mulai sadar gado-gado itu ga enak, makanya Mig-29 nya di Pensiunkan dini...
kalau saya melihat pembelian A400M itu lebih bersifat 'politik' dibandingkan kebutuhan ril AU Malaysia.. saya sih ga menyoroti jumlahnya yang hanya 4 unit, tetapi harganya yang kelewat mahal untuk ukuran pesawat angkut kelas berat. menurut info Janes.com, kontrak tahun 2005 itu menelan dana $2.5 Miliar untuk 4 pesawat A400M. saya tidak tau persis apa saja yang tercakup dalam kontrak itu, tetapi tetap saja itu MAHAL.
sementara Indonesia, dengan humble, mendapatkan 9 unit pesawat angkut C-130H bekas Australia dengan dana yang hanya sekitar $100 Juta. sebuah ironi ditengah isu terbatasnya anggaran militer Malaysia yang banyak menghambat akuisisi alutsista mereka seperti pengganti Helikopter Nuri, program MRCA (pengganti Mig-29 dan F-5) dan lainnya banyak terkendala dana..
disisi lain mereka menghamburkan uang $2.5 Miliar hanya untuk 4 unit A400M dan ada lagi project kendaraan militer 8x8 pars yang kabarnya harga perunitnya mencapai $7 juta (jauh lebih mahal dari MBT Leopard 2A5 baru sekalipun).. maka harga fantastis seperti ini, tidak usah kita herankan jika itu terjadi di Malaysia.
namun di artikel ini, saya hanya menyoroti sisi positifnya saja, bahwa pesawat A400M akan membawa dampak yang cukup bagus bagi Malaysia dari segi kemampuan mobilitas peralatan militer mereka. kalau dari segi biaya operasional, au ah, gelap.. heheh
just IMHO
Gripen-Indonesia |
25 Jan 2015 22:25:06
Inilah kenapa, Indonesia justru harus menghindari proyek pembelian "hemat",
seperti Malaysia dengan hanya 4 A400M saja.
## Pembelian dalam jumlah sedikit seperti ini, justru akan membuat harga per unit lebih mahal.
Sudah jadi pengetahuan umum, kalau negara membeli dalam jumlah yg lebih banyak, jadi ada kemampuan menawar dari "list price" yg ditawarkan pembuat.
Sama dengan pembelian spare part -- kalau jumlah yg dibeli lebih banyak, negara dapat men-stock lebih banyak, dan tentu juga dapat menawar harga per komponen lebih murah.
Sama seperti kalau kita membeli 10 kg Cabe di pasar, sebenarnya harga per-kg-nya akan lebih murah dibanding kalau kita hanya membeli 250 gram saja.
## Pembeli juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk fixed infrastructure support cost -- yg menyertai setiap pembelian setiap tipe baru. Dalam hal ini, pembelian yg sedikit, berarti % cost dari nilai kontrak akan meledak.
Contoh #2:
Infrastruktur dasar utk menopang operasional cost A400M adalah $500 juta minimal (sy tidak tahu persis jumlahnya -- ini hanya contoh).
Dengan membeli 4 pesawat, Malaysia tetap harus mengeluarkan tambahan $500 juta ini. Seandainya Malaysia membeli 10 pesawat, biaya fixed cost ini hanya naik lebih sedikit -- paling ke $650 juta.
## Training
Biaya training pilot, maintenance, dan personnel crew akan sama seperti dua point diatas -- justru akan lebih mahal per pesawat dibandingkan kalau membeli dalam jumlah yg lebih banyak.
Untuk contoh A400 M, Malaysia tetap harus mengirim, semua crew itu untuk training di Eropa. Kalau membeli banyak, biaya tambahan utk mengirim beberapa jumlah crew lain tidak akan bertambah banyak. Paling hanya 20 - 30%, dan Malaysia langsung dapat menerapkan program -- instruktur pilot & maintenance crew yg belajar di Eropa, dapat mewariskan ilmu mereka di Malaysia.
Negara2 seharusnya dapat mencontoh bbrp airline modern; AirAsia yang memborong ratusan A320 standar / NEO, atau Lion Air yg sibuk memborong B737NG / MAX.
Pembelian hanya 1 type dengan volume yang lebih besar, seperti Air Asia, dan Lion Air, walaupun kontraknya kelihatan sangat mahal di muka, dalam jangka panjang justru akan lebih murah. Keduanya sudah menghemat banyak dibanding harga list price A320 atau B737.
Mrk juga tidak akan perlu keluar banyak uang tambahan utk perlengkapan support jumlah tambahan pswt yg mereka beli.
## Kesimpulannya --- kalau memang uang tidak banyak, jangan mikir utk beli sesuatu yg kelihatan hebat, tapi nggak bisa beli banyak!
Untuk jumlah uang yg sama, lebih baik membeli lebih banyak unit yang lebih murah. Karena jumlah yg dibeli akan lebih banyak, jangka panjang justru negara akan berhemat banyak.
Sayangnya, Indonesia juga sudah sering membuat kesalahan yg sama.
Contoh paling gampang:
Kita menelan banyak kerugian ketika "menyicil" 16 Sukhoi Flanker dengan pola yang sama, dari 2003 sampai 2011. Mungkin pembelian awal SUkhoi diawali insiden pulau Bawean, tapi apa bedanya?
Toh, sejak membeli Sukhoi pertama di tahun 2003, mereka tetap tidak dipersenjatai sampai 2012... Kalau sampai ada insiden pulau Bawean Bag.2, Sukhoi justru akan sangat dipermalukan!