GI |
24 Sep 2015 10:31:22
Bung Melektech,
Krn memang bukan sy asal meramal --- spt diatas -- kalau melihat sejarahnya, US adalah negara yg paling bermasalah (pelit) untuk urusan ToT.
Sebenarnya aneh, kalau orang Korea justru baru mempermasalahkannya skrg.
Dan juga aneh, krn sewaktu menandatangani kontrak, pmrnth sebelumnya juga tidak memikirkan resiko ini.
Spt sy sudah tuliskan diatas --- hampir mustahil kalau ada perusahaan Eropa yg mau alih ToT keempat komponen tadi ke Korea.
Masalahnya: Partner ToT utama Korea untuk KF-X tetap tidak berubah: Lockheed-Martin, perusahaan defense contractor terbesar didunia, yg justru adalah saingan utama dari produsen2 Eropa!.
Kenapa orang Eropa akan mau mengambil resiko untuk membuka kartu rahasia produk mereka? Lockheed-Martin akan bisa melihat semua coding mereka, dan ini artinya cilaka!
IMHO, Korea sudah mencapai apa yg disebut "the point of no return".
Kita lihat saja perkembangan lebih lanjut.
Sy rasa, paling mereka akan menyebut kalau proyek ini ditunda lagi.
Melektech |
24 Sep 2015 10:42:21
Betul sekali bung@GI
Kalau menurut anda sebaiknya yang terbaik dilakukan oleh Indonesia apa bung ?
sebagai "pengganti" proyek KFX/IFX
Wah kayak wartawan saja...hi...hi....hi
GI |
24 Sep 2015 12:56:00
Ada pepatah dalam bahasa Inggris:
"You can't eat your cake, and have it (too)"
Kalau kita sudah makan kue, jangan mengharapkan kue tsb tetap bisa utuh di tangan kita!
Artinya: "Kita tidak boleh mengharapkan bisa mendapat semua yg bagus tanpa perlu memilih!"
Dunia tidak seramah itu.
Pilih ambil Sukhoi (sbnrnya keputusan yg sangat buruk!) dan selamanya tidak ada akan ada ToT untuk kemandirian --- atau belajar untuk rendah diri dulu; lalu ambillah salah satu opsi dari produsen Eropa untuk membangun kemandirian yg kita inginkan.
Opsi pertama -- terjamin negara hanya akan diporotin, dan efek gentarnya akan semu.
Bersenang2 sekarang, masa depan pasti suram!
Opsi kedua -- bersusah-susah dulu sekarang, bersenang2 kemudian.
errik |
24 Sep 2015 13:51:56
Saya pikir Indonesia musti mainkan terus permainan sanjung2 satu produsen yg produknya di atas kertas dianggap paling unggul tp pelit. Dengan begitu produsen lain yg merasa gak dianggep akan makin jor2-an ngasih tawaran.
Kalo posisi tawar kita tinggi, kita bisa minta lebih dari duit yg kita keluarkan, termasuk untuk membantu IFX kita, meski kita beli ketengan.
Kasus beli Leopard cukup sukses hasilnya. Awalnya ngomong mau beli 48 bekas Belanda. Eh Belandanya ribet, parlemennya sombong. Ya kita alihkan ke Jerman yg ternyata ngasih 100 lebih leo bekas (ada yg dimodif), pendukungnya, bonus 50 marder, & ToT amunisi MBT. Jumlah duit yg dikeluarkan masih sama untuk beli 48 Leo bekas Belanda (skrg Belanda yg gigit jari XD).
-------------------------------------------------------------------------
Ntar kita liat akhir bulan ini. Rusia keliatannya males banget ngelayani pembeli ketengan tapi nuntut macem2. Kecuali kalo kita emang baik, enggak nuntut macem2. Yg penting dapet yg gahar....... XD
CemplonTerbang |
24 Sep 2015 19:59:07
@errik
males banget ngelayani pembeli ketengan tapi nuntut macem2
------------------------------------------------------------------------------------
Ayo Jelasin statement yg anda maksud itu ? Pake Data ! , ada bukti ?
atau asumsi cuma berdasarkan kebencian thd suatu produk saja .
GI |
24 Sep 2015 21:29:52
Hahahaha, terima kasih atas pepatah ini.
Pepatah benarnya -- "Barking up the wrong tree."
=========================================
Dari sumber Wikipedia saja...
=========================================
The phrase means to mistake one's object, or to pursue the wrong course to obtain it.
In other words, "if you are barking up the wrong tree, it means that you have completely misunderstood something or are totally wrong."
=========================================
Sebenarnya pepatah ini memang bisa diaplikasikan dengan proyek KF-X ini:
Pmrnth sebelumnya sudah melakukan "barking up the wrong tree."
Kita menginginkan ToT dan mungkin produksi pesawat tempur sendiri, tapi malah mengambil jalan yang salah, dengan memilih partner dari negara yg kurang berpengalaman dan kemampuannya meragukan (Korea).
Korea sendiri juga sebenarnya "barking up the wrong tree".
Mereka menginginkan mendapat 25 core technology untuk pembuatan proyek KF-X --- tapi memintanya justru ke sumber yg salah.
US sudah terkenal pelit ToT; dan bahkan Lockheed-Martin-pun sudah memberitahukan dari sebelumnya kalau apa yg diminta Korea tidak akan disetujui oleh pemerintah US.
=================================================
At the time of the offset deal in 2014, the DAPA signed a two-tier contract in which Lockheed Martin agreed to transfer the rest of the 21 technologies worth $1.4 billion.
The U.S. firm initially refused to pass on the four technologies, citing the government's technology protection policy, but later agreed to the transfer if the U.S. government would give final approval in the second tier of the deal, the DAPA said in a statement.
=================================================
CemplonTerbang |
25 Sep 2015 00:45:25
@GI Quote:
Korea sendiri juga sebenarnya "barking up the wrong tree".
Mereka menginginkan mendapat 25 core technology untuk pembuatan proyek KF-X --- tapi memintanya justru ke sumber yg salah.
------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------
Berati , ini salah satu bukti anda thd cara membaca informasi baru , sengaja atau tidak sengaja kelihatan sgt terkesan berbackground HATING , dan Trims @GI, Quote yg anda sampaikan dari wiki cocok sekali, Arti Idiom ini sgt2 persis dgn anda sendiri : “it means that you have completely misunderstood something” ... it is Right?
ok Back To Topic.!
Coba Di baca Lagi dan di Pahami dari informasi yg ada sebelumnya!.
Air Force Chief of Staff Jung said
“Korea will be able to push forward with the KF-X project. The F-35A purchase contract does not include providing the four core technologies, Either”,
Air Force Chief of Staff Jung said..
DAPA said : It was KNOWN that the four technologies were not included in the official contract when the Korean government decided to introduce F-35A fighters.
http://www.businesskorea.co.kr/article/national/policy/12187/soldiering-air-force-korea-will-be-able-continue-kf-x-project-without
At the time of the offset deal in 2014, the DAPA signed a two-tier contract in which Lockheed Martin AGREED to transfer the rest of the 21 technologies worth $1.4 billion.
http://english.yonhapnews.co.kr/news/2015/09/23/0200000000AEN20150923010100315.html
The U.S. firm initially refused to pass on the four technologies, citing the government's technology protection policy.
( ini di saat kontak FX-III 2014 )
--
Lihat Buktinya , Setelah Final Proses Kontrak FX-III , DAPA Korsel SUDAH Menerima dan SETUJU kalau 4 Core technology Memang tidak akan di transfer oleh Lockheed, dan 21 item teknologi lainnya yang diminta Korea Selatan tidak mengalami penolakan dan bisa di transfer, Lalu di Bukukan dalam Kontrak FX-III dgn offset tech deal di 2014 dgn transfer 21 Core technology di dalamnya nya. bisa dilihat dri kalimat “It was KNOWN that the four technologies were not included” dan “The F-35A purchase contract does not include providing the four core technologies, Either”
=>Jadi BUKAN Tiba2 Saja Korsel mendapat Informasi 4 requestnya di Tolak Saat2 ini, Krn Hal itu sudah sama2 dimengerti oleh kedua belah pihak dgn sama2 dealnya di 2014 lalu.
Lalu Kalau anda Bilang “memintanya justru ke sumber yg salah” , Lho, SALAH dari mana? , memangnya anda siapa? , Parameter anda Apa untuk Salah dan benar?
kata “Salah” itu secara hukum bila ada pelanggaran kontrak diantara pihak2 yg berjanji, atau yg biasa di sebut “wanprestasi” dalan sebuah perjanjian.
korsel sendiri telah menyadari dan deal , klo 4 Core tech tidak akan di transfer ke DAPA korsel saat Kontrak 2014, dan Lalu Kenapa Mereka tetap mau Teken kontrak FX-III untuk pengadaan F35 nya, padahal Mereka sudah tahu kalau Ofset 4 core technology tidak ada? ,
Jawabannya adalah: “NO PROBLEMO”.
spt yg pihak Air Force chief katakan:
“there would be No problem in developing KF-X.” , Air Force chief Jeong Kyeong-doo Said.
atau :
“Korea will be able to push forward” , “The F-35A purchase contract does not include providing the four core technologies, either” .
tanpa PLAN-A pun no problem…
GI, kenapa bisa muncul kembali wacana offset 4 Core technology tsb dan berita ttg penolakan baru2 ini? , mungkin anda sudah pernah dengar, tapi Baiklah saya sampaikan lagi, Hal ini dikarekan dulu ada program Upgrade radar F16-blok52 Rokaf yg awalnya di menangkan Raytheon dgn RACR nya , dan dlm perjalanannya ada wacana Lockheed untuk menggantikannya, dgn lockheed menawarkan kembali 4 core teknologi tsb, Asal parlemen USA merestui maka Kontrak upgrade F16 akan di alihkan ke Locheed, ternyata hal tidak di setujui oleh parlemen USA kembali walau lockheed dan MoD menyetujui, lalu kabar ini di sampaikan ke pihak korsel oleh pemerintah USA.
Kita bisa lihat, tak ada yg mengejutkan sama sekali kan? , krn ini memang sebuah proses Negosiasi , krn belum di bukukan dlm kontrak.
Lalu Kalau anda Bilang “memintanya justru ke sumber yg salah” , Lho, SALAH dari mana? Namanya Juga NEGOSIASI.
ITU KAN , PLAN-A nya Korsel. korsel sendiri sadar bukan Tuhan , yg selalu berani bilang kata “PASTI” , “TIDAK MUNGKIN” bla..bla..bla..seperti ANDA, haha.. namanya juga Usaha termasuk usaha Lockheed sendiri untuk memuluskan bisnis.
Tapi Tenang bung, asumsi saya nggak ada kata “SALAH” dlm defence industry strategy, Korsel Pun punya PLAN-B dan PLAN-C. itu yg mesti kita pelajari dan tiru untu RI.
DAPA said: Korea will push cooperation with other foreign companies in developing AESA radar and IRST technologies, and will autonomously develop EOTGP and RF jammers.
http://www.defense-aerospace.com/article-view/release/167101/us-refuses-f_35-tech-transfer-to-korea.html
The DAPA said it is thoroughly reviewing ways to replace the denied technologies with local developments or new technology deals from abroad.
DAPA head Jang Myung-jin said last week they will “acquire the four major technology items from Europe or through international cooperation, as well as local technology development,” adding that the local development of some of the technologies is well underway.
PLAN-C -> Local develop, AESA LIG-Next1, Samsung Techwin, Local POD, EOTGP and RF jammers.. Dll is well underway.
Gimana Bung ?, PLAN-B dan PLAN-C nya korsel masih Juga SALAH ? :D
Trus Bgmn dengan “produk” yg sering anda bangga2kan disini bisa 100% ToT ke indonesia tanpa Persetujuan Parlemen USA? , sedangkan korsel yg baru 4 core Technology saja sudah anda anggap Salah besar, Bgmn dgn Produk yg anda bangga2kan itu? kan kita sudah tahu banyak sekali komponen2 yg berasal dari USA.
apakah menurut GI kondisi "Benar" itu hanya dan hanya dari Swedia ?
errik |
25 Sep 2015 05:00:45
@CemplonTerbang:
" @errik
males banget ngelayani pembeli ketengan tapi nuntut macem2
------------------------------------------------------------------------------------
Ayo Jelasin statement yg anda maksud itu ? Pake Data ! , ada bukti ?
atau asumsi cuma berdasarkan kebencian thd suatu produk saja ."
=======================================================================
Ini beberapa rangkaian artikel/referensi (saya kutipkan, tapi sebaiknya artikel linknya dibaca lengkap biar lebih paham)
++ 2011, Soal ajakan ToT Rusia yg bikin Menhan kita terkejut & kagum:
--> 20 September 2011 - http://nasional.tempo.co/read/news/2011/09/20/078357306/indonesia-rusia-akan-kerja-sama-produksi-senjata --> "Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengaku terkejut dengan langkah Rusia ini. Menurutnya sebelum ini pemerintah Rusia TIDAK PERNAH MAU melakukan kerja sama produksi apalagi terkait dengan pertukaran teknologi.
"Itu berita bagus. Saya juga tadi kaget juga, mereka dulu mengatakan TIDAK MAU melakukan join production, tiba-tiba mereka sudah kerjasama dengan Pindad," ujarnya."
--> sumber2 berita lain dimuat di sini --> http://defense-studies.blogspot.co.id/2011/09/rusia-lakukan-kerja-sama-dengan-pindad.html
--------
--------
++ 2014, Soal RI mengancam akan membeli dari negara lain karena Rusia masih belum mau TOT:
--> 12 Juni 2014 - http://dunia.news.viva.co.id/news/read/511924-ri-tidak-bisa-borong-alutsista--rusia-enggan-transfer-teknologi --> "Ditanya alasan Rusia masih belum mau TOT, Purnomo mengatakan pembelian yang dilakukan harus dalam jumlah besar. Sementara sistem anggaran yang diterapkan oleh RI tidak memungkinkan untuk memborong dalam jumlah banyak.
"Contohnya seperti India yang kemarin memborong 80 pesawat tempur Sukhoi. Nah, kita tidak bisa seperti itu. Apabila semua anggaran hanya dialokasikan untuk membeli alutsista militer bisa repot," ujar Purnomo."
--> 5 November 2014 - http://www.merdeka.com/peristiwa/menhan-ogah-beli-alutsista-luar-jika-tak-alih-teknologi.html --> ""Semuanya sekarang ini kalau kita membeli ada syaratnya alih teknologi. Kalau enggak gitu, enggak usah," ujarnya [Menhan]."
--------
--------
++ Awal 2015, Rusia menegaskan kembali siap ToT:
--> 17 Februari 2015 - http://indonesia.rbth.com/news/2015/02/17/tawarkan_kerja_sama_industri_pertahanan_dengan_sistem_ofset_rusia_beri_i_26879 --> "Rusia kembali menegaskan tawarannya ke Indonesia untuk memperluas kerja sama di bidang pertahanan. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memperkuat posisi Rusia di pasar industri pertahanan dunia."
--> 5 Maret 2015 - http://international.sindonews.com/read/972488/40/rusia-siap-bagi-ilmu-soal-jet-sukhoi-pada-indonesia-1425535517 --> "Kebijakan Rusia itu muncul setelah Indonesia membuat regulasi baru terkait kerjasama militer dengan negara asing. Di mana, Indonesia bersedia membeli produk alutsista asing dengan syarat mereka bersedia berbagi ilmu atau dikenal dengan istilah transfer of technology (TOT)."
mirip --> http://www.runway-aviation.com/rusia-siap-lakukan-skema-transfer-teknologi-sukhoi-35-untuk-indonesia/
--------
--------
++ Awal September 2015, rencana Indonesia beli ketengan tapi nuntut ToT & senjata:
--> 2 September 2015 - http://news.detik.com/berita/3008497/menhan-pilih-sukhoi-35-untuk-gantikan-f-5-tiger-yang-masuki-masa-pensiun --> ""Kita ingin membeli satu skadron, tetapi disesuaikan kemampuan pemerintah. (MoU) Bulan September ini," ucapnya.
Pembelian pesawat Sukhoi 35 yang baru pun akan melalui alih teknologi atau transfer of technology (ToT) dengan pihak Rusia. Selain itu pembelian pesawat tempur ini juga sekaligus dilengkapi dengan senjatanya."
--> 3 September 2015 - http://news.liputan6.com/read/2308303/alasan-menhan-ryamizard-ingin-beli-pesawat-sukhoi-baru --> "?Kita beli tidak sekaligus. Misalnya kalau kita pesan satu skuadron itu 16, ya kita beli 8 dulu atau 6. Nanti pasti 5 tahun lagi kan ada yang baru lagi, kita beli yang baru lagi," imbuh dia [Menhan]......."
".....Karena ada transfer of technology (TOT), ada offset industri, dan ada imbal data. Itu ada semua. Undang-undang Industri Pertahanan kan gitu. UU Nomor 16 Tahun 2012," ucap Syaugi."
--------
--------
++ Jelang akhir September 2015, Soal Rusia enggan berkomentar terkait pernyataan Menhan awal September:
--> 23 September 2015 - http://international.sindonews.com/read/1047542/40/rusia-masih-bungkam-soal-rencana-ri-beli-sukhoi-1443005259 --> "Pemerintah Rusia, melalui Kedutaan Besar mereka di Jakarta masih enggan memberikan komentar mengenai rencana pembelian pesawat Sukhoi oleh Indonesia."
--> 23 September 2015 - http://dunia.news.viva.co.id/news/read/678107-rusia-puas-rencana-indonesia-beli-pesawat-sukhoi-su-35 --> "Tetapi, Galuzin enggan berkomentar banyak terkait rencana pembelian yang telah disampaikan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kepada DPR pada awal bulan lalu."
=======================================================================================================
Dari rangkaian itulah, ditambah FAKTA bahwa dalam 20 tahun terakhir Indonesia secara KETENGAN/NYICIL telah beli 16 Su-27 & Su-30, 10 helikopter Mi-35, 14 helikopter Mi-17, 54 BMP-3F (rencana tambah 50 lagi), 48 BTR-80A, & 9 ribu AK-102 tanpa ada ToT atau lisensi (bandingkan dengan Tarantula cuma 22),
dan (anehnya) juga anggapan Rusia bahwa kita pembeli dengan uang relatif besar (http://indonesia.rbth.com/technology/2015/08/31/tiga-strategi-ekspor-senjata-rusia_393547), maka, dengan dipengaruhi berita "enggan komentar" di atas, saya mengambil kesimpulan:
"Rusia KELIATANNYA males banget ngelayani pembeli ketengan tapi nuntut macem2."
Memang saya ada juga unsur asumsi sih tapi bukan kebencian terhadap suatu PRODUK melainkan kebencian terhadap SIKAP/KEBIJAKAN pelit & pilih kasih karena uang sedikit ato bukan sekutu dekat. Itu karena saya senang kalo INDONESIA bisa dapat banyak MANFAAT berganda dengan uangnya yg TERBATAS. Enggak peduli dari mana. Misal kayak beli Leo & CBG kemaren.
Btw, sejauh ini saya belum pernah menghina ato menjelekkan produk Rusia (apalagi ngomong 'ke laut aje', ato pake istilah sebangsa 'ASU', 'MALON' untuk nyebut Rusia :D ). Saya masih menaruh harapan KALI INI Rusia bener2 ngasih ToT meski kita beli ketengan karena dengan gitu setidaknya suku cadang & kesiapan terbang sukhoi2 kita lebih terjamin serta ahli2 penerbangan kita dapet ilmu baru. Makanya saya bilang:
"Ntar kita liat akhir bulan ini."
===================================================================
Jadi, atau asumsi berdasar apa menilai saya benci thd suatu produk saja?? Hayo, jangan2 belum jernih & cermat ngikuti diskusi di sini...... :D
CemplonTerbang |
25 Sep 2015 07:41:21
@Bung errik
Kita garis bawahi data2/Informasi yg anda sampaikan dulu ya?
1.”Pemerintah Rusia TIDAK PERNAH MAU melakukan kerja sama produksi.”( JOINT PRODUCTION)
2."Itu berita bagus. Saya juga tadi kaget juga, mereka dulu mengatakan TIDAK MAU melakukan JOINT PRODUCTION, tiba-tiba mereka sudah kerjasama dengan Pindad," ujarnya." (Purnomo Yusgiantoro).
3. Rusia masih belum mau TOT (JOINT PRODUCTION), Purnomo mengatakan pembelian yang dilakukan harus dalam jumlah besar, Sementara sistem anggaran yang diterapkan oleh RI tidak memungkinkan untuk memborong dalam jumlah banyak.
4. "Semuanya sekarang ini kalau kita membeli ada syaratnya alih teknologi. Kalau enggak gitu, enggak usah," ujarnya [Menhan]."
5. "Kebijakan Rusia itu muncul setelah Indonesia membuat regulasi baru terkait kerjasama militer dengan negara asing. Di mana, Indonesia bersedia membeli produk alutsista asing dengan syarat mereka bersedia berbagi ilmu atau dikenal dengan istilah transfer of technology (TOT)."
6. Kita beli tidak sekaligus. Misalnya kalau kita pesan satu skuadron itu 16, ya kita beli 8 dulu atau 6. Nanti pasti -5 tahun lagi kan ada yang baru lagi, kita beli yang baru lagi," imbuh dia [Menhan]
Dan dari Asumsi Anda : "Rusia KELIATANNYA males banget ngelayani pembeli ketengan tapi nuntut macem2."
Nah , Bung Errick , kata “ngelayani” yg anda sampaikan menjadi ambigu, kalau tidak anda tambahkan dengan kalimat Lanjutan “ngelayani After Sales” (termasuk Spare part dll) ?, “ngelayani” Pembelian? , ATAU “ngelayani” JOINT PRODUCTION ? Atau bila “ngelayani” yg lain nih?, apalagi kalau sudah menyinggung Bidang “ToT” yg Field nya sgt Luas. ngasih blue print part Baut saja sudah termasuk ToT.
Jadi dari Data diatas , kata “ngelayani” Yg yg bung errick maksudkan “ngelayani” JOINT PRODUCTION betul ?
dan jawabannya, ada di data informasi yg bung erick sampaikan juga kan? => “pembelian yang dilakukan harus dalam jumlah besar”
Quote: “Memang saya ada juga unsur asumsi sih”
Ok, it’s FAIR, anda gentleman , tapi asumsi tidak bisa di jadi sumber data/Rujukan Kita semua kan?, misal ada yg copy paste kata2 anda ke blog lain , misal kata bung errick ...bla2...
atau juga spt Link2 blog asumsi yg sering di paste disini, untuk mencari2 kejelekan suatu produk saingan dari hanya asumsi org lain. padahal itu Cuma asumsi yg belum tentu kebenarannya.
Btw,saya jarang ketemu member yg Fair yg spt ini disini.
Thanks Juga Informasinya.
Salam.
GI |
25 Sep 2015 07:59:50
Wah, komentarnya banyak banget FLAMING-nya.... mana yg menanyakan fakta, terlalu dicampur-adukkan dgn opini pribadi sehingga membacanya susah --- perlu di-sensor dulu habis2an agar menjadi pertanyaan yg lebih berbobot:
=======================
Mnrt sy Korea mungkin akan memproduksi keempat core tehnologi itu sendiri
=======================
Erm... mudah saja. Ini tidak akan mungkin.
Apakah anda pikir industri militer Korea sudah begitu maju, mapan sampai mereka bisa membuat keempat tehnologi itu tanpa bantuan luar?
....DAN....
kalaupun bisa, apa anda pikir produksinya bisa begitu banyak, dan harganya akan bisa sebanding dengan AN/APG-80, AN/APG-83, atau Selex ES-05 Raven?
===================================================
Trus Bgmn dengan --- Gripen ---- apakah bisa 100% ToT ke indonesia tanpa Persetujuan Parlemen USA?
===================================================
Jawabannya: Tidak perlu persetujuan parlemen US.
Sebelum menulis kebanyakan, anda harus terlebih dahulu belajar dan mengerti dahulu ttg basic ttg pespur.
Gripen sedari awal sampai akhir dari segi airframe design, software, dan packaging adalah 100% proprietary SAAB.
Industri mereka jauh lebih mapan, dan jauh lebih berpengalaman --- Mereka sama sekali tidak memerlukan ToT dari US atau dari negara manapun kok untuk membangun Gripen ---- yg mereka lakukan adalah membeli off-the-shelf items (agar tingkat resiko lebih rendah), dan kemudian mereka juga mempunyai skill utk memadukannya dengan sempurna ke dalam satu paket.
Prosedur ini tidaklah gampang!
Kita bisa melihat sendiri kalau SAAB justru dari awal justru sudah sengaja menghindari pemasangan komponen buatan US untuk area2 yg lebih sensitif.
SAAB hanya membeli mesin F414-GE-39E -- ini adalah versi custom (hasil kerjasama antara SAAB dan GE) dari mesin F414 yg sudah diproduksi sedemikian banyak, kualitasnya terjamin, dan harganya murah. Salah satu perbedaan dengan mesin F414G cukup jelas --- versi GE-39E akan lebih dioptimalkan untuk kemampuan supercruise.
Mesin bukan tergolong tehnologi sensitif; HAL Tejas juga membeli mesin F404 dan F414 dari US kok.
FYI -- dari beberapa informasi informal --- dahulu kala, di tahun 1950-an, Swedia dan US pernah menandatangani perjanjian khusus, agar Swedia dapat mengakses tehnologi pembuatan pespur dari US -- untuk mempercepat kemajuan industri pesawat Swedia, dan mengurangi development risk.
Tapi itu dahulu..... dewasa ini hampir semua komponen lain kebanyakan buatan perusahaan2 Eropa.
SAAB juga tidak sebodoh itu untuk mencoba membuat AESA radar yg baru sendirian.
Jauh lebih murah, dan jauh lebih beresiko rendah -- mengambil model dari Selex ES -- yg juga sebenarnya adalah kontraktor utama untuk radar di Eurofighter Typhoon.
Apa yg mempersatukan semua komponen, yg sekilas kelihatan gado2 ini ---- adalah kemampuan integrasi dalam satu paket (spt sudah sy tulis diatas) --- DAN kemampuan untuk mendesain sistem software (Source Code) yg mungkin terbaik di dunia.
Catatan -- ini adalah dua kemampuan yg tidak pernah dimiliki Korea.
Admin |
25 Sep 2015 13:13:42
@Melektech,
sejauh yang saya tau, timeline project pengganti F-5 diharapkan sudah mulai inservice tahun 2019, sedangkan untuk project IFX yang diharapkan merupakan penganti Hawk-209/109 adalah diharapkan mulai in service tahun 2025.
jadi saya kira permasalahan di KFX/IFX tidak akan terangkut paut dengan project pengganti F-5. dan kalaupun misalnya KFX/IFX gagal total, kemungkinan opsi Indonesia adalah membeli pesawat tempur jadi entah itu Gripen, EF Typhoon, F-16, rafale dan lainnya di atas tahun 2018.
kemungkinan hal ini akan paralel dengan rencana pengadaan beberapa skuadron baru, sehingga diatas tahun 2018 itu bisa saja pemerintah Indonesia membeli pesawat tempur dalam jumlah banyak.
just IMHO n CMIIW
errik |
25 Sep 2015 13:24:34
Saya sih simpel mikirnya.
Kalo Indonesia tetep GAK BISA BELI dalam JUMLAH BESAR, produsen mana yg PALING JOR2An ngasih manfaat jangka panjang ke Indonesia?
Itulah yang saya dukung & suka. Entah mau Rusia kek, Amerika kek, Eropa kek, Korea, India, Brazil, China, ato negara lainnya terserah. Gak perlu sampe njelekin produk (sampe ke laut aje! :D).
Saya pikir semua pembaca di sini akan sepakat bahwa "Indonesia musti dapat manfaat sebesar-besarnya dari pengeluarannya sekecil-kecilnya." :D
Yg gak sepakat biasanya hate...r...eh....mafi.. eh.. sal..e..s ... eh..... ah sudahlah..... Ini mulai asumsi yg tidak sehat (asumsi yg sehat itu justru dipake dalam riset & prediksi2 lho http://www.artikata.com/arti-319844-asumsi.html). Ngaco nanti diskusinya.. XD
Admin |
25 Sep 2015 13:39:42
@GI,
terkait komentar mas seperti dibawah ini :
=========================
Mnrt sy Korea mungkin akan memproduksi keempat core tehnologi itu sendiri
Erm... mudah saja. Ini tidak akan mungkin.
Apakah anda pikir industri militer Korea sudah begitu maju, mapan sampai mereka bisa membuat keempat tehnologi itu tanpa bantuan luar?
....DAN....
kalaupun bisa, apa anda pikir produksinya bisa begitu banyak, dan harganya akan bisa sebanding dengan AN/APG-80, AN/APG-83, atau Selex ES-05 Raven?
=======================
saya bingung sendiri baca komentar mas, di point pertama bilang "Tidak Mungkin", tp di point kedua malah bilang "b>kalaupun bisa". saya lihatnya sangat ambigu.
terlepas dari 'ambigu' diatas, mari kita cermati pernyataan mas "apakah Korea bisa melakukannya tanpa bantuan luar?". kalau kita teliti lagi bacanya maka sudah jelas dari semua sumber diatas bahwa Korea akan mendorong industri lokalnya bekerjasama dengan negara lain untuk kebutuhan teknologi yang kurang tersebut. jadi saya rasa pertanyaan itu tak perlu ditanyakan lagi karena dari konteks beritanya saja sudah jelas.
kedua, terkait pertanyaan mas "kalaupun bisa, apa anda pikir produksinya bisa begitu banyak, dan harganya akan bisa sebanding dengan AN/APG-80, AN/APG-83, atau Selex ES-05 Raven?", saya cuma mau bilang tidak ada yang bisa dipastikan. terkait apakah harganya akan bisa bersaing dengan radar lainnya, ya juga tidak ada yang bisa memastikan saat ini.
tapi yang saya mau sampaikan adalah apakah harga radar atau teknologi lainnya yang murah yang di incar korea dari Project ini? hmm saya sangat ragu. sejauh yang saya tau adalah incaran Korea adalah bagaimana membuat lifecycle project ini baik dari segi pelibatan industri lokal korea dalam produksi dan dari segi lifecycle cost pesawat tempur ini setelah anti digunakan bisa lebih murah dalam jangka panjang.
kalaupun biayanya kelewat mahal dibandingkan membeli pesawat tempur jadi dari luar, larinya adalah ke industri lokal Korea. Bukan lari ke kantong negara lain seperti yang selama ini mereka rasakan.
jadi kalau kita tanya "mampu produksi berapa banyak dan berapa harganya?", maka saya rasa pertanyaan itu kurang relevan dengan tujuan awal dari project ini.
just IMHO n CMIIW
GI |
25 Sep 2015 14:11:09
======================
saya bingung sendiri baca komentar mas, di point pertama bilang "Tidak Mungkin", tp di point kedua malah bilang "b>kalaupun bisa". saya lihatnya sangat ambigu.
==================================
Sy hanya menuliskan dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama mrnt sy tidak mungkin.
Tp kalaupun Korea bisa melingkari kemungkinan pertama, kemungkinan kedua prospeknya sama jeleknya.
======================================
kalau kita teliti lagi bacanya maka sudah jelas dari semua sumber diatas bahwa Korea akan mendorong industri lokalnya bekerjasama dengan negara lain untuk kebutuhan teknologi yang kurang tersebut.
======================================
..... dan seperti sy sudah tuliskan juga diatas -- Korea berkata mau mengambil komponen dari Eropa.
Pembelian komponen bukan berarti bisa memasang di pesawat sendiri. Taruh kata mereka membeli atau belajar memproduksi Selex Raven ES-05 AESA radar, mereka juga harus belajar memasangnya di KF-X, bukan?
Nah, disinilah masalahnya.
Partner ToT Korea dalam hal ini tetap saja Lockheed-Martin; ini artinya kemungkinannya tetap besar kalau source coding dari masing2 komponen buatan Eropa itu akan terlihat oleh LM. Dan ini adalah rahasia dari masing2 pembuat.
Kemungkinannya terlalu kecil kalau ada pembuat komponen Eropa yg mau mengambil resiko membuka kartu mereka, ke perusahaan defense contractor terbesar -- yg sebenarnya adalah saingan utama dari ketiga partner mereka -- Eurofighter, SAAB, dan Dassault.
Seperti sy sudah tuliskan -- sebenarnya apa yg "dituntut" Korea dalam 25 core tehnology ini saja justru sebenarnya sangat ambigu.
Apa yg mereka minta? Cara memasang, atau cara membuatnya sendiri?
Ini sudah sy tuliskan di post-pertama sy.
GI |
25 Sep 2015 14:18:12
=============================
kedua, terkait pertanyaan mas "kalaupun bisa, apa anda pikir produksinya bisa begitu banyak, dan harganya akan bisa sebanding dengan AN/APG-80, AN/APG-83, atau Selex ES-05 Raven?", saya cuma mau bilang tidak ada yang bisa dipastikan. terkait apakah harganya akan bisa bersaing dengan radar lainnya, ya juga tidak ada yang bisa memastikan saat ini.
==================================================================
Sy hanya menuliskan ini untuk memperlihatkan justru betapa mustahilnya Korea dapat memproduksi AESA radar sendiri.
Mereka tidak mempunyai pengalaman atau kemampuan bukan --- makanya mereka masih meminta ToT re AESA (yg ditolak US)?
Anda sbrnnya sudah menjawab sendiri pertanyaan anda.
Kalaupun Korea dapat memproduksi sendiri; karena jumlah produksinya tidak ada kepastian -- mereka justru tidak akan bisa mencapai nilai produksi ekonomis yg harus dicapai agar harga per unit bisa bersaing.
Jadi kalaupun mereka mendapat ToT yg mereka mau, dan mereka akhirnya bisa membuat sendiri, harganya akan kelewat mahal....
Ini hanya hukum ekonomi yg sederhana saja; kalau kita harus memproduksi dalam jumlah tertentu, sebelum biaya produksi per unitnya menjadi semakin optimal.
Tentu saja faktor yg harus diperhitungkan disini --- kembali ke semula, Korea tidak punya pengalaman, tehnical skill, atau kemampuan untuk membuat komponen2 yg mereka inginkan.
Dan spt sy sudah tuliskan; Korea tidak membuat proyek ini mudah dengan mencoba terlalu banyak hal sekaligus.
GI |
25 Sep 2015 14:36:26
=========================
tapi yang saya mau sampaikan adalah apakah harga radar atau teknologi lainnya yang murah yang di incar korea dari Project ini? hmm saya sangat ragu.
===================================
Betul, sy juga melihat hal yg sama dengan @Admin.
Mereka tidak kelihatan mengincar harga murah.
Tetapi ingat --- budget untuk proyek development KF-X hanya $10 milyar.
Jadi apa yg mereka ingin lakukan sekarang -- justru kelihatannya bertentangan dengan realita pembatasan anggaran yg sudah ditetapkan.
=============================================
sejauh yang saya tau adalah incaran Korea adalah bagaimana membuat lifecycle project ini baik dari segi pelibatan industri lokal korea dalam produksi dan dari segi lifecycle cost pesawat tempur ini setelah anti digunakan bisa lebih murah dalam jangka panjang.
================================================
IMHO, akan sangat sulit untuk memberi justifikasi kalau lifecycle cost dari KF-X akan murah dalam jangka panjang.
Seperti sy sudah tuliskan berulang kali --- Korea tidak pernah membuat proyek ini menjadi lebih mudah, beresiko rendah, atau lebih murah dengan memilih twin-engine design.
--- Ini walaupun rekomendasi dari KAI, Lockheed-Martin sendiri, yg didukung oleh KIDA --- menyarankan pembuatan pesawat single-engine.
ADD Korea bahkan menetapkan target yg cukup ambisius utk mencapai RCS sebanding dengan B-2 bomber.
Sayangnya,
Biaya sudah tidak bisa bersahabat dengan target yang terlalu ambisius.
Sy justru melihat kalau kelemahan utama dari proyek KF-X ini dari awal;
adalah scope and limitations of the project.
Definisinya tidak pernah jelas.
IMHO, blak2an disini -- kalau membaca yg diinginkan ADD Korea dengan budget hanya $8 milyar, seperti melihat mimpi anak kecil umur 5 tahun.
GI |
25 Sep 2015 14:44:50
Sy setuju dengan pernyataan bung errik ini:
=============================================
Saya sih simpel mikirnya.
Kalo Indonesia tetep GAK BISA BELI dalam JUMLAH BESAR, produsen mana yg PALING JOR2An ngasih manfaat jangka panjang ke Indonesia?
Itulah yang saya dukung & suka. Entah mau Rusia kek, Amerika kek, Eropa kek, Korea, India, Brazil, China, ato negara lainnya terserah. Gak perlu sampe njelekin produk (sampe ke laut aje! :D).
Saya pikir semua pembaca di sini akan sepakat bahwa "Indonesia musti dapat manfaat sebesar-besarnya dari pengeluarannya sekecil-kecilnya." :D
==============================================
Kita boleh berbicara yg besar2 --- "mau membeli pespur tipe A sampai 100 unit", "tidak apa2 biaya operasional mahal"
Tapi pada akhirnya, anggaran yg akan memaksa kita untuk membuat keputusan yg logis.
Admin |
25 Sep 2015 15:31:43
@GI,
terkait komentar mas dibawah ini :
=================
Partner ToT Korea dalam hal ini tetap saja Lockheed-Martin; ini artinya kemungkinannya tetap besar kalau source coding dari masing2 komponen buatan Eropa itu akan terlihat oleh LM. Dan ini adalah rahasia dari masing2 pembuat.
Kemungkinannya terlalu kecil kalau ada pembuat komponen Eropa yg mau mengambil resiko membuka kartu mereka, ke perusahaan defense contractor terbesar -- yg sebenarnya adalah saingan utama dari ketiga partner mereka -- Eurofighter, SAAB, dan Dassault.
=================
mari kita flash back kebelakang ke project T-50 Golden eagle yang juga adalah produk Korea dengan Bantuan Lockheed Martin. Pada awalnya varian T-50 (kemungkinan A-50 dan FA-50) menggunakan radar APG-67(v)4 buatan Lockheed Martin. tapi belakangan Korea menggantikan radar tersebut dengan radar EL/M-2032 buatan Elta - Israel.
radar EL/M-2032 yang dipasang di FA-50 Golden Eagle sendiri bukan lagi sama seperti originalnya, tetapi sudah dimodifikasi oleh perusahaan lokal Korea Lig Nex1 untuk menyesuaikan dengan kebutuhan di FA-50.
apakah Elta keberatan Lockheed Martin mengetahui rahasianya?
jika radar EL/M-2032 buatan Elta bisa dipasang di FA-50 dengan terlebih dulu dimodifikasi oleh perusahaan lokal Korea, maka tidak menutup kemungkinan radar AESA buatan Elta lainnya dipasang di project KFX/IFX.
kerjasama antara Elta dan Lig Nex1 sendiri dalam produksi dan modifikasi radar EL/M-2032 sudah sejak tahun 2009 lalu. selain itu, sebenarnya perusahaan Korea lainnya juga punya pengalaman mengembangkan radar, meski mungkin belum untuk pesawat tempur. sebut saja Samsung Thales pada radar K-SAM.
ini baru satu contoh saja, bagaimana selama ini Korea mengejar ketertinggalan mereka dalam membangun radar pesawat tempur. dan memang saat ini mereka belum bisa memproduksi radar AESA untuk pesawat tempur. tapi siapa tau beberapa tahun kedepan mereka bisa dengan bantuan perusahaan seperti Elta atau thales (sbg contoh)?
just IMHO n CMIIW
Admin |
25 Sep 2015 15:40:23
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
=======================
Sy hanya menuliskan ini untuk memperlihatkan justru betapa mustahilnya Korea dapat memproduksi AESA radar sendiri.
Mereka tidak mempunyai pengalaman atau kemampuan bukan --- makanya mereka masih meminta ToT re AESA (yg ditolak US)?
=======================
betapa mustahil? kembali ke komentar saya diatas dengan contoh radar EL/EM-2032 buatan Elta - Israel menggantikan radar APG-67(v)4 di FA-50 Golden eagle. disana sudah ada kerjasama antara Elta - Israel dengan LIG Nex1 sejak tahun 2009 untuk mengembangkan radar ini. golnya bukan hanya membuat radar untuk keperluan FA-50 Golden Eagle, tetapi juga untuk keperluan lebih besar dimasa datang. salah satunya radar untuk KFX.
jadi kalau kita bilang mustahil, ya tergantung defenisi dari kata mustahil itu sendiri...
just IMHO n CMIIW
Admin |
25 Sep 2015 15:58:52
@GI,
terkait komentar mas dibawah :
=======================
IMHO, akan sangat sulit untuk memberi justifikasi kalau lifecycle cost dari KF-X akan murah dalam jangka panjang.
=======================
sama sulitnya dengan justifikasi bahwa Korea mustahil memproduksi sendiri radar AESA untuk project KFX/IFX. hehe peace...
terkait komentar di bawah :
======================
Seperti sy sudah tuliskan berulang kali --- Korea tidak pernah membuat proyek ini menjadi lebih mudah, beresiko rendah, atau lebih murah dengan memilih twin-engine design.
--- Ini walaupun rekomendasi dari KAI, Lockheed-Martin sendiri, yg didukung oleh KIDA --- menyarankan pembuatan pesawat single-engine.
ADD Korea bahkan menetapkan target yg cukup ambisius utk mencapai RCS sebanding dengan B-2 bomber.
======================
kembali lagi ke topik awal, siapa itu KAI dan LM dan siapa DAPA (ADD) dalam konteks project KFX/IFX. KAI dan LM sebagai perusahaan yang mengejar profit tentunya memikirkan hanya sebatas hal hal keekonomian project ini.
disisi lain DAPA (ADD) tidak hanya memadang itu saja, tetapi memandang kebtuhan pertahanan jangka panjang Korea. jadi dari sisi mana kita mau memandang? dari sisi perusahaan yang mengejar profit atau dari segi negara yang memandang aspek yang lebih besar?
persepsi kita akan tergantung dari sudut mana kita memandang.
juts IMHO n CMIIW
GI |
25 Sep 2015 16:23:53
@Admin,
Hehe
Jangan pernah lupa kalau Lockheed-Martin adalah pemegang source code T-50!
Salah satu persyaratannya adalah -- keluarga T-50 tidak boleh memakai perlengkapan (semisal radar) yg lebih modern dibandingkan di atas KF-16.
Tentu saja skrg sudah ada pembicaraan kalau FA-50 mau memasang radar EL-M2052 --- tapi ini karena Korea sudah memenuhi persyaratan diatas.
KF-16 akan mendapat AESA radar -- justru salah satu tujuannya agar mereka lebih bebas untuk menguprgrade FA-50.
Artikel di DID mendeskripsikan perihal upgrade KF-16 ini, dan kaitannya dengan T-50:
=============================================
http://www.defenseindustrydaily.com/south-korea-looking-to-upgrade-its-kf-16s-05404/
=============================================
Artikel ini kebetulan menggaris-bawahi sulitnya upgrade perlengkapan sendiri di atas F-16 yg sudah kita beli sendiri:
==============================================
A 3rd possible choice is IAI ELta’s EL/M-2052 external link. It was originally developed for Israeli F-16s, and would probably have been fitted to the F-16I if the USA hadn’t threatened to cut of all manufacturer support for the fighters. This raises the specter that the US government would use the same tactics in export competitions, so perhaps it’s not surprising that the M-2052’s most promising sales prospects currently involve non-American fighters in India.
=======================================================
Dan kembali ke T-50:
=======================================================
Korea Aerospace Industries has a very broad set of cooperation agreements with Lockheed Martin, from licenses to build and maintain the ROKAF’s F-16s, to the T-50 family’s development and international marketing agreements. One of those agreements states that the T-50 family of trainers and lightweight fighters may not be equipped with radars more sophisticated than the ones carried in the ROKAF’s KF-16s.
That clause is what forced KAI to abandon SELEX’s Vixen 500E AESA radar for the FA-50, and select IAI Elta’s EL/M-2032 mechanically-scanned radar instead. Adding AESA radars to the KF-16s would remove those strictures, opening the door for similar additions. The result would be a $30-35 million AESA-equipped FA-50+ lightweight fighter for the global export market, which could be a strong competitor for existing F-16s at $40-55 million each. It could even affect broader F-35 exports (currently $120 million per), thanks to its combination of advanced capabilities and traditional lightweight fighter price.
=====================================================
Perhatikan kalimat terakhir yg sepertinya ditulis sebagai warning dari penulis artikel DID.
Yah, anda boleh menebak....
Kalau sampai FA-50 mengancam market F-16 atau F-35 --- bukan tidak mungkin US akan bertindak untuk membatasi market FA-50!
Pelajaran dari sini
Kita boleh berdebat semaunya -- dan sampai kapanpun. Tapi faktanya tetap tidak berubah.
Kalau mengenai pespur, selamanya kita tidak akan bisa menang melawan kebijaksanaan pemerintah US.
==========================================
"It has been the convention that the U.S. is reluctant to transfer technologies after selling weapons," an analyst said.
==========================================
Admin |
25 Sep 2015 16:58:20
@GI,
terkait komentar mas dibawah ini :
===========================
Jangan pernah lupa kalau Lockheed-Martin adalah pemegang source code T-50!
Salah satu persyaratannya adalah -- keluarga T-50 tidak boleh memakai perlengkapan (semisal radar) yg lebih modern dibandingkan di atas KF-16.
===========================
harap jangan lupa juga, bahwa sejak awal project T-50 ada memang requerementnya adalah pesawat tempur latih dengan kemampuan sebagai fighter ringan yang tidak melebihi kemampuan F-16. Kalau sudah sejak awal requrementnya seperti itu, lalu apa masalahnya?
sejauh yang saya tau, Korea tidak pernah punya ambisi menjadikan FA-50 lebih hebat dari F-16. karena memang mereka juga hanya menginginkan itu saja.
hampir sama dengan project T-50, Korea selatan sedari awal juga sudah membuat limitasi bahwa KFX tidak akan lebih baik dari F-35 nemun lebih baik dari KF-16. jadi kalau KFX nantinya ga lebih canggih dari F-35, masalahnya apa? bukankah itu sudah menjadi requrement sejak awal?
just IMHO n CMIIW
CemplonTerbang |
25 Sep 2015 18:28:35
@GI
Ttg Komentar Anda:
Quote: Wah, komentarnya banyak banget FLAMING-nya.... mana yg menanyakan fakta, terlalu dicampur-adukkan dgn opini pribadi sehingga membacanya susah --- perlu di-sensor dulu habis2an agar menjadi pertanyaan yg lebih berbobot.
==========================================
Komentar Flaming yg mana bung GI?, ttg arti idiom itu kah? bukankah bung GI yg menawarkan arti idiom dari wiki tsb ke saya ttg anda, lalu saya Setuju sekali dgn apa yg anda tawarkan, kok saya malah di Tuduh Flaming.
jadi bung GI mau arti kata idiom yg mana?
=======================
Dan ttg komentar anda “membacanya susah --- perlu di-sensor dulu habis2an agar menjadi pertanyaan yg lebih berbobot” .
========================
Sesulit Itukah Pertanyaan Saya hingga harus di sensor habis2an untuk memahami Konteks pertanyaan tsb? kedengarannya spt “SOS” deh, apa perlu saya beri bantuan untuk memahami konteks pertanyaan saya tsb yg berkaitan dgn Asumsi anda sendiri sebelumnya?
Baiklah, Saya Bantu !
==================================
Terkait Asumsi Anda Sebelumnya :
Quote: “Korea sendiri juga sebenarnya "barking up the wrong tree".
Mereka menginginkan mendapat 25 core technology untuk pembuatan proyek KF-X --- tapi memintanya justru ke sumber yg SALAH.”
=================================
Dan Ini Pertanyaan Saya sebelumnya (Sangat Simple , lsg ke Asumsi anda):
1.Parameter anda Apa untuk “Salah” dan “benar”?
Saya Bantu, Kondisi apa yg membuatnya Salah dan kondisi apa yg membuat menurut anda Benar ?
Karena menurut Evidence dari informasi yg ada, DAPA korsel telah melakukan procedure tender yg sesuai dengan undang-undang korsel, dan peserta Tender/Contender bahkan lebih dari 2 , yaitu Airbus,Boeing,Lockheed , mereka bersaing memberikan tawaran produk dan ToT yg terbaik ke program KF-X, dgn hasil Final secara SAH, Lockheed sbg pemenang, dan Lockheed dan DAPA telah Sepakat/DEAL bersama2 Dlm Kontrak bahwa Document 21 Core technology akan di transfer ke program KF-X, dan 4 Core Tech yg lain tidak termasuk di dlmnya.
dgn Hal ini saya bisa mengasumsikan tawaran Airbus ataupun Boeing tidak sesuai yg diharapkan DAPA, salah satunya Jumlah point Core technology yg akan di transfer ke KF-X.
lalu Anda tiba2 Berasumsi : “(Korsel) memintanya justru ke sumber yg SALAH”.
Kalau Statement ini tidak anda Jelaskan Kondisi apa yg membuatnya Salah dan kondisi apa yg membuatnya Benar, maka ini akan menjadi Vague Statement ataupun Ambigu. kalau sekedar ungkapan anda spt: “US sudah terkenal pelit ToT", NAH, Pelit ToT saja menang tender dgn Point tawaran 21 Core Technology nya, Berarti Sebaliknya Dari Airbus (Eropa) lebih sedikit Jml Point Core Technology Dunk ?
Simple Bukan konteks pertanyaannya dan nggak perlu di sensor habis2an kan?.
ya, Anda harus tanggung jawab dunk , masak “Lempar Batu Sembunyi tangan” terhadap statement sendiri.
Mungkin Cukup Topiknya kita batasi tentang ini dulu Bung !, dan beberapa yg lain tlh di singgung bung Admin.
mungkin krn terlalu melebar Sepertinya membuat anda tidak fokus.
Salam..