10 Aug 2013 14:22:13 | by Admin
| 75137 views | 7 comments
|
2.3/5 Stars dari 4 voter
Pagi yang indah hari ini saya awali dengan senyuman, terasa semakin sumringah setelah team ARC (Angkasa Reader Community) sudah memastikan bahwa buku “Satu Dekade Sukhoi Indonesia” yang saya pesan sudah dikonfirmasi dan akan dikirimkan hari ini (Senin, 27 Juli 2013). Kabar ini membuat saya semakin bersemangat karena buku karya team ARC (Angkasa Reader Community) ini sudah lama saya idam-idamkan. Saya memang bukan anggota dari ARC, tetapi saya tertarik dengan karya tersebut. Saya ingin sekali memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas usaha team ARC (Angkasa Reader Community) untuk menyusun buku tersebut. Salut buat team ARC (Angkasa Reader Community) yang telah menunjukkan kecintaannya terhadap Militer Indonesia melalui buku tersebut. Sekarang giliran saya menunjukkan kecintaan saya dengan menuliskan artikel ini di blog saya.
Sukhoi Indonesia Tidak “Ompong”!
Berbicara mengenai Sukhoi Indonesia, maka kita akan berbicara sebuah sejarah yang cukup panjang dan melelahkan untuk diceritakan secara detail. Namun selama 10 tahun terakhir ini, kata-kata yang cukup menyesakkan untuk selalu di dengar adalah kata-kata yang mengatakan bahwa “Sukhoi Indonesia Ompong” alias tidak memiliki senjata mematikan alias hanya mengandalkan enternal cannon dan dumb bom. Memang kata-kata ini belum tentu sepenuhnya salah, walaupun belum tentu benar.
Namun, pertengahan tahun ini, kabar angin kedatangan rudal-rudal canggih Sukhoi Indonesia sudah banyak beredar. Dan dari beberapa foto dan dokumentasi yang beredar di beberapa sosial media, saya menyakini bahwa rudal-rudal canggih untuk Sukhoi Indonesia sudah hadir. Tercatat rudal udara ke Udara ada R-73 (setara Aim-9) dan R-77 (setara AIM-102 C). Sedangkan untuk rudal anti kapal dan anti radar sudah beredar kabar bahwa Sukhoi Indonesia akan mengandalkan KH-31, KH-29 dan KH-59 series. Dengan hadirnya rudal-rudal canggih ini, maka dapat dipastikal bahwa saat ini Sukhoi Indonesia Tidak lagi ompong. Dengan kata lain, kehadiran rudal-rudal canggih ini membawa Indonesia memasuki sebuah era baru dalam pertahanan militer khususnya dalam Air Superiority. Selama ini Indonesia dalam masalah Air Superiority hanya mengandalkan rudal jarak pendek (WVR) seperti Aim-9P yang biasanya dibawa oleh Hawk-209 ataupun F-16 Block 15 OCU. Namun saat ini, dengan kehadiran R-77 yang setara dengan AIM-120 C, maka Indonesia sudah memiliki kapabiliti dalam peperangan BVR (Beyond Visual Range).
Air Superiority : Pentingnya BVR bagi Indonesia
Dalam pertempuran udara ke udara, istilah BVR (Beyond Visual Range) dapat diartikan sebagai kemampuan suatu pesawat tempur untuk menembak lawannya (pesawat tempur lain) dari jarak yang sangat jauh, dimana sudah diluar jangkauan visual mata manusia. Artinya kemampuan BVR ini adalah kemampuan untuk menghancurkan pesawat musuh, walaupun pesawat musuh itu belum terlihat secara oleh mata pilot yang mngeksekusi. Dalam perang BVR ini, maka kemampuan First Look, First Kill sangat di utamakan. Sehingga siapa yang pertama kali bisa mengendus lawan, akan berpeluang untuk pertama kali meluncurkan senjatanya untuk memusnahkan lawannya.
Selama ini, bisa dikatakan sebuah kondisi yang sangat ironis dihadapi oleh TNI AU Indonesia. Bagaimana tidak, jika Indonesia yang wilayahnya sangat luas hanya mengandalkan rudal jarak pendek sebagai senjata Air Superiority-nya. Sedangkan tetangga terdekat seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Australia sudah lama memiliki kemampuan BVR. Malaysia sudah sejak lama memiliki R-77 yang bisa dibawa oleh Mig-29 M dan Su-30 MKM mereka. Selain itu, Malaysia juga memiliki rudal AIM-120 C5 yang bisa dibawa oleh F/A-18 Hornet mereka. Thailand tidak mau ketinggalan juga sudah memiliki AIM-120 C5 yang bisa dibawa oleh F-16 MLU dan Grippen C/D mereka. Sedangkan 2 negara tetangga lain, memiliki senjata yang tidak kalah sangar. Katakanlah Australia yang sudah lama memiliki AIM-120 C5/C7 yang bisa dibawa oleh F/A-18 Hornet maupun F/A-18 E/F Super Hornet mereka. Bahkan Singapure, negeri kecil itu memiliki kemampuan BVR yang luar biasa besar. Tercatat mereka memiliki puluhan F-16 Block 52 dan F-15 SG yang bisa membawa senjata AIM-120 C7. Belum lagi negara tetangga lain seperti Myanmar dan Vietnam yang juga memiliki R-77 sebagai senjata BVR mereka.
Maka dapat dikatakan bahwa kondisi beberapa tahun kebelakang ini sungguh ironis bagi Indonesia yang pernah menjadi salah satu kekuatan udara terbesar di Asia di zaman presiden Soekarno dahulu. Mengejar ketertinggalan ini, tentunya kehadiran rudal BVR untuk Sukhoi Indonesia saat ini adalah suatu berita gembira. Dengan kepastian kedatangan Rudal BVR Sukhoi Indonesia, maka Indonesia tidak akan dipandang sebelah mata lagi. Rudal R-77 yang mampu dibawa oleh Su-27 SKM/Su-30 MK2 tentunya akan membuat perubahan yang sangat berarti bagi Indonesia.
Kemampuan Sukhoi Indonesia dalam Air Superiority di Kawasan
Setelah mengetahui bahwa Sukhoi Indonesia yang dilengkapi rudal R-77 akan membawa dirgantara pada level kemampuan BVR, maka sekarang perlu kita lihat seberapa jauh kemampuannya dalam menjaga Air Superirority di kawasan. Intinya adalah kita ingin mengetahui apakah Sukhoi Indonesia dengan senjata BVR-nya sudah cukup setara dengan tetangga, ataukah lebih baik dari tetangga atau malah masih di bawah kemampuan tetangga. Nah untuk menjawab pertanyaan sederhana ini, tentunya tidak bisa dijawab dengan mudah. Hal ini karena perang BVR itu sendiri akan dipengaruhi oleh banyak sekali faktor seperti jumlah pesawat dengan kemampuan BVR, jumlah rudal BVR, armada AWACS, radar CGI, rudal pertahanan SAM, Jamming Equipment, Radar warning Sistem, Anti-Jamming, Data link, dll. Sehingga akan sangat sulit sekali untuk menentukan bagaimana kemampuan sebenarnya Sukhoi Indonesia dibandingkan fighter tetangga dalam hal BVR.
Nah berdasarkan kenyataan itulah, maka dalam artikel ini saya membatasi perang BVR itu sendiri dengan hanya melihat Head to Head antar pesawat dan hanya dalam perang One vs One, bukan One Vs Many atau Many Vs Many. Sedangkan keterlibatan pesawat pendukung seperti AWACS, SAM, Ground Radar, taktik tempur, skill pilot dan lainnya saya abaikan. Hal ini karena saya ingin melihat bahwa fokus tulisan kali ini memang hanya masalah kemampuan pesawat BVR itu sendiri.
Sekarang mari kita coba perhatikan tabel dibawah yang sudah saya susun sebelumnya. Tabel dibawah berisi data Fighter Indonesia dan tetangga yang cukup perlu di perhitungkan dalam hal perang BVR ini.
Data ini saya ambil dari berbagai sumber sebagai gambaran kasar saja. Dalam perang BVR ini, saya asumsikan masing-masing pesawat hanya membawa 2 rudal BVR sekelas Aim-120 C atau R-77 dan 2 Rudal WVR sekelas Aim-9 atau R-73. Masing-masing pesawat diasumsikan tidak membawa Drop Tank, sehingga hanya mengandalkan bahan bakar internal (internal fuel) saja.
Selanjutnya mari kita lihat bagaimana performance dari masing masing senjata BVR yang mungkin bisa digunakan di kawasan. Rudal BVR ini adalah R-77, AIM-120 C5 dan AIM-120 C7. Datanya adalah sebagai berikut :
Data ini saya ambil dari berbagai sumber, namun data ini belum tentu benar sepenuhnya. Namun sebagai gambaran kasarnya saya kira ini sudah cukup untuk data acuan dalam artikel ini. Khusus untuk data Efektif Range saya ambil dari 2/3 data maximum range dengan asumsi akan terlalu riskan untuk melepaskan rudal dari jarak maksimumnya. Maka saya berasumsi, bahwa rudal BVR akan dilepaskan dari 2/3 data maximum range. Dari data diatas, dapat kita lihat Rudal R-77 sedikit memiliki nilai plus dibandingkan rudal AIM-120 C.
Selanjutnya mari kita lakukan perbandingan kemampuan perang BVR yang dimiliki oleh Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga dengan mengacu kepada kedua data diatas.
Perang BVR Sukhoi Indonesia dengan Singapure
Dari data diatas dapat kita lihat di Angkatan Udara Singapura, mereka memiliki 2 type pesawat dengan kemampuan BVR mumpuni yaitu F-15 SG dan F-16 Block 52. Sedangkan di pihak Indonesia akan mengandalkan Su-27 SKM/Su-30 MK2. Untuk melawan F-16 Block 52 Singapura yang mempunyai RCS kecil sekitar 2 m^2, maka radar N001 VEP Sukhoi Indonesia kemungkinan baru bisa mengendus keberadaan F-16 Block 52 Singapura dari jarak 80 Km. Sedangkan F-16 Singapura dengan radar APG-68 v9, bisa mengendus Sukhoi Indonesia yang mempunyai RCS besar sekitar 10-15 m^2 dari jarak 100 km. Itu artinya, kemungkinan besar F-16 Singapura akan lebih dahulu mengetahui keberadaan Sukhoi Indonesia dibandingkan dengan Sukhoi Indonesia mengetahui keberadaan F-16 Singapura. Maka disini, F-16 Singapure sudah mulai bisa melakukan Jamming terhadap Sukhoi Indonesia yang akan menyulitkan Sukhoi Indonesia mengendus F-16 Singapure. Disini tentunya Sukhoi Indonesia harus memiliki kemampuan anti jamming yang mumpuni.
Namun ketika keduanya sudah berada pada jarak 80 KM, Sukhoi Indonesia juga sudah mampu mengendus keberadaan F-16 Block 52 Singapure (dengan catatan mampu mengatasi serangan jamming lawan). Sehingga pada jarak ini, keduanya sudah bisa saling mengetahui keberadaan lawan masing-masing. Pada jarak ini, senjata R-77 milik Sukhoi Indonesia sudah mendekati effektif range-nya, dimana dari jarak 70 KM sudah bisa diluncurkan menghantam F-16 Block 52. Sedangkan AIM-120 C7 baru efektif diluncurkan dari jarak 47 KM. Dalam hal ini, saya melihat bahwa Sukhoi Indonesia dengan senjata R-77 masih memiliki kesempatan yang lebih untuk mengalahkan F-16 Block 52 dengan senjata AIM-120 C7.
Namun yang harus menjadi perhatian adalah, R-77 belum memiliki “confirmed kill” di peperangan sesungguhnya, berbeda dengan AIM-120 C yang sudah banyak menunjukkan kemampuannya diberbagai perang modern.
Selain F-16 Block 52, Singapur masih memiliki F-15 SG yang merupakan salah satu varian F-15 terbaik saat ini. F-15 SG ini sudah memiliki radar AESA yang mumpuni, serta memiliki kemampuan canggih lainnya. Nah, sekarang mari kita buat simulasi bagaimana seandainya F-15 SG ini berhadapan One by One dalam perang BVR dengan Su-27 SKM/Su-30 MK2 Indonesia. Sebenarnya simulasi ini bisa saja dilakukan sewaktu ada event Pitch Black 2012 Australia yang lalu, namun sepertinya ada kesepakan untuk tidak mengadu F-15 SG dengan Su-27 SKM/Su-30 MK2.
Dalam hal RCS, baik F-15 SG dan Su-27 SKM/Su-30 MK2 memiliki tingkat RCS yang relatif sama besar yaitu sekitar 10-15 m^2. Radar APG-63 V3 yang digunakan F-15 SG sudah bisa mengendus Sukhoi Indonesia dari jarak sekitar 250 km. Sedangkan radar N001 VEP Sukhoi Indonesia baru bisa mengendus keberadaan F-15 SG dari jarak sekitar 150 KM. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa F-15 SG akan lebih dahulu mengetahui keberadaan Sukhoi Indonesia. Hal ini juga berarti F-15 SG punya kesempatan lebih besar melalukan serangan jamming ke radar Sukhoi Indonesia sebelum Sukhoi menyadari kehadirannya.
Pada jarak 150 KM, Sukhoi Indonesia sudah bisa mendeteksi keberadaan F-15 SG, namun keduanya belum bisa menembakkan rudal andalannya masing-masing. Sehingga dalam jarak ini sampai dengan jarak efektif penembakan rudal, bisa disimpulkan bahwa keduanya akan saling melakukan serangan jamming terhadap radar lawan dan juga beradu kemampuan ECM masing-masing. Disini dapat kita sebutkan bahwa kemampuan Radar Warning System dan ECM Sukhoi Indonesia akan sangat dibutuhkan dalam menghadapi F-15 SG ini. Jika Sukhoi Indonesia bisa mengatasi serangan jamming F-15 SG dan juga mengatasi kemampuan ECM lawan, maka Sukhoi Indonesia berpeluang untuk mengalahkan F-15 SG. Namun jika sebaliknya, jika Sukhoi Indonesia kurang mampu mengatasi serangan jamming F-15 SG, maka Sukhoi Indonesia kemungkinan akan kesulitan mengalahkan F-15 SG.
Dari beberapa artikel yang saya baca, saya memperoleh informasi bahwa F-15 SG memiliki kemampuan jamming dan ECM yang mumpuni. Bagaimana dengan kemampuan jamming dan ECM Sukhoi Indonesia? Sampai saat ini saya belum banyak mengetahui kemampuan ini. Namun besar harapan saya, pihak yang berkepentingan juga melengkapi Sukhoi Indonesia dengan hal hal ini.
Dari kedua simulasi sederhana diatas, dapat kita lihat bahwa dalam pertempuran One by One antara Sukhoi Indonesia dengan F-16 maupun F-15 SG Singapure, peran dari kemampuan Electronic Countermeasure (ECM) dan kemampuan jamming radar lawan sangat besar dalam perang BVR ini. Nah bagaimanakah kemampuan ECM dan Jamming Sukhoi Indonesia melawan fighter milik Singapur, ini masih menjadi pertanyaan saya. Apakah sudah cukup mumpuni atau masih perlu perbaikan, tentunya perlu untuk diperhatian oleh kita semua.
Perang BVR Sukhoi Indonesia dengan Malaysia
Setelah dengan Singapure, maka saat ini kita beralih dengan melihat bagaimana kemampuan Sukhoi Indonesia jika harus berhadapan dengan jet dari Malaysia. Dipihak Malaysia mereka memiliki 2 inventory dengan kemampuan BVR yaitu F-18 Hornet dan Su-30 MKM. Sebenarnya Malaysia masih memiliki Mig-29 M yang memiliki kemampuan BVR, namun mengingat pesawat ini akan di pensiunkan, dan akan digantikan dengan program MRCA Malaysia, maka pesawat ini saya tidak ikutkan.
Pertama kita simulasikan Sukhoi Indonesia dengan senjata R-77 berhadapan dengan F-18 Hornet Malaysia dengan senjata AIM-120 C5. F-18 memiliki frontal RCS yang cukup kecil sekitar 5 m^2 dibandingkan Sukhoi Indonesia yang memiliki RCS sekitar 10m^2. Dengan data RCS ini, dapat kita ambil data bahwa radar N001 VEP Sukhoi Indonesia baru bisa mendeteksi keberadaan F-18 Hornet Malaysia dari jarak sekitar 110 KM. sedangkan radar APG-73 F-18 Hornet Malaysia bisa mendeteksi keberadaan Sukhoi Indonesia dari jarak yang relatif sama yaitu 100 KM. Itu artinya kedua pesawat relatif bersamaan mengetahui keberadaan lawan masing-masing. Disini tetap kemapuan Jamming dan kemampuan ECM masing-masing pesawat tetap berperan besar.
Nah dalam hal senjata, rudal R-77 yang di bawah Sukhoi Indonesia sudah bisa diluncurkan dari jarak efektif 70 KM, jauh sebelum AIM-120 C5 dari jarak sekitar 35 KM. Itu artinya Sukhoi Indonesia berpeluang memiliki kesempatan yang besar mengalahkan Hornet Malaysia. Namun ini tentunya tetap berpulang kembali kepada kemampuan Jamming dan ECM masing-masing pesawat.
Simulasi kedua kita lakukan antara Sukhoi Indonesia dengan Su-30 MKM Malaysia. Su-30 MKM Malaysia adalah salah satu varian Sukhoi yang paling canggih saat ini, selevel dengan Su-30 MKI India, tentunya dalam beberapa hal akan lebih baik dari Su-27 SKM/Su-30 MK2 Indonesia. Dalam hal frontal RCS, keduanya memiliki tingkat RCS yang relatif sama sekitar 10 m^2. Radar N011 M Bars milik Su-30 MKM dapat mengendus keberadaan Sukhoi Indonesia dari jarak sekitar 200 KM, sedangkan Sukhoi Indonesia baru bisa mendeteksi keberadaan Sukhoi Malaysia dari jarak sekitar 150 KM. itu berarti bahwa Sukhoi Malaysia lebih dahulu bisa bereaksi melakukan Jamming dan melakukan strategi menghadapi Sukhoi Indonesia. Dan satu lagi yang menjadi perhatian bahwa keduanya mempunyai senjata yang sama yaitu R-77 yang memiliki jangkauan yang jauh.
R-77 baru bisa diluncurkan dari jarak efektifnya sekitar 70 KM. Itu artinya Sukhoi Indonesia masih cukup aman, karena pada jarak sekitar 150 KM, Sukhoi Indonesia juga sudah mengetahui keberadaan Sukhoi Malaysia. Sehingga dari jarak 150 KM sampai dengan jarak 70 KM itu, tentunya perang jamming dan EMC serta taktik masing-masing akan berperan besar dalam perang BVR antar keduanya. Nah dalam hal ini peran Jamming Pod dan kemampuan ECM akan sangat berperan besar. Dalam beberapa artikel yang saya pelajari, saya mendapati kesimpulan bahwa Su-30 MKM memiliki kemampuan Jamming dan ECM yang lebih baik dari Su-27 SKM/Su-30 MK2 milik Indonesia. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita bersama.
Perang BVR Sukhoi Indonesia dengan Thailand
Negara kita yang akan saya simulasikan secara sederhana adalah Thailand. Saat ini Thailand memiliki 2 pesawat yang menjadi andalannya dalam hal perang BVR, yaitu F-16 MLU dan Grippen C/D. Pertama sekali kita simulasikan F-16 MLU Thailand dengan Sukhoi Indonesia. F-16 memiliki frontal RCS yang cukup kecil sekitar 2 m^2, sedangkan Sukhoi Indonesia memiliki frontal RCS sekitar 10 m^2. Radar APG-68 V5 milik F-16 MLU Thailand dapat mendeteksi keberadaan Sukhoi Indonesia dari jarak sekitar 65 KM, sedangkan Sukhoi Indonesia bisa mengendus keberadaan F-16 Thailand dari jarak sekitar 80 KM. Dalam hal ini, jangkauan radar membuat Sukhoi Indonesia lebih dahulu mengetahui keberadaan F-16 Thailand sebelum F-16 menyadarinya. Tentunya ini menjadi keuntungan sendiri, karena F-16 Thailand baru menyadari keberadaan Sukhoi Indonesia di jarak 65 KM.
Dengan asumsi bahwa Sukhoi Indonesia membawa rudal R-77 dan F-16 MLU Thailand membawa rudal AIM-120 C5, pada jarak 65 KM itu, ketika F-16 baru menyadari keberadaan Sukhoi Indonesia, Rudal R-77 sudah bisa diluncurkan karena sudah berada di jarak jangkauan efektif dari senjata Sukhoi ini. Sedangkan AIM-120 C5 milik F-16 Thailand baru bisa diluncurkan dari jarak efektif 35 KM. Dalam hal ini saya melihat bahwa Sukhoi Indonesia akan berpeluang besar untuk mengalahkan F-16 MLU Thailand dalam perang BVR One vs One.
Selanjutnya kita simulasikan kembali secara sederhana, bagaimana jika Sukhoi Indonesia harus berhadapan dengan Grippen C/D milik Thailand. Diasumsikan Sukhoi Indonesia mengandalkan rudal R-77, sedangkan Grippen C/D Thailand mengandalkan AIM-120 C5. Radar PS-05A milik Grippen Thailand bisa mendeteksi keberadaan Sukhoi Indonesia yang memiliki RCS 10 m^2 dari jarak sekitar 90 KM. Sedangkan radar N001 VEP milik Sukhoi Indonesia baru bisa mendeteksi keberadaan Grippen Thailand yang memiliki frontal RCS sekitar 1.5 m^2 dari jarak sekitar 75 KM. Itu artinya Grippen Thailand akan terlebih dahulu menyadari keberadaan Sukhoi Indonesia dibandingkan Sukhoi Indonesia menyadari keberadaan Grippen Thailand. Itu artinya Grippen Thailand memiliki kesempatan lebih dahulu melancarkan serangan jamming terhadap radar terhadap Sukhoi Indonesia.
Namun dijarak 75 KM, Sukhoi Indonesia sudah menyadari keberadaan Grippen sudah mulai bisa mempersiapkan serangan rudal R-77 dari jarak sekitar 70 KM terhadap Grippen. Sedangkan Grippen baru bisa meluncurkan serangan rudal AIM-120 C5 terhadap Sukhoi Indonesia dari jarak efektif 35 KM. Nah ini berarti Sukhoi Indonesia memiliki kesempatan yang lebih untuk mengalahkan Grippen Thailand dalam perang BVR ini. Namun tentu saja jika Sukhoi Indonesia bisa mengatasi perang jamming dan ECM yang dilakukan Grippen sebelumnya. Nah disini kita melihat kembali bahwa peran jamming pod dan ECM serta RWR yang mumpuni akan membantu Sukhoi Indonesia untuk bisa mengalahkan Grippen Thailand.
Perang BVR Sukhoi Indonesia dengan Australia
Selanjutnya kita akan melakukan simulasi denga tetangga di selatan yaitu Australia. Dalam hal ini, yang akan dihadapi oleh Sukhoi Indonesia adalah F-18 Hornet dan F-18 Super Hornet. Namun karena sebelumnya simulasi Sukhoi versus Hornet sudah dilakukan dengan Hornet Malaysia, maka untuk Hornet ini akan saya kesampingkan karena hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan simulasi dengan Hornet Malaysia. Simulasi ini akan saya fokuskan antara Sukhoi Indonesia dengan Super Hornet Australia. Ada hal yang menarik antara pertempuran keduanya, dimana pada Pitch Black 2012 Australia yang lalu sudah benar-benar dilakukan perang antara F-18 Super Hornet dengan Su-27 SKM Indonesia dalam perang dogfight. Dan hasilnya Su-27 SKM Indonesia keluar sebagai pemenang mengalahkan F-18 Super Hornet Australia. Padahal masing-masing pilot dari kedua belah pihak sudah memiliki jam terbang yang sangat tinggi. Pilot F-18 Super Hornet Australia yang kalah tersebut bahkan memiliki 2000 jam terbang dengan Hornet dan Super Hornet. Sedangkan pilot Su-27 SKM yang mengalahkannya baru memiliki 200 jam terbang dengan Sukhoi. Memang sebelumnya beliau adalah mantan pilot F-16 yang sudah sangat berpengalaman.
Kembali ke topik, dalam perang BVR One vs One ini, kita asumsikan Sukhoi Indonesia membawa rudal R-77 dan Super Hornet Australia membawa rudal AIM-120 C7 milik mereka. Radar APG-79 AESA milik Super Hornet Australia dapat mendeteksi keberadaan Sukhoi Indonesia yang memiliki frontal RCS sekitar 10 m^2 dari jarak sekitar 220 KM, sedangkan radar N001 VEP milik Sukhoi Indonesia baru bisa mendeteksi kehadiran Super Hornet yang memiliki frontal RCS 1 m^2 dari jarak sekitar 65 KM. Hal ini berarti bahwa Super Hornet akan lebih dahulu mendeteksi keberadaan Sukhoi Indonesia dari jarak yang sangat jauh dibandingkan dengan kemampuan Sukhoi Indonesia mendeteksi lawannya. Hal ini akan membuat Super Hornet Australi memiliki kesempatan yang banyak untuk melancarkan serangan jamming terhadap radar Sukhoi Indonesia. Hal ini tentunya akan membuat Super Hornet memiliki peluang lebih besar memenangkannya. Hal ini tentunya dengan bantuan jamming pod dan ECM yang baik.
Namun walaupun demikian, rudal AIM-120 C7 milih Super Hornet baru bisa diluncurkan dari jarak 45 KM. Pada jarak itu, tentunya Super Hornet juga tidak aman dari jangkaun Sukhoi, karena Sukhoi Indonesia sudah bisa mendeteksi keberadaan Super Hornet dari jarak 65 KM ditambah lagi kemampuan rudal R-77 yang bisa diluncurkan dari jarak efektif 70 KM. Tentunya akan menjadi ancaman yang nyata juga bagi Super Hornet.
Disini dapat disimpulkan bahwa Super Hornet akan berupaya untuk membungkam radar Sukhoi dengan jamming pod dan ECM-nya, untuk mengalahkan Sukhoi Indonesia. Dalam hal ini, tentunya kemampuan jamming, ECM dan RWR dari Sukhoi Indonesia akan sangat dibutuhkan dalam pertempuran BVR ini. Namun hal ini agaknya harus menjadi perhatian besar bagi Indonesia mengingat sebagian Super Hornet Australia sudah dikonvert menjadi Growler yang mempunyai kemampuan jamming dan ECM yang superior.
Realita Perang BVR
Setelah diatas kita sudah membahas panjang lebar masalah perang BVR One Vs One, sekarang mari kita lihat realita yang lebih nyata di lapangan. Dalam simulasi sederhana diatas kita bisa melihat bahwa kemampuan Sukhoi Indonesia sudah bisa mengimbangi kemampuan negara tetangga. Namun realitanya perang BVR biasanya bukan hanya melibatkan satu pesawat lawan satu pesawat, tetapi banyak pesawat berserta pendukungkungnya menhadapi pesawat lawan.
Disini tentunya selain taktik dan kemampuan pilot, peran pesawat peringatan dini sangat berperan besar. Tercatat Australia, Thailand dan Singapure sudah memiliki pesawat peringatan dini yang mumpuni yang akan mendukung kemampuan BVR pesawat mereka. Sedangkan Indonesia dan Malaysia belum dilengkapi pesawat peringatan dini ini. Ini tentunya harus menjadi perhatian kita bersama.
Selain itu, jumlah pesawat dengan kemampuan BVR yang masih terbatas saat ini (hanya 16 Sukhoi), tentunya akan menjadi Riskan jika harus berhadapan dengan pesawat BVR lawan yang jauh lebih banyak. Sebut saja Singapur yang memiliki pesawat dengan kemampuan BVR sekitar 90an (24 F-15 SG dan 60an F-16 Block 52), Australia dengan sekitar 90an pesawat (24 Super Hornet/Growler dan 60an F-18 Hornet), Malaysia dengan 26 pesawat (18 Su-30 MKM dan 8 F-18 Super Hornet) serta Thailand dengan 30 pesawat (12 Grippen C/D dan 18 F-16 MLU). Belum lagi jumlah rudal BVR yang masih terbatas tentunya harus menjadi perhatian kita bersama.
Melihat kenyataan ini, saya berpendapat bahwa jumlah pesawat dengan kemampuan BVR untuk TNI AU harus segera di tambah. Memang akan ada penambahan 24 F-16 Block 25 yang di Upgrade ke block 32 dalam waktu dekat, namun melihat bagaimana kemampuan BRV F-16 MLU Thailand diatas, dapat kita simpulkan bahwa kemampuan 24 F-16 Upgrade ke bloc 32 ini secara kualitas belum mampu menandingi kemampuan BVR tetangga, namun secara kuantitas setidaknya sudah memberikan tambahan berarti bagi TNI AU.
Untuk mengatasi hal ini, tentunya proses penggantian F-5 TNI AU tentunya harus diperhatikan benar oleh pengambil kebijakan agar tidak hanya melihat dari segi kuantitas pesawat, tetapi juga memikirkan kualitas pesawat yang akan digantikan sebagai pengganti F-5 TNI AU. Besar harapan kita bahwa Indonesia bukan lagi negara pengekor, tetapi menjadi negara terdepan dalam kemampuan BVR di kawasan. Tentunya sulit, namun dengan kemauan besar hal ini bisa dicapai.
Kesimpulan dan Harapan
Diatas sudah dijabarkan panjang lebar bagaimana sebenarnya kemampuan BVR Sukhoi Indonesia menghadapi pesawat tetangga. Disini saya simpulkan beberapa point penting dari penjelasan diatas, diantaranya :
1. Dalam perang BVR One Vs One, Sukhoi Indonesia sudah cukup bisa memberikan perlawanan dengan pesawat tetangga. Namun dalam kemampuan radar, masih kalah dengan F-15 SG, Su-30 MKM dan F-18 Super Hornet. Sedangkan dengan pesawat lain seperti F-16 Block 52, Grippen C/D dan F-18 Hornet masih relatif seimbang. Radar Sukhoi baru bisa menang dari radar F-16 MLU Thailand.
2. Rudal R-77 dengan jangkauan tembak yang lebih besar memberikan keuntungan tersendiri bagi Sukhoi Indonesia. Namun kemampuan R-77 ini belum teruji sepenuhnya di medan perang yang sebenarnya, berbeda dengan AIM-120 C5/C7.
3. Dalam perang BVR One Vs One ini, terlihat bahwa kemampuan Jamming, RWR, serta ECM masing masing pesawat akan sangat berguna. Disini harus menjadi perhatian bersama untuk melengkapi Sukhoi Indonesia dengan kemampuan Jamming dan ECM yang mumpuni.
4. Kuantitas pesawat Sukhoi Indonesia masih terbatas, dan kalah dibandingkan dengan jumlah pesawat dengan kemampuan BVR tetangga menjadi tantangan bagi Indonesia.
5. Mengingat Point 4 diatas, maka ada baiknya jika TNI AU mempertimbangkan membeli pesawat baru dengan kemampuan BVR mumpuni sebagai pengganti F-5 TNI AU, bukan pesawat bekas dengan kemampuan BVR tanggung.
6. Perlunya untuk memprioritaskan pengadaan pesawat peringatan dini untuk meningkatkan kemampuan BVR armada Indonesia.
7. Perlunya menambah jumlah rudal-rudal BVR untuk armada Sukhoi Indonesia agar keterbatasan julah rudal tidak menjadi hambatan.
Sampai disini saja tulisan saya kali ini, semoga apa yang saya tuliskan bermanfaat bagi pembaca semua. Namun satau yang perlu di garisbawahi adalah bahwa tulisan ini murni adalah opini saya sebagai orang awam yang tentunya banyak memiliki kelemahan dan kekurangan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sekalian serta diskusi yang sehat antara kita semua akan membuat wawasan dan pengetahuan kita semakin bertambah luas.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada pembaca semua dan terkhusus bagi segenap personil TNI AU khususnya Skuadron 11 Thunder yang telah mengabdikan diri untuk menjaga kedaulatan NKRI. Salam dari saya admin AnalisisMiliter.com
Selamat Lebaran, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Sumber Referensi
http://www.worldaffairsboard.com/military-aviation/12913-fighter-radar-ranges.html
http://www.users.globalnet.co.uk/~dheb/2300/Articles/PG/PGSA.htm
http://www.angelfire.com/falcon/fighterplanes/texts/articles/bestfighter.html
http://www.f-16.net/f-16_forum_viewtopic-t-13210.html
http://www.globalsecurity.org/military/systems/aircraft/systems/an-apg-63.htm
http://www.defence.pk/forums/pakistan-air-force/18902-jf-17-hal-tejas-lca.html
http://budhiachmadi.wordpress.com/2009/07/05/evolusi-rudal-udara-ke-udara/
http://www.designation-systems.net/dusrm/m-120.html
http://www.defence.pk/forums/air-warfare/20908-rcs-different-fighters.html#ixzz2OjZSkz1x
Buku “Satu Dekade Sukhoi Indonesia” Karya Team ARC
Label :
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
MLRS Astros II Mk6 : Senjata Baru TNI AD
2.
Undangan Menjadi Penulis Di AnalisisMiliter.com
3.
Pitch Black 2012 Update : Indonesia Mengirim 2 Su-30 MK2 dan 2 Su-27 SKM
4.
Panen Alutsista : Welcome 2 CN-295 dari Airbus Military
5.
Akhirnya Project Pesawat Tempur KFX/IFX Menggunakan Design Dual Engine
6.
Joint Development KFX Korea – Indonesia di Ujung Galau?
7.
Pitch Black 2014: Ketika F-15 SG, F-16, F/A-18, Gripen dan Mirage-2000 Bertarung
8.
ASTROS II dan CAESAR : Bintang Pameran Alutsista TNI 2012
9.
Modernisasi Militer dan Gunboat Diplomacy
10.
Indonesia - Korea Tandatangani Kesepakatan Fase EMD Project KFX
nixo |
10 Oct 2014 17:07:26
Pertamax
bukanya f 16 tni di upgrade setara blok 52
dan 16 sukhoi itu hanya yang dipublish,belum termaksuk yang dirahasiakan
siapa tahu jumlahnya lebih banyak & lebih canggih
maaf baru pemula
Admin |
10 Oct 2014 17:32:05
@nixo,
ga ada rahasia rahasiaan kok mas,, faktanya memang flanker Indonesia cuma 16 unit mas.. ga lebih dan ga kurang..
kalaupun ada rahasia, kalau mau diungkap malah bikin nangis mas.. coba mas cari tau, dari 16 Flanker TNI A, berapa sih yg benar benar serviceable saat ini? kalau mas tau mungkin mas bakal sedih...
salam mas
Dewantara |
11 Oct 2014 07:45:29
ga semua flanker indonesia bisa terbang skrng ya pak admin? berapa yg bisa terbang?
bahaya juga tuh
kirain rahasianya jumlahnya banyak, malah rahasianya ga semua bisa terbang
AeroLover |
11 Oct 2014 19:02:25
@Admin
Jelasain Jelasin..! Wajib Hayyooo...!
>Klo menurut bocoran, Katanya Itu Cuma program Efisiensi Aza, Sengaja yg terbang hanya 60% krn yg 40% siap engine maintenance, walau belum terlampaui umur mesin, makanya disuruh tidur dulu di hangar, Aslinya Semua bisa Terbang LoadedFull Arm kalau diperlukan. Krn kalau cuma tugas2 patrol(intercept) cukup dilakukan dgn F16 saja..., soalnya mahal Bo..klo cuma ngurusin kapal capung tetangga doang Lewat :), Nah kalau ada sebab2 lain.... apa hayoooooo...?? klo nggak mau bilang, Blok-60 nggak jadi di beli......hahahha
AeroLover |
11 Oct 2014 20:14:53
@Admin
Jelasain Jelasin..! Wajib Hayyooo...!
>Klo menurut bocoran, Katanya Itu Cuma program Efisiensi Aza, Sengaja yg terbang hanya 60% krn yg 40% siap engine maintenance, walau belum terlampaui umur mesin, makanya disuruh tidur dulu di hangar, Aslinya Semua bisa Terbang LoadedFull Arm kalau diperlukan. Krn kalau cuma tugas2 patrol(intercept) cukup dilakukan dgn F16 saja..., soalnya mahal Bo..klo cuma ngurusin kapal capung tetangga doang Lewat :), Nah kalau ada sebab2 lain.... apa hayoooooo...?? klo nggak mau bilang, Blok-60 nggak jadi di beli......hahahha
Admin |
13 Oct 2014 13:25:30
@AeroLover,
harus dijelasin ya? waduhhhhhh mampus dah ane... heheheh
Kita anggap saja seperti mas bilang deh, hanya karena alasan efisiensi.. heheheh
F-16 Block 60 nya tetap jadi dibeli ya.. peace.. :)