21 Jan 2013 13:46:19 | by Admin
| 58746 views | 0 comments
|
0/5 Stars dari 0 voter
Sudah beberapa minggu tidak posting tulisan di blog ini, membuat kerinduan saya untuk menulis kembali memuncak. Ditengah segala kesibukan saya, kembali saya akan menyapa pembaca setia blog ini dengan tulisan baru di tahun 2013 ini. Saya sebagai admin AnalisisMiliter.com berharap pembaca tidak bosan-bosannya membaca ulasan artikel saya. Kali ini saya akan membahas satu topik yang sudah sering di bahas di forum militer, yaitu mengenai Kandidat Pengganti F-5 E/F TNI AU yang kemungkinan besar akan di pensiunkan pada tahun 2015-2018 ini. Dengan adanya tulisan ini, saya berharap kita mendapatkan pemahaman mengenai pesawat tempur apa yang paling cocok sebagai penggati F-5 di TNI AU. Namun, tulisan saya ini adalah tulisan dari sudut pandang orang awam di dunia militer. Sehingga besar kemungkinan ada banyak kekurangan dan kelemahan tulisan saya ini. Untuk itu koreksi dan kritik dari pembaca sekalian akan menjadi pembelajaran yang berharga bagi kita semua.
Sejak bergabung di TNI AU tahun 1970-an yang lalu, skuadron F-5 E/F di fungsikan sebagai skuadron interceptor (pencegat). Skuadron Interceptor berarti bahwa sejatinya pesawat ini yang diharapkan akan di turunkan untuk melakukan tugas mencegat pesawat musuh memasuki wilayah kedaulatan Indonesia tanpa izin. Itu artinya skuadron ini akan lebih diarahkan untuk bertarung menghadapi pesawat lawan (Air Superiority), walaupun tidak menutup kemungkinan memiliki kemampuan serangan permukaan (Ground Attack) maupun serang kapal permukaan (Maritime Strike). Beberapa dekade yang lalu kemampuan F-5 E/F cukup mumpuni sebagai interceptor karena memiliki kecepatan diatas 1.6 Mach.
Namun dengan perkembangan zaman dan perkembangan militer di kawasan sekitar, F-5 E/F sudah tidak lagi bisa selamanya menjadi diandalkan menjaga kedaulatan Indonesia. Lawan-lawan yang harus dihadapi oleh F-5 E/F sudah jauh lebih canggih dan modern. Sebagai contoh adalah pada tanggal 27 April 2000, dimana 2 unit F-5 E/F mendapatkan perintah untuk melakukan misi pencegatan terhadap pesawat tempur asing yang memasuki wilayah Indonesia di sekitar Pulau Rote, Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. Kedua pesawat tersebut pun melejit sampai ketinggian 29.000 kaki, sampai mereka menemukan sasaran yang dicari yang terdiri dari 5 pesawat, yaitu 1 pesawat tanker dan 4 F-18 Hornet milik Angkatan Udara Australia. Namun untungnya setelah dilakukan komunikasi visual dengan pesawat F-18 tersebut, diketahui bahwa mereka tidak bersenjata dan sudah mendapat izin melintas wilayah Indonesia. Sehingga tidak terjadi pertempuran yang bisa berakibat fatal. Bayangkan bila 2 F-5 harus menghadapi 4 F-18, yang selain menang jumlah juga menang dalam senjata dan kemutahiran teknologinya.
Beberapa waktu lalu, TNI AU sudah berencana untuk mempensiunkan F-5 di tahun 2012. Namun dengan berbagai pertimbangan, F-5 ini akhirnya di perpanjang sampai dengan 2015 (dibeberapa sumber disebutkan akan di perpanjang hingga 2020). Dengan demikian F-5 TNI AU sejatinya sudah menunggu waktu untuk beristirahat selamanya dari tugas-tugasnya, dan menyerahkannya kepada pesawat tempur yang lebih mumpuni. Kita berandai-andai bahwa pengganti F-5 E/F TNI AU ini sudah full operasional di TNI AU di tahun 2020, maka proses pergantiannya harus di mulai di tahun 2015-2018.
Kawasan Sekitar Indonesia antara 2015 – 2020
Seperti perandaian kita tadi bahwa diharapkan skuadron pengganti F-5 ini sudah full operasional paling lama di tahun 2020, maka untuk menentukan pesawat paling cocok untuk menggantikan F-5 ini, kita harus melihat gambaran kawasan sekitar Indonesia di tahun 2020 itu. Sebagai mana kita ketahui, Australia sebagai salah satu tetangga dekat Indonesia sudah berkomitment untuk membeli puluhan pesawat generasi ke 5 yaitu F-35. Demikian halnya dengan Singapura yang juga sudah berencana membeli puluhan pesawat yang sama. Sedangkan Malaysia, dalam waktu beberapa tahun kedepan akan melengkapi skuadron MRCA pengganti Mig-29 N mereka. Kandidat pemenangnya adalah F/A-18 E/F Super Hornet, EF Typhoon atau Dassault Rafale.
Dengan melihat hal ini, maka kemungkinan kedepan pesawat yang akan menjadi lawan ‘tanding’ dari calon pengganti F-5 ini adalah F-35 dan MRCA Malaysia, serta pesawat-pesawat yang ada di inventory negara tetangga saat ini. Artinya pengganti F-5 TNI AU nanti harus dipersiapkan untuk bersaing dengan F-35, F-15, F-16 Block 52, F-18, F/A-18 E/F Super Hornet, Su-30 MKM, EF Typhoon dan Dassault Rafale. Itu artinya, jika Indonesia tetap diperhitungkan di kawasan dan tidak menjadi bulan-bulanan negara tetangga seperti di tahun 1996-2005 yang lalu, maka Indonesia harus mempersiapkan calon pengganti F-5 yang tidak kalah dari calon lawan-lawannya tersebut.
Kriteria Calon Pengganti F-5 E/F TNI AU
Dalam pandangan saya sebagai admin AnalisisMiliter.com, calon pengganti F-5 ini akan merujuk kembali kepada fungsi dari skuadron F-5 ini sebelumnya di TNI AU. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa skuadron F-5 E.F TNI AU adalah berfungsi sebagai skuadron pencegat (interceptor), maka calon penggantinya nantipun diharapkan tidak jauh dari fungsi tersebut. Itu artinya, calon pengganti ini akan lebih diarahkan kepada kemapuan Air Superiority sebagai kemampuan utama disamping kemapuan Serangan permukaan dan anti kapal permukaan.
Selain itu mengingat bahwa luas wilayah Indonesia yang hampir sama dengan luas keseluruhan daratan Eropa (minus Rusia), maka dibutuhkan pesawat yang memiliki combat range yang luas sehingga memudahkan untuk mencegat musuh di wilayah yang jauh dari pangkalannya sekalipun. Itu artinya yang dibutuhkan adalah Long Range Jet Fighter bukan Medium Range Jet Fighter apalagi Short Range Jet Fighter.
Kemudian dari segi Commonity dengan pesawat yang sudah ada di inventory TNI AU saat ini juga harus menajdi pertimbangan. Hal ini berguna untuk mengurangi type pesawat sehingga tidak menyebabkan logistic nightmare bagi TNI AU. Ini sepertinya sudah menjadi kebijakan TNI AU dan sudah disampaikan petinggi TNI AU dari beberapa tahun yang lalu. Hal ini berarti bahwa diharapkan calon pengganti TNI AU harus tidak jauh berbeda dengan inventory TNI AU seperti F-16, Su-27 SKM, Su-30 MK2, T/A-50 dan lainnya. Ataupun kalau berbeda, harus memiliki nilai positif yang lain yang akan sangat berguna bagi TNI AU dan Indonesia kedepan.
Kemudian ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan agar pesawat pengganti ini semakin bisa dimaksimalkan tanpa harus merombak struktur TNI AU secara besar-besaran. Sebagai contoh adalah untuk armada Air Tanker (pesawat pengisi bahan bakar di Udara). Sebagai catatan Indonesia saat ini memiliki 2 unit pesawat Tanker KC-130 B Hercules yang bisa digunakan untuk mengisi bahan bakar Su-27/30 dan Hawk-109/209 TNI AU. Sedangkan untuk F-16, Indonesia belum memiliki pesawat yang bisa difungsikan sebagai pesawat tanker untuk F-16. Ini karena konfigurasi pengisian bahan bakar di udara antara F-16 berbeda dengan Sukhoi dan Hawk milik TNI AU. Padahal pengisian bahan bakar ini sangat penting agar pesawat-pesawat tempur itu bisa semakim lama bisa melakukan misi di udara untuk menjaga wilayah Indonesia yang sangat luas ini. Nah, untuk pengganti pesawat F-5 ini nantinya pun di harapkan bisa memanfaatkan pesawat tanker KC-130 B milik TNI AU yang sudah ada sekarang ini. Sehingga tidak harus membeli pesawat tanker jenis baru.
Siapa Kandidat yang memenuhi Kriteria?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya sebagai penulis tunggal di AnalisisMiliter.com melakukan analisa terhadap sekitar 10 type pesawat tempur yang mungkin akan masuk dalam pertimbangan TNI AU sebagai pengganti F-5. Analisa saya terhadap pesawat tersebut adalah seperti kriteria yang saya sudah sampaikan diatas, dan hasinya adalah seperti gambar di bawah ini :
Kita mulai dari KFX yang sedang dalam pengembangan di Korea Selatan yang bekerjasama dengan Indonesia. Untuk KFX ini, saya sebagai admin AnalisisMiliter.com langsung mengeluarkan KFX dari kandidat karena saya berkeyakinan bahwa KFX tidak akan bisa full operational di TNI AU pada tahun 2020. Menurut saya, KFX paling cepat akan bergabung di TNI AU pada tahun 2025 (dengan catatan pengembangan KFX ini tidak mengalami masalah). Sehingga untuk menggantikan F-5 yang benar-benar akan di pensiunkan di tahun 2020, KFX menjadi kurang realistis bagi TNI AU. KFX lebih realistis sebagai pengganti F-16 pada tahun 2025-2030 yang akan datang.
Dari segi fungsi sebagai pesawat Intercept yang mengedepankan fungsi Air Superiority, maka dari banyak calon itu, saya menjagokan Su-27 SKM, Su-35 BM, F-16 Block 60, Dassault Rafale dan EF Typhoon. Saya rasa 5 pesawat ini memiliki kemapuan Air Superiority yang lebih baik dari calon yang lainnya. Kandidat lainnya memang semuanya sudah mengusung flatform multirole, namun menurut admin AnalisisMiliter.com masih kalah dalam kemampuan Air Superiority dengan kelima kandidat ini.
Namun jika ditinjau dari segi combat range yang lebih dibutuhkan fighter dengan Long Combat Range, maka dari kelima pesawat diatas saya rasa hanya Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM yang termasuk dalam kategori Long Combat Range yang dalam artian memiliki jarak tempur yang jauh sekalipun tanpa tangki cadangan atau pengisian bahan bakar di udara. Pesawat lainnya rata-rata adalah pesawat tempur dengan kemampuan Medium Combat Range yang masih kalah dari ketiga calon diatas. Namun pesawat dengan kemampuan Medium Combat Range inipun masih layak di pertimbangkan jika akan meberikan keuntungan lain jika diakuisisi oleh TNI AU.
Di tinjau dari segi kemiripan dengan inventory pesawat yag sudah ada di TNI AU saat ini (setidaknya akan ada di tahun 2015-2018), maka sepertinya Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM yang memiliki persamaan (walaupun tidak 100% sama) dengan Sukhoi-27/30 yang dimiliki Indonesia saat ini bisa menjadi pertimbangan. Kemudian F-16 Block 52 dan F-16 Block 60 bisa juga menjadi pertimbangan karena kemiripannya dengan F-16 Block 32 ++ yang akan dimiliki Indonesia beberapa tahun mendatang. Walaupun tidak 100% mirip, namun persamaan senjata, pelatihan teknisi, pilot dan lainnya bisa menjadi hal yang menguntungkan bila Indonesia memilih F-16 ini sebagai calon pengganti F-5. Selain itu, F/A-50 dari Korea Selatan juga bisa menjadi pertimbangan dari segi commonity nya dengan inventory TNI AU saat ini, karena selain memiliki kesamaan dengan T-50 TNI AU, juga merupakan “suadara kembar” dari F-16 yang juga dimiliki oleh Indonesia.
Dari segi faktor Tanker Support yang dimiliki TNI AU saat ini, maka sepertinya Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM adalah yang harus menjadi prioritas karena sangat kompatibel dengan pesawat tanker TNI AU saat ini yaitu KC-130 B. sedangkan F-16 dan FA-50 saya rasa tidak akan mendukung dalam hal ini. Sedangkan kandidat lainnya saya belum mengetahui apakah support terhadap pengisian bahan bakar di udara dengan KC-130 B TNI AU. Saya rasa faktor ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan TNI AU dalam memilih pengganti F-5 ini.
Nah, seperti sudah saya jabarkan sebelumnya bahwa F-35 akan menjadi calon lawan pengganti F-5 ini, maka kita harus membandingkan kemampuannya dengan F-35. Dalam hal ini, saya rasa hanya Su-35 BM, F-16 Block 60, EF Typhoon, Dassault Rafale dan Grippen NG yang bisa memberikan perlawanan terhadap F-35 yang kemungkinan akan dimiliki oleh Singapura dan Australia di tahun 2020. Dari segi kemampuan pertarungan udara, jelas F-35 yang memiliki kemampuan Stealth akan menang melawan kandidat-kandidat ini, namun saya berkeyakinan bahwa F-35 sekalipun tidak akan gegabah melawan calon2 ini. Untuk lebih detailnya akan sampaikan selanjutnya.
Detail Perbandingan Calon Pengganti F-5 Vs F-35
Menurut saya sebagai admin AnalisisMiliter.com, faktor paling penting yang harus dipertimbangkan TNI AU untuk memilih pengganti F-5 adalah apakah pesawat tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan efek gentar menghadapi F-35. Nah dari banyak sumber, saya sudah merangkum kemampuan teknik dari F-35 dan dibandingkan dengan kandidat pengganti F-5. Pembanding yang saya ambil adalah F-35 A (Conventional Take Off Landing) yang kemungkinan akan di akuisisi oleh Singapura dan Australia. Data-data yang saya kumpulkan ini mungkin tidak 100% akurat, tetapi setidaknya sudah memberikan gambaran kasarnya. Dan hasilnya adalah seperti gambar di bawah ini :
Dari segi fitur Stealth, jelas bahwa tidak ada satupun calon pengganti F-5 ini akan mampu melawan F-35 yang memiliki fitur Stealth yang mumpuni untuk menghindar dari tangkapan radar lawan. Pesawat lainnya tidak dilengkapi dengan fitur Stealth, namun hanya melakukan pengurangan RCS saja. Maka jelas sekali bahwa calon pengganti F-5 ini harus menang dari F-35 dari faktor yang lain selain stealth.
Dari segi Maximal Speed, berita bagusnya adalah F-35 ternyata bukan pesawat yang memiliki kecepatan yang luar biasa. Tercatat kecepatannya hanya sampai dengan Mach 1.6 (1.930 km/jam), sedangkan kandidat lainnya selain JF-17 Thunder dan F/A-50 sudah memiliki kecepatan Mach 2 keatas. Sehingga dalam hal ini, calon pengganti F-5 ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan F-35. Tentu ini bisa dimanfaatkan nantinya dalam pertempuran di Udara, namun tidak akan memberikan faktor kemenangan yang sesignificant faktor firut Stealth.
Dari segi Max Load yang mampu dibawa oleh pesawat ini, saya rasa Su-27 SKM, Su-30MK2 dan SU-35 BM bisa menjadi pemenang dengan total 8.000 kg yang bisa mereka tenteng. Artinya semakin banyak senjata yang bisa dibawanya dalam pertempuran. Ini akan menambah nilai plus nya jika harus berhadapan dengan F-35. Sedangkan kandidat lainnya relatif setara bahkan masih di bawah kemampuan F-35.
Dari segi Combat Range, lagi-lagi F-35 masih mengalami kelemahan dalam hal ini. F-35 yang memang hanya dirancang sebagai Medium range Fighter, sehingga Combat Rangenya masih relatif kecil, sehingga masih bisa dilawan oleh pesawat lain. Dalam hal ini, Su-27 SKM, Su-30 MK2 dan Su-35 BM menjadi superior dibandingkan dengan F-35. Bahkan Dassault Rafale dan EF Typhoon relatif masih setara dengan F-35.
Namun menurut saya yang paling penting dipertimbangkan adalah jenis radar yang digunakan masing-masing pesawat dan kemampuan radar tersebut. Ini adalah salah satu kunci penting dalam pertarungan udara. Sebagai pembanding kita gunakan radar AN/APG-81 AESA F-35 dalam melacak target di udara yang memiliki RCS 1m2, dan dibandingkan dengan radar pesawat lainnya. Radar F-35 ini mampu melacak target tersebut dari jarak 160 km. Radar pesawat lainnya realtif belum mampu menandingi kemampuan radar F-35 ini. Radar N0001VEP yang dipakai Su-27 SKM dan Su-30 MK2 TNI AU saat ini hanya mampu melacak target yang sama dari jarak 60-70 km saja. F-16 Block 52 dengan radar APG-68(V)9 juga hanya bisa mengendus target yang sama dari jarak 46-54 km. Grippen D dengan radar PS-05A juga hanya bisa mengendusnya dari jarak 48-56 km, serta Dassault Rafale dengan radar Thales RBE2 PESA juga hanya bisa dari jarak 73-87 km. JF-17 Thunder dengan radar KLJ-7 pun hanya bisa dari jarak 70 km, apalagi F/A-50 dengan radar APG-67 V4 hanya bisa mengendusnya dari jarak 30-36 km.
Dalam masalah radar ini, hanya Su-35 BM yang bisa mengalahkan F-35. Dengan radar Irbis-E PESA yang dimilikinya, Su-35 BM bisa melacak target yang sama dari jarak 260-300 km. Ini jelas menjadi satu keunggulan tersendiri bagi Su-35 BM. Pesawat lainnya yang bisa memberikan perlawanan berarti adalah F-16 Block 60 dengan radar AN/APG-80 AESA yang mampu mengendus sasaran yang sama dari jarak 110 km serta EF Typhoon dengan radar Caesar AESA dari jarak 124 km. Jelas sekali, hanya Su-35 BM yang mampu memberikan efek gentar bagi F-35 dengan kemampuan radarnya yang lebih baik. Namun, fitur Stealth F-35 tetap akan menyulitkan Su-35 BM sekalipun, apa lagi pesawat lain.
Dari segi harga satuan pesawat (hanya harga pesawat, bukan harga akuisisi), dengan kemampuan yang mumpuni, Su-35 BM adalah pilihan yang paling ideal yaitu dengan harga sekitar $80 Juta. Dibandingkan kandidat lainnya seperti Dassault Rafale ($90 Juta), EF Typhoon ($90 Juta) dan F-16 Block 60 ($80 Juta), sepertinya saya lebih menyarankan TNI AU untuk memilih Su-35 Bm sebagai pengganti F-5 TNI AU di masa yang akan datang.
Kesimpulan Akhir
Dari penjelasan panjang lebar yang sudah saya jabarkan diatas, dari banyak faktor, saya menyarankan TNI AU untuk memilih Su-35 BM sebagai pengganti F-5 sebagai skuadron interceptor di TNI AU. Di prioritas selanjutnya, saya lebih condong untuk mengedepankan F-16 Block 60 sebagai kandidat lainnya. Selanjutnya jika kedua pesawat ini tidak dipilih maka pilihan lainnya adalah EF Typhoon atau Dassault Rafale, walaupun akan menyebabkan masalah logistic nightmare bagi TNI AU.
Sedangkan kandidat lainnya saya rasa kurang memenuhi kriteria untuk dipilih, jika memang mengedepankan kualitasnya. Namun jika kualitas adalah nomor kesekian, maka F/A-50 dari Korea Selatan bisa dipertimbangkan sebagai stop gap F-5 sebelum diganti oleh KFX, tentunya dengan imbalan ToT produksi F/A-50 ini untuk Indonesia.
Namun ini hanyalah pandangan dan opini saya pribadi yang jauh dari lingkaran pengambil keputusan di pemerintah. Opini saya ini hanyalah opini dari sudut pandang orang awam, yang bisa saja benar, namun bisa juga salah. Selebihnya biarlah pihak yang terkait untuk memutuskannya. Selebihnya mari kita berdoa untuk yang terbaik buat NKRI. Akhir kata, mohon koreksi dan saran dari rekan-rekan sekalian atas tulisan saya ini, agar kita bisa sama-sama bisa mendapatkan pencerahan yang lebih dalam lagi. Salam dari admin AnalisisMiliter.com
Label :
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Analisa Join Development KFX/IFX Indonesia dengan Korea Selatan
2.
Salip Indonesia, China Beli 24 Pesawat Tempur Su-35BM Rusia?
3.
Pro dan Kontra Dalam Penentuan Final Design Project KFX/IFX
4.
Fase EMD Project Pesawat Tempur KFX/IFX Segera Dimulai
5.
Welcome Home To Super Tucano, NC-295, KT-1 Wongbee, CN-235 MPA dan NBell-412 EP
6.
Pesawat Tempur FA-50 Golden Eagle Untuk Filipina
7.
Modernisasi Militer dan Pemerintah Baru Indonesia 2015-2019
8.
Akhirnya 3 Unit F-16 Block 52ID Terbang Menuju Indonesia
9.
Polemik dalam Modernisasi Militer Indonesia
10.
Faktor Delivery Time Pengganti Pesawat Tempur F-5 TNI AU
Belum ada komentar untuk artikel ini