Melektech |
09 Aug 2015 18:04:31
Pertanyaan anda semua sudah dijawab di
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2012
TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN
Bagian Ketujuh
Pengadaan, Pemeliharaan, dan Perbaikan
Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 43, Ayat 5d yang berbunyi :
" jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara; "
Salam,..........
iboy6 |
09 Aug 2015 18:09:04
kondisi sekarang tdk bisa disamakan dgn jaman embargo dulu, peluang embargo sudah sangat kecil Amerika dan sekutunya NATO tdk akan sembarangan ngasih embargo sama kita kenapa? karena negara kita baik dari segi ekonomi,posisi dll ibratnya seperti gula manis yg diperebutkan para semut,siapa semutnya? tentu saja negara2 besar
Melektech |
09 Aug 2015 18:22:07
F-35 tetap yang terhebat dalam teknologi kesilumannya. FIRST SHOT FIRST KILL
bagaimana Su-35 atau Typhoon bisa menembak ? lha wong targetnya tidak kelihatan ?
yang kelihatan oleh pilot Su-35 atau Typhoon adalah lesatan rudal AIM-120 C8 yang menuju ke arahnya, pilot hanya diberi waktu sekitar 10 detik untuk memilih, mencoba mengelak (kesempatan selamat hanya 10%) atau langsung eject
Lupakan Dog-Fight yang menjadi andalan Su-35, karena tidak akan pernah terjadi
atau seumpama Lanud Hasanudin tiba tiba di serang JDAM tanpa peringatan sama sekali dari petugas radar, karena radar kita buta
GI |
09 Aug 2015 19:14:55
Bung Melektech,
Probability Kill dalam BVR combat sbnrnya masih terlalu kecil.
Terlalu banyak orang di forum2 Barat, yg senang berseru2, kalau era dogfight sudah berakhir -- skrg jamannya BVR combat.
Lagipula, orang2 Amerika (terutama) ini seperti lupa, kalau AMRAAM-D sudah bukan lagi dianggap BVR missile yg paling tak terkalahkan.
"F-35 fanboyz" (yeah, disana juga ada yg seperti itu) melupakan kalau probability kill AMRAAM dalam dunia nyata sbnrnya sangat kecil.
Walaupun dalam tes range, AMRAAM mencapai 85% kill, pada prakeknya, kemampuan kill dari AMRAAM jauh dibawah dalam dunia nyata.
Sejak tahun 1991, USAF sudah menembakkan 13 AMRAAM, hanya 6 missile yg mengena -- 45 % kill rate -- sebagian kabarnya juga ditembakkan dalam situasi WVR. Dan ini semua terhadap lawan yg tidak membawa RWR modern, jammer system, dan bahkan tidak pernah tau kalau sudah di "-lock" atau ditembak.
Berikut ringkasan probability kill dari AMRAAM.
http://www.flightglobal.com/blogs/the-dewline/2009/01/bvr-and-russian-roulette/
Contoh kasus yg lebih menarik:
==========================================
http://www.flightglobal.com/news/articles/us-fighters-tangle-with-iraqi-46825/
==========================================
Tanggal 5-January-1999, dalam Operation Southern Watch di Iraq --- 2 MiG-25 melanggar larangan "no fly zone"; dan ditargetkan 2 F-15C, dan kemudian oleh 2 F-14A.
Hasilnya cukup menarik.
F-15C menembakkan 1 AIM-7 Sparrow semi-homing missile, dan 3 x AMRAAM (versi A atau B);
F-14A menembakkan 2 AIM-54 Phoenix Long-range missile.
Hasilnya: 6 BVR missile ini MELESET terhadap MiG-25 Iraq yg sudah kuno, tidak membawa RWR, jammer, dan pilotnya pun bahkan sudah sangat kurang dalam latihan.
===========================================
GI |
09 Aug 2015 19:44:05
FIRST SHOOT, FIRST KILL sbnrnya boleh dibilang adalah slogan palsu yg dicetuskan Lockheed-Martin / Pentagon dalam mengiklankan F-35.
Ada beberapa kelemahan dari teori ini:
## F-35 tidak bisa terbang cepat untuk menambah momentum AMRAAM, sedangkan SEMUA BVR missile jarak jangkaunya cenderung lebih pendek kalau ditembakkan pada ketinggian diatas 7 - 8 km.
Ini artinya, walaupun jarak jangkau AMRAAM-D diatas kertas mencapai 100 Km, DAN F-35 bisa melihat lawan terlebih dahulu dengan AN/APG-81 AESA radar mereka; kemungkinan besar, F-35 harus mendekat sampai 50 kilometer sebelum bisa mencapai kill zone AMRAAM-D yg maksimal.
Berita buruknya untuk F-35:
Pirate IRST (Typhoon), OSF-IRST (Rafale), atau Selex Skyward-G (Gripen-E) dapat melihat lawan secara pasif dari jarak 95 kilometer.
Kemungkinannya terlalu besar kalau ketiga Eurocannards dapat terlebih dahulu melihat F-35 dan menembakkan MBDA Meteor yg jarak jangkau, dan pK-nya jauh lebih unggul dibandingkan AMRAAM-D.
# Kelemahan kedua adalah kemampuan AMRAAM sendiri -- ini sudah dibahas sedikit diatas.
AMRAAM-D sudah bukan termasuk BVR missile yg paling modern di dunia. Dengan mengandalkan solid-boost rocket propulsion, AMRAAM-D membutuhkan pesawat induknya terbang lebih cepat untuk menambah momentum / probability Kill ke target.
AMRAAM-D juga kemungkinan besar kemampuan momentum akhirnya untuk menghantam target terlalu kecil -- bisa terbang terlalu cepat, atau terlalu lambat, dan dengan kemampuan manuevernya hanya 13G; pesawat yg tahu ditargetkan AMRAAM, akan dapat menghindar.
MBDA Meteor menghilangkan kelemahan momentum ini dengan ramjet propulsion. Walaupun publikasi resminya jarak jangkaunya hanya 100 km; jarak jangkau "asli"-nya dikabarkan melebihi 160 kilometer, karena missile ini sangat hemat bahan bakar. Meteor baru akan menambah kecepatan kalau target sudah dekat, dan tidak lagi bisa menghindar.
R-77 Russia, atau MICA-IR / EM Perancis tidak mempunyai sistem ramjet, tapi kedua jenis missile ini juga mempunyai kado pilihan seeker (antara radar, atau Infra-Red) di masing2 sub-tipe. Menembakkan 2 missile dengan 2 macam seeker, kemungkinan pK-nya juga akan lebih tinggi dibandingkan 2 AMRAAM.
Ini tentu saja belum menghitung kemampuan sistem jammer modern, atau decoy system utk mengecoh semua BVR missile di saat akhir. Pespur modern juga biasanya mempunyai Missile Warning System, untuk memperingatkan pilot kalau pespur mereka sedang ditargetkan missile dengan active seeker, atau IR-seeker.
Artinya --- seperti point diatas sebelumnya --- kalau pepsur yg ditargetkan terhitung modern, dan pilotnya terlatih -- Probability Kill untuk BVR Combat sebenarnya SUANGAT KECIL.
## Ini artinya, kemungkinan besar "....the future of Air combat will still be decided in WVR, or even dogfight..."
F-35 yg hanya bisa membawa 4 x AMRAAM kalau mau terbang "stealth" akan cilaka, karena mereka tidak akan bisa bertempur dalam jarak dekat.
Tidak ada kemampuan manuever, dan mereka tidak membawa 1-pun WVR missile modern, seperti AIM-9X.
Seperti sudah diberitakan sebelumnya, F-35A dalam keadaan "kosong" bahkan tidak mempunyai EM (Energy Manueverability) untuk dapat menandingi F-16D two-seater yg membawa 2 tangki bahan bakar tambahan di sayapnya.
Menurut test pilot yg menerbangkan F-35 ini:
".... pesawat (F-35) sama berat dengan F-15E, tapi sayapnya terlalu kecil, dan daya dorongnya 15,000lb lebih rendah...." ALIAS tidak bisa belok, dan T/W rationya tidak ada.
Ini artinya kemungkinan besar saja, F-16 C/D yg membawa perlengkapan modern saja mempunyai peluang yg cukup besar utk bisa mengalahkan F-35.
==============
Siapa takut F-35?
==============
Eurofighter Typhoon atau Dassault Rafale saja sudah membuktikan diri dapat mengalahkan F-22 di Red Flag, kok.
Kemampuan Gripen-NG tidak berbeda jauh dari Rafale / Typhoon, dan dari berita yg ada, all-around low-observable design-nya (RCS, infra-red signature-nya lebih kecil) akan membuatnya lebih sulit dilihat dibanding Typhoon / Rafale untuk lebih mempersulit deteksi.
Melektech |
09 Aug 2015 20:03:31
Bung @GI
Mungkin benar, namun jaman terus berkembang, teknologi sekarang sudah sangat cepat dan maju.
Th. 1999, Komputer dulu yang beratnya bisa sampai 15 kg (termasuk monitor tabung), sekarang (Th. 2015) sudah hanya sebesar korek api, dengan berat hanya 100 gram dan juga dengan kecepatan 100x lipat
Memori RAM yang dulu di Th. 1999 sebesar 1MB, sudah sangat hebat
Sekarang sudah mencapai 4GB, dengan kecepatan yang bukan main cepatnya
belum lagi jalur kemunikasi WiFi super cepat, LTE, Fiber Optik, dst...
yang dulunya hanya mimpi, sekarang menjadi kenyataan
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), bahkan tidak memerlukan Hulu Ledak, hanya mengandalkan Impact (tubrukan) saja, karena keakuratanya
bahkan Raytheon mengatakan tidak lama lagi mengeluarkan AIM-120 versi terbaru, dengan menanamkan AI (Artificial intelligence), sehingga mampu memprediksi gerakan pilot musuh, penggunaan AESA dengan sudut pandang hampir 180 derajat.
saya masih ingat dulu saya punya HP mahal Ericsson T10i di tahun 1999, yang hanya bisa Telepon dan SMS saja, namun sekarang saya punya HP murah yang bisa apa saja, bisa nonton Film, bisa untuk presentasi, bisa main game sepak bola, bakan bisa meng hack komputer lain di belahan bumi lainnya.
Salam...............
Melektech |
09 Aug 2015 20:15:00
Bung @GI
Skenario yang anda katakan, adalah posisi Head to Head, IRST/OLS letaknya didepan
Dalam arti posisi F-35 sudah diketahui
padahal skenario tersebut bukan andalan F-35, sehingga tidak akan pernah terjadi
Serangan KEJUTAN / DADAKAN, itulah tugas dari F-35 sebagai pesawat siluman
sehingga efek menyerang dari F-35 adalah dari belakang / membokong
atau dalam hal serang darat, radar musuh tidak akan menyadari kalau mereka kedatangan F-35
Salam................
Admin |
09 Aug 2015 20:51:14
@GI :
terus terang saja, saya tidak percaya dengan teori yang mas sampaikan terkait probality kill rudal BVR dan juga tetang "begitu lemahnya F-35" seperti yang mas sampaikan. bagi saya, apa yang mas sampaikan adalah sesuatu hal yang terlalu menyederhanakan satu hal, dimana meninggikan hal yang mas suka dan melemahkan satu hal lain yang mas tidak suka.
terkait probability kill rudal BVR, saya ga mau terlalu jauh berbiacara tentang statistiknya. silahkan ditelusuri, namun sampai sejauh ini, rudal BVR yang sudah benar-benar mengecap peperangan salah satu yang paling sering adalah AIM-120.
terkait pernyataan mas bahwa rudal AIM-120D tidak lah hebat, dan rudal MBDA Meteor jauh lebih baik, saya hanya bisa mengatakan bahwa apa yang mas simpulkan itu belum pernah terbukti sampai detik ini. tidak lain karena AIM-120D sendiri belum operasional, sedangkan MBDA Meteor sampai detik ini belum pernah terlibat dalam perang yang sebenarnya.
jadi bagaimana mas bis amengambil kesimpulan seperti itu? Kalau hanya secara teoritis, rudal yang lain secara toeritis juga sangar, namun apakah semua sama dengan teoritis?
terkait F-35, jujur saja saya kadang merasa bingung sendiri melihat pandangan mas. saya lihat mas selalu memandang bahwa F-35 akan turun kedalam perang dalam misi Air Superiority seorang diri tanpa didampingi pesawat tempur lain. padahal F-35 kemungkinan besar tidak akan mendatangi wilayah musuh tanpa didampingi pesawat tempur lainnya.
sebut saja di US, F-35 akan selalu bertandem dengan F-22, dimana F-22 akan menjadi pelindung untuk mengawasi pesawat tempur musuh dan F-35 akan berperang menghancurkan fasilitas dan target penting musuh. Dia Australia pun, kemungkinan F-35 akan selalu didampingi oleh F/A-18 E/F Super Hornet dan EA-18G Growler.
jadi skenario yang serang mas sampaikan seolah-olah F-35 akan tampil seorang diri bisa saya sebut adalah skenario langka.
lalu kalau mas sebut pertempuran masa depan akan didominasi perang WVR, saya sih senyum saja. memang perang WVR akan tetap terjadi, tetapi teknologi BVR yang sudah berkembang jauh saat ini akan membuat perubahan yang sangat besar. apalagi dengan bantuan network centryk warfare yang makin maju, saya rasa era BVR sudah ada didepan mata.
terkait komentar mas yang menyebutkan seolah-olah Pirate IRST (Typhoon), OSF-IRST (Rafale), atau Selex Skyward-G (Gripen-E) akan menjadi berita buruk bagi F-35 (dan pesawat stealth lainnya), plis jangan lupakan peranan pesawat early warning yang akan membantu F-35 memeberitahukan posisi musuh, sehingga F-35 bisa menghindari berhadapan langsung dengan pesawat tempur musuh.
pertanyaannya pesawat peringatan dini kubu mana yang bisa lebih dulu mendeteksi lawan untuk memberitahu kawannya, agar bisa menyusun strategi? maka disini faktor RCS berperan. tanpa tau dimana perkiraan posisi awal F-35, maka peranan IRST itu belum memberikan abntuan apa apa.
so apa inti dari semua ini? menurut saya, skenario yang selalu mas sampaikan terlalu menyederhanakan masalah, sehingga menngabaikan banyak sekali faktor lain yang justru menjadi penentu dalam peperangan modern saat ini.
salam.
Admin |
09 Aug 2015 21:20:30
@Lucky :
benar memang harga jual Su-35BM jauh lebih murah dari pada EF Typhoon. untuk jangka pendek tentu Su-35BM jauh lebih hemat.
namun masalahnya, penggunaan pesawat tempur di satu negara bukan untuk masa jangka pendek tetapi jangka panjang sampai 30 tahun kedepan.
coba kalau mas menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untum membeli dan mengoperasikan pesawat tempur tersebut selama 30 tahun kedepan. maka hasil perhitungannya akan menjadi lain.
menurut saya, harga pembelian + Operasional + Maintenance selama 30 tahun kedepan, Su-35BM akan lebih mahal dari pada EF Typhoon. pemerintah pun saya yakin tidka hanya akan memikirkan biaya awal pembelian saja, tetapi biaya operasional dan maintenace selama 30 tahun kedepan.
membeli pesawat tempur itu tidak sesederhana membeli Handphone, yang hanya melihat harga dan fasilitas yang ditawarkan saja.
salam
GI |
10 Aug 2015 03:58:21
@Admin, @Melektech
Ini diskusi yg menarik.
=========================
bahkan Raytheon mengatakan tidak lama lagi mengeluarkan AIM-120 versi terbaru, dengan menanamkan AI (Artificial intelligence), sehingga mampu memprediksi gerakan pilot musuh, penggunaan AESA dengan sudut pandang hampir 180 derajat.
===================================
terkait probability kill rudal BVR, saya ga mau terlalu jauh berbiacara tentang statistiknya. silahkan ditelusuri, namun sampai sejauh ini, rudal BVR yang sudah benar-benar mengecap peperangan salah satu yang paling sering adalah AIM-120.
terkait pernyataan mas bahwa rudal AIM-120D tidak lah hebat, dan rudal MBDA Meteor jauh lebih baik, saya hanya bisa mengatakan bahwa apa yang mas simpulkan itu belum pernah terbukti sampai detik ini. tidak lain karena AIM-120D sendiri belum operasional, sedangkan MBDA Meteor sampai detik ini belum pernah terlibat dalam perang yang sebenarnya.
===============================
Ada sedikit salah kaprah disini.
Pertama2 --- sudah menjadi kebiasaan sejak mulainya era "BVR missile" di tahun 1960-an, kalau dunia militer (terutama Amerika) terlalu mendewakan kepiawaian kehandalan BVR missile.
Kelihatannya skenario yg sangat ideal, bukan?
Pesawat yg bisa melihat lawan lebih dahulu, lalu menembakkan missile dari jarak jauh, dan tembakan itu pasti mengena.
Memang benar, sejauh ini AMRAAM adalah satu2nya missile yg berhasil mendapatkan "kill" -- tp sejarah sudah mengajarkan kita kalau tidak akan ada senjata yg bisa menjadi "silver bullet" -- senjata yg memenangkan semua pertempuran dngn mudah.
Didalam setiap "konflik" dari sejak ribuan tahun yg lalu -- terlalu banyak variable factor yg membuat hasilnya justru sukar untuk diprediksi, dibandingkan dalam "testing scenario", ataupun berdasarkan pengalaman tempo doeloe yg sudah ada.
@Admin,
Apakah MBDA Meteor jauh lebih baik dibanding AMRAAM?
Secara tehnologi, dan propulsion -- diatas kertas -- jarak jangkau dan pK-nya memang dihitung lebih tinggi. FYI -- semua negara sejak tahun 1990-an sudah berpikir kalau mesin ramjet akan menambah jarak jangkau BVR missile; dan sejauh ini hanya MBDA yg berhasil membuat missile dngn kemampuan ini. Bbrp pihak di US sendiri mengeluhkan kurangnya investasi dalam tehnologi missile utk bisa lebih bersaing -- banyak bahkan mempertanyakan pK dari AMRAAM-D mengingat ini akan menjadi senjata andalan F-35.
Tapi apakah MBDA Meteor dapat menjamin kalau ini artinya Eurocannards akan memenangkan setiap BVR combat?
Tidak juga. Dalam hal ini, baik Meteor ataupun AMRAAM berada dalam posisi yg sama-- kalau menghadapi lawan yg mempunyai perlengkapan yg modern -- RWR (Radar Warning Receiver), MAW (Missile Approach Warning), dan sistem jammer, ada kemungkinan yg cukup besar (mungkin belum bisa diprediksi) kalau lawan akan dapat menghindar.
Dan memang faktor yg lain adalah "luck". AMRAAM yg ditembakkan dari sudut yg "lebih strategis" dan dari jarak yg lebih menguntungkan, tentu saja bisa mempunyai peluang pK yg lebih tinggi dibanding Meteor.
==========================================================
Kesimpulan:
Sekali lagi, tidak ada BVR missile yg akan dapat menjamin 100% kill terhadap lawan yg sudah SIAP. Meteor, memang masih unproven; sebaliknya AMRAAM-D kabarnya belum selesai development-nya.
Kenapa F-35 dalam hal ini akan kesulitan?
Karena dalam konflik di masa depan, BELUM TENTU semuanya akan bisa diselesaikan dengan BVR combat. Kemungkinannya justru terlalu besar, kalau F-35 akan "terpaksa" bertempur dalam situasi "WVR" --- dan kenyataannya dari hasil testing yg ada, pesawat ini dinilai tidak akan siap untuk dogfight.
==========================================================
## Kedua -- "Stealth" ini berkaitan dengan masalah BVR diatas.
Adalah kesalahan besar kalau "stealth" dianggap sebagai "silver bullet", dan pilot F-22 atau F-35 merasa "pasti BISA menang".
Tehnologi yg paling berkembang di jaman skrng ini adalah tehnologi "passive sensor" -- bagaimana caranya melihat lawan tanpa bisa terlihat.
Di tahun 1999, F-117A yg memiliki RCS mungkin lebih unggul dibanding F-35, sudah tertembak jatuh di atas Serbia.
Senjata yg dipakai untuk menembak adalah S-125 alias SA-3 SAM missile yg bertehnologi tahun 1960an, dan terhitung sudah ketinggalan jaman.
Kalau tidak salah, Indonesia pernah mengoperasikan SAM jenis ini dahulu kala.
Secara prosedural, kita tidak perlu menganalisa terlalu dalam bagaimana caranya F-117 itu bisa ditembak jatuh di atas Serbia. Diskusi semacam ini sih, tidak akan ada habis2nya.
Kita hanya perlu menggaris-bawahi "the unpredictable factor in conflict" seperti diatas.
Pihak yg sudah tahu mereka akan berhadapan dengan STEALTH fighter, yg tidak bisa mudah dilihat radar; mereka akan beradaptasi, dan akhirnya mereka akan berhasil menembak jatuh stealth fighter.
Baik menggunakan sistem IRST modern (yg sbnrnya dibuat sebagai stealth counter), ataupun tehnologi kuno macam SA-3 -- pelajaran disini sekali lagi adalah: "Stealth" bukan akan menjadi "silver bullet".
===============================================================
@Admin -- jadi sebenarnya bukan saya menyederhanakan masalah, merendahkan F-35, atau ada "favoritisme" thd produk Eropa.
JUSTRU SEBALIKNYA -- IMHO, F-35 dan AMRAAM justru terlalu menyederhanakan / menggampangkan skenario konflik di masa depan, menurut skenario ideal yg menjadi dasar gambaran mereka.
MBDA Meteor dinilai sebagai BVR missile terbaik dewasa ini -- tapi kita akan melakukan kesalahan yg sama kalau sepenuhnya percaya kalau missile ini juga akan memenangkan setiap pertempuran dengan bersih.
Kembali lagi, kita justru harus belajar dari sejarah.
Pihak yg lebih unggul secara tehnologi TIDAK MENJAMIN akan menjadi pihak yg pasti akan menjadi pemenang.
"Unpredictable" factor akan menjadi salah satu faktor penentu dalam konflik, yg dapat merubah skenario ideal pihak yg sedari awal sudah merasa "pasti menang".
=========================================================
Pespur yg ideal dewasa ini, adalah pespur yg sudah didesain, dan diperlengkapi dari awal justru untuk lebih siap dalam menghadapi skenario2 yg mungkin tidak menentu dalam konflik seperti ini.
Dalam hal ini kalau dibandingkan dengan F-22 dan F-35, tidak hanya Eurocannards, IMHO, F-15, F-16, dan F-18E/F kemungkinannya justru akan lebih terbukti sebagai senjata yg lebih bisa dihandalkan dalam konflik di masa depan.
Wah, kita sudah OOT agak terlalu jauh.
Kalau konteks-nya utk Indonesia -- kenapa Eurocannards tetap akan menjadi pilihan yg paling ideal?
Krn tidak akan ada pembatasan2, baik secara tehnologi ataupun perlengkapan, yg kemungkinan besar akan terjadi dengan produk made in US atau Russia.
Spt sudah sy tuliskan diatas -- pespur yg baik adalah pespur yg justru "paling siap" untuk menghadapi "unpredictability" dalam konflik.
Dan pesawat yg paling siap tentu adalah pesawat yg bisa di-customize semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan negara pemakai.
Ada pepatah di Barat:
"Begitu pertempuran dimulai, semua rencana2 rapih itu langsung berantakan semua!"
Nanti kita bisa lanjutkan lagi diskusinya membahas poin2 lain.
Melektech |
10 Aug 2015 09:29:26
Bung @GI
AS adalah negara pertama yang mengoperasikan pesawat SILUMAN di dunia
Sejak Th. 1960 sudah mengoperasikan pesawat SILUMAN
SR-71 Blackbird (Lockheed)
F-117 (Lockheed)
B-2 (Northrop Grumman)
F-22 (Lockheed)
F-35 (Lockheed)
Lockheed khususnya dan AS umumnya, tentunya 50 tahun adalah sebuah waktu rancang bangun PESAWAT SILUMAN adalah waktu yang sangat panjang, jadi sudah sangat ber PENGALAMAN
F-35 tentunya sudah melalui uji yang sangat matang
memang terdapat beberapa kelemahan, namun itu sebagai langkah awal, jadi sangat lumrah
sama saja dengan F-16 yang telah dirancang sejak tahun 1960-an, namun sekarang sudah sangat matang, menjelma jadi F-16 Block 60/62
dan kalau membandingkan AIM-120A/B, lebih cocok dibandingkan dengan MICA-EM versi awal, daripada METEOR yang baru saja diproduksi
Salam............
GI |
11 Aug 2015 10:52:07
Bung Melektech,
Sebenarnya ada 4 kelemahan utama untuk desain "stealth". Kalau ada desain yg mengkompensasi di 1 hal, biasanya harus membayar mahal di hal lain.
## "Stealth" itu MAHAL dalam segala hal; baik dalam harga akuisisi ataupun biaya operasional.
F-35 skrng ini harganya 3x lipat dibandingkan F-16, dan biaya OP-nya di targetkan di atas $35,000 / jam --- hampir 2x lipat lebih mahal dibanding F-15, atau 5x lipat dibanding F-16.
## Desain pesawat yg mengikuti "Stealth shaping" bahkan sampai di generasi tiga (utk F-35) cenderung akan mengurangi optimalnya kemampuan aerodinamis.
F-22 kemampuan aerodinamisnya piawai, bukan? Tapi harus membayar mahal dengan harga dan biaya operasional seperti diatas. Dengan nilai program $67 milyar, produksi harus dihentikan setelah memproduksi 187 operasional unit.
Untuk F-35 --- singkatnya, dalam hal ini sangat cilaka!! (nanti bisa dibahas lebih lanjut)
Sebagai pembanding, orang2 Eropa sewaktu mendesain ketiga Eurocannards, memang sengaja menghindari "total stealth shaping" seperti diatas, justru untuk mengoptimalkan kemampuan manuever, mengurangi kerumitan desain, dan tentu saja menghemat biaya development cost.
## Untuk pesawat "stealth" -- semua komponen tambahan, seperti Infra-Red targeting pod (contoh: Litening, Sniper, atau Damocles pod) harus dibuat "built-in" ke dalam desain pesawat.
Ini sangat menyulitkan fleksibilitas untuk upgrade / penggantian komponen baru. Artinya komponen built-in harus dicabut dari pesawat, dan komponen baru harus dipasang. HARGA-nya akan sangat muahal, mengingat dari luar, komponen itu tidak boleh merubah stealth-shaping tadi.
Sedangkan untuk F-15, F-16, F-18, dan Eurocannards, krn semuanya dibawa didalam pod dibawah sayap -- ini tentu saja jauh lebih mudah.
FLIR (Forward-Looking Infra-Red) system yg built-in di dalam F-35, dinilai kemampuan targeting, dan resolusinya lebih inferior dibanding Sniper pod versi baru, yg sudah langsung bisa dipasangkan saja dengan mudah ke atas F-15E ataupun F-16C/D.
Ironisnya: pembuat Sniper pod adalah Lockheed-Martin sendiri.
F-22 tidak diperlengkapi dengan IRST system seperti Eurocannards / Su-27/30/35 untuk melihat lawan secara pasif. Tidak ada rencana untuk mengintegrasikan IRST ke F-22. Ini karena mereka harus terlebih dahulu menghitung bagaimana IRST di F-22 tidak akan merusak "stealth shaping" -- dengan kata lain, kembali -- MAHAL.
## Untuk bisa terbang dengan "stealth", semua pesawat harus terbang dengan "quietly".
Tidak boleh terbang supersonic (sonic boom-nya akan terlihat di radar).
Menyalakan radar juga tidak disarankan krn justru akan memudahkan lawan mengetahui dimana adanya stealth fighter.
Dan, terakhir --- ini sering lupa disebut -- pesawat stealth TIDAK BOLEH berubah arah. Perubahan arah, akan menaikkan RCS pesawat walaupun dalam sepersekian detik. Lawan yg mempunyai sistem radar yg bagus, ini sudah lebih dari cukup utk menandai keberadaan stealth fighter.
======================================================================
======================================================================
Masalah lain utk stealth fighter -- spt sudah pernah sy post-kan sebelumnya, tehnologi "passive radar" yg justru tidak akan terkecoh dengan RCS kecil dari pesawat stealth, sudah mulai menjamur.
Contoh: Cassidian passive Radar dari Airbus technology
=================================================
http://www.defenceandsecurity-airbusds.com/en_US/web/guest/passive-radar-from-cassidian-remains-invisible
=================================================
Radar jenis ini, tidak hanya akan dapat melihat pesawat "stealth", tapi juga tidak akan ada "radiasi" gelombang radar, seperti tipikal radar2 darat yg skrng. Artinya, radar jenis ini juga tidak mungkin bisa dihancurkan dengan EA-18G Growler.
Kelemahan sistem ini utk skrng, adalah kurangnya fleksibilitas dibanding x-band radar lama.
Tapi perkembangan sistem passive radar hanya akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Mulai ada pembicaraan, kalau Russia, India, dan China semuanya sudah dalam tahap mengembangkan sistem radar passive seperti ini.
Jadi seberapa hebatnya armada pespur yg seluruhnya terdiri dari "Stealth fighter" -- spt yg direncanakan USAF?
Kita bisa mengambil kesimpulan sendiri.
GI |
11 Aug 2015 16:19:33
Sy sudah menuliskan ini sedikit diatas -- tapi tanpa referensi.
Berikut adalah salah satu artikel yg menuliskan bagaimana pesawat stealth (dalam hal ini F-35) itu sebenarnya JAUH LEBIH SULIT untuk di-upgrade:
=================================================
http://www.thedailybeast.com/articles/2014/12/26/newest-u-s-stealth-fighter-10-years-behind-older-jets.html
=================================================
Cuplikan yg menarik dari artikel ini:
=================================================
“The F-35 will, in my opinion, be 10 years behind legacy fighters when it achieves [initial operational capability],” said one Air Force official affiliated with the F-35 program. “When the F-35 achieves [initial operational capability], it will not have the weapons or sensor capability, with respect to the CAS [close air support] mission set, that legacy multi-role fighters had by the mid-2000s.”
The problem stems from the fact that the technology found on one of the stealth fighter’s primary air-to-ground sensors—its nose-mounted Electro-Optical Targeting System (EOTS)—is more than a decade old and hopelessly obsolete. The EOTS, which is similar in concept to a large high-resolution infrared and television camera, is used to visually identify and monitor ground targets. The system can also mark targets for laser-guided bombs.
“EOTS is a big step backwards. The technology is 10-plus years old, hasn’t been able to take advantage of all the pod upgrades in the meantime, and there were some performance tradeoffs to accommodate space and stealth,” said another Air Force official familiar with the F-35 program. “I think it’s one area where the guys are going to be disappointed in the avionics.”
Ironically, older jets currently in service with the Air Force, Navy and Marine Corps can carry the latest generation of sensor pods, which are far more advanced than the EOTS sensor carried by the F-35. The latest generation pods—the Lockheed Martin Sniper ATP-SE and Northrop Grumman LITENING-SE—display far clearer high-definition video imagery in both in the infrared and optical spectrum—and from greater distances. Further, both pods have the ability to beam those full-motion video feeds to ground troops, which provides those forces with vital intelligence information.
Both pods also incorporate the ability to mark targets with an infrared laser beam—which the EOTS lacks—that helps pilots and ground controllers coordinate their attacks.
==========================================
Lebih lanjut mengenai masalah fleksibilitas stealth-fighter -- spt sudah sy tuliskan diatas, sistem EOTS yg disebut2 disini sebenarnya sudah built-in ke F-35.
Lebih sukar untuk di-upgrade, sedangkan F-15 atau F-16 hanya perlu mengganti Sniper / Litening pod generasi lama, dengan generasi terbaru, dan masalahnya sudah selesai.
=================================================
ome pilots consider the infrared marker to be crucial to the close air-support mission to support ground troops. The F-35 EOTS, which is an integral component of the new stealth fighter, was envisioned as a replacement for targeting pods altogether to preserve the JSF’s stealth frame. (Targeting pods can bulge out a bit, and leak out unwanted signals.) But along with the stealth came performance compromises that also hinder the ability to upgrade the system—the specifications of which were set more that 15 years ago—far before anyone imagined a jet would be providing video imagery to ground forces.
......
The Air Force is currently using the advanced LITENING-SE on many of its fighters like the F-16, which is about two generations newer than the old 1990s-vintage LITENING II-pod. Meanwhile, Lockheed Martin is delivering the new Sniper Advanced Targeting Pod-Sensor Enhancement (ATP-SE) to the Air Force—which is, ironically, an advanced version of the original Sniper XR pod that the F-35’s EOTS sensor was based on.
More damningly, the F-35 won’t be able to send even its already lower-quality live video down to those soldiers on the ground because its specifications were set before the wars in Iraq and Afghanistan started. Back then, no one ever imagined needing to beam live video to ground troops from a fighter jet. Nor are there any current plans to add that capability to the F-35.
===============================================
Yah, bahkan di tahun 2014 saja, F-15 dan F-16 yg membawa versi terakhir dari Litening atau Sniper pod sudah mempunyai kemampuan yg lebih tinggi untuk melakukan serangan ke darat, dibandingkan F-35 yg terus dirudung malang.
========================================
“Will the F-35 even have parity with those jets in the CAS mission set 10 years from now? I don’t know, dude. It doesn’t look good.”
========================================
Melektech |
12 Aug 2015 12:23:58
Kalau Teknologi Stealth adalah merugikan, kenapa banyak negara mengejar teknologi ini ?
China dengan Chengdu J-20 dan Shenyang J-31 (mirip dengan F-35)
Rusia dengan PAK-FA (T-50)
India dengan HAL FGFA dan HAL AMCA
Bahkan Swedia sendiri ada "Flygsystem 2020" sebagai pengganti Gripen
Korea/Indonesia sedang mengejar Teknologi Stealth pada KFX/IFX
Teknologi terus berkembang, IRST mungkin sekarang belum terpasang pada F-22, namun kemungkinan besar sebentar lagi akan terpasang
sama seperti kamera digital yang sekarang sudah terpasang pada HP mungil
Salam..........
GI |
12 Aug 2015 14:42:55
Tehnologi Stealth sebenarnya adalah evolusi selanjutnya dari tehnologi "kamuflase", yg sudah dimulai sejak ratusan tahun yg lampau -- yg sekarang sedang diaplikasikan tidak hanya ke pespur, tapi juga ke kapal perang, dan kendaraan lapis baja modern.
Bahkan SIGMA-class corvette spt Diponegoro juga sbnrnya mempunyai "limited stealth shaping".
F-18E/F , dan ketiga Eurocannards juga sudah mengurangi RCS cukup besar dgn "limited stealth shaping". Walaupun keempat model ini masih jauh dari nilai RCS "stealth" dari F-22 dan F-35, tapi paling tidak keempat model ini tidak akan membawa embel2 yg akan menyertai "total stealth concept".
Konsep2 seperti F-15SE atau ASH (Advanced Super Hornet) selangkah lebih maju, menikorpoerasikan lebih banyak stealth feature, dan bomb bay, tetapi tidak melangkah terlalu jauh utk mengurangi fleksibilitas yg bisa didapat dari pespur non-stealth.
Mungkin secara tehnologi, "Stealth" sebenarnya sudah cukup matang kalau melihat pengalaman US. Tetap sematang2nya tehnologi stealth, dan begitu memikat hatinya ide untuk "pespur yg hampir tidak terlihat di radar" -- kenyataannya SEMUA kelemahan itu tetap saja belum bisa dihilangkan.
Dalam hal ini, US kelihatannya menaruh TERLALU BANYAK uang mereka ke dalam taruhan konsep "stealth".
@Bung Melektech,
Tidak ada rencana utk memasang IRST ke F-22.
Akhirnya krn harga selangit, dan jumlah produksi yg sedikit, konsep "economies of scale" mulai mengigit ke F-22.
(Su-35 yg diproduksi hanya 48 unit juga akan mengalami nasib yg sama!
Ingat juga, kalau Russia tidak punya banyak uang seperti US.)
Biaya upgrade hanya untuk 183 pesawat TERLALU MAHAL dibandingkan kalau diaplikasikan ke 400 F-15 dan 800 F-16 mereka.
Faktor stealth F-22 justru membuatnya LEBIH MUAHAL lagi.
Sy sudah pernah mem-post sebelumnya.
F-22 bahkan belum diperlengkapi dengan JHMCS -- sama seperti F-16 Block-25 (Block-52ID Indonesia) sampai tahun 2017 -- ini juga kalau tidak tertunda lagi.
F-22 juga baru saja akan membawa AIM-9X kemungkinan tahun ini.
Eurofighter Typhoon dan Dassault Rafale yg dahulu kala mengalahkan F-22 dalam latihan Red Flag belum diperlengkapi AESA radar, Meteor BVRAAM, dan bahkan Helmet Mounted Display.
Secara tehnis saja, kedua Eurocannards ini sudah mendapat jauh lebih banyak upgrade dibanding F-22 -- karena keduanya boleh dibilang lebih murah, dan lebih mudah utk diupgrade.
Dari sudut pandang "upgrade" ini saja, kemungkinannya tidak akan lama F-22 bisa menyandang mahkota sebagai pespur paling modern di dunia... kalau pespur paling mahal sih, tetap juara.
Baru2 ini saja, Eurofighter baru mengumumkan kalau mereka berencana meningkatkan kemampuan manuever Typhoon (yg sudah piawai) lebih jauh lagi.
================================================
http://www.janes.com/article/53063/eurofighter-trials-new-typhoon-enhancements
================================================
Tidak mungkin upgrade yg serupa bisa diaplikasikan ke F-22.
Kembali ke penguncian bentuk Stealth tadi -- bentuk luar F-22 selamanya tidak akan bisa berubah, karena akan merusak RCS.
Jadi bukan tehnologi stealth merugikan -- tentu saja ada nilainya.
Yang menjadi pertanyaan sejauh mana kita mau bertaruh dengan pepsur yg mempunyai fitur "TOTAL STEALTH".
Kenyataannya sejauh ini pespur Stealth belum dapat mengalahkan fleksibilitas, harga / biaya operasional, dan kemudahan yg menyertai pespur non-stealth. Mungkin suatu hari kelak...?
Melektech |
12 Aug 2015 18:25:06
Bung @GI belum menjawab pertanyaan saya :
Kalau Teknologi Stealth adalah merugikan, kenapa banyak negara mengejar teknologi ini ?
China dengan Chengdu J-20 dan Shenyang J-31 (mirip dengan F-35)
Rusia dengan PAK-FA (T-50)
India dengan HAL FGFA dan HAL AMCA
Bahkan SWEDIA sendiri ada "Flygsystem 2020" sebagai pengganti Gripen
Korea/Indonesia sedang mengejar Teknologi Stealth pada KFX/IFX
Halau masalah JHMCS pada F-22
http://defensetech.org/2014/05/23/air-force-tests-f-22-helmet-mounted-cueing-system/
Namun hal itu dapat dimaklumi karena F-22 bukan produk masal
jadi konsentrasi sekarang ke F-35, kemungkinan test IRST akan menggunakan F-35 daripada F-22, setelah F-35 sudah, maka akan dilanjutkan ke F-22, sama seperti JHMCS
GI |
13 Aug 2015 08:16:56
Bung Melektech,
Sy sbnrnya sudah menjawab; kenapa semua orang mau "stealth"?
Krn stealth adalah "kamuflase" generasi berikutnya.
Siapa yg tidak mau pespur yg dapat melihat lawan terlebih dahulu, tanpa bisa terlihat?
Secara teori, tentu saja konsep pespur Stealh spt ini sangat diinginkan -- kalau kita bisa melihat lawan, tapi tidak terlihat, kesempatan kita membunuh lawan lebih besar.
Kita lihat saja perkembangan evolusi dalam tehnologi stealth ini.
Tidak seperti negara2 NATO yg lain; Jerman, dan Perancis sejauh ini masih masih mengambil posisi "wait-and-see" dalam mengadopsi stealth fighter. Keduanya berencana utk memakai hanya 1 tipe pespur saja di masa depan; Typhoon untuk Jerman, dan Rafale utk Perancis.
Kebanyakan kelemahan2 yg sudah dibahas adalah dari produk F-22 dan F-35 US, yg spt sudah anda tulis, sbnrnya paling mapan dalam tehnologi stealth.
IMHO, sangat meragukan kalau Russia, ataupun China akan bisa membuat pesawat stealth yg bisa menghindari kelemahan2 basic yg sama.
J-31 China bahkan terbangnya saja tidak beres (Lihat dibawah).
=================================================
http://www.ainonline.com/aviation-news/defense/2014-11-17/chinas-fc-31-fighter-disappoints-first-display
=================================================
....the display at Zhuhai revealed some poor aerodynamic efficiency. The aircraft bleeds too much energy and the pilot had hard time keeping the nose up during turns and other maneuvers. He also had to engage afterburners far too often to maintain a proper energy utilization curve.
=================================================
KFX mungkin lebih mengejar "limited stealth shaping" ala F-18E/F, walaupun ada pembicaraan dari ADD Korea; kalau mereka menginginkan RCS yg "menyamai" B-2 bomber.
Maling Jemuran |
18 Aug 2015 13:51:25
Diskusi reli panjang yang menarik, tapi saya cenderung sedikit setuju dengan bung GI bahwa tidak ada Silver Bullet di dunia ini...
Mengutip salah satu ilmu perang china kuno:
Kekuatan itu bisa dikalahkan oleh Kelembutan
Kelembutan dapat ditundukkan oleh Ketajaman
Ketajaman akan mati kutu menghadapi Kecepatan
Kecepatan jadi kacau jika membentur Kerumitan
Kerumitan tidak berdaya terhadap Ketenangan
dan Ketenangan terpaksa mengalah pada Kekuatan
He..he....salam dari siaute....