01 Aug 2015 14:24:20 | by Admin
| 15813 views | 19 comments
|
3.8/5 Stars dari 11 voter
Modernisasi militer Australia belakangan ini cukup gencar dilakukan dengan mendantangkan berbagai alutsista canggih. Sebut saja pesawat tempur F-35A Lightning II, F/A-18 E/F Super Hornet, EA-18G Growler, E-7A Wedgetail, C-17 Globemaster III, KC-30A MRTT, C-27J Spartan, P-8A Poseidon dan masih banyak lagi alutsista lainnya. Hal ini membuat kekuatan alutsista Australia sangat menggetarkan dan bisa disebut sebagai salah satu yang terkuat di kawasan Asia Fasifik.
Pemerintah Australia sendiri sudah memesan 14 unit pesawat tempur siluman F-35A pada tahun 2009 dan ditambah dengan pesanan kedua pada tahun 2014 dengan 58 unit pesawat tempur sejenis. Sehingga pada tahun 2023 mendatang, alutsista Australia akan diperkuat oleh 72 unit pesawat tempur generasi 5 F-35A. Padahal sebelumnya Australia juga baru mendatangkan 24 unit pesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet dan 12 unit pesawat tempur peperangan elektronika EA-18G Growler. Dan sebelumnya Australia juga sudah mengoperasikan sekitar 70 unit pesawat tempur F/A-18 A/B Hornet.
Untuk mempersenjatai pesawat tempur canggih Australia ini, sudah tersedia ratusan unit rudal yang mematikan. Sebut saja rudal untuk menghacurkan pesawat tempur lawan menggunakan rudal BRV AIM-120C7 AMRAAM, dan AIM-9X Sidewinder yang jumlahnya sangat banyak. Untuk mengahcurkan sasaran di darat dan laut, mereka mengandalkan rudal canggih AGM-88 HARM, AGM-154 Joint Standoff Weapon, AGM-158A JASSM dan AGM-84 Harpoon. Belum lagi senjata lain seperti JDAM dan bom konvensional lainnya yang jumlahnya juga sangat banyak.
Tidak hanya pesawat tempur saja, alutsista Australia juga ditambah kekuatannya dengan mendatangkan pesawat peringatan dini sebanyak 6 unit E-7A Wedgetail yang berfungsi sebagai pesawat commando dan peringatan dini bagi keseluruhan kekuatan militer Australia. Pesawat ini memiliki fungsi sebagai pesawat AEW&C (Airbone Early Warning and Control) ini akan memberikan gambaran situasi peperangan yang real kepada pesawat tempur lainnya.
Kombinasi 72 F-35A + 24 F/A-18 Super Hornet + 12 EA-18G Growler + 6 E-7A Wedgetail
Dari kesemua alutsista yang telah dan akan dimiliki Australia itu, penulis sangat tertarik melihat kombinasi pesawat tempur Australia beserta dengan pesawat peringatan dini (AEW&C) yang akan saling membantu dalam peperangan. Sangat jelas terlihat bahwa pemerintah Australia sudah merancang kekuatan angkatan udaranya dengan sangat baik dan sangat terencana.
Pesawat tempur EA-18G Growler segera perkuat Alutsista Australia. Image Source : Boeing
Jika terjadi scenario peperangan yang melibatkan angkatan udara Australia, maka pesawat peringatan dini (AEW&C) E-7A Wedgetail akan bertindak sebagai pengendali pertempuran serta memberikan peringatan dan gambaran real kondisi peperangan kepada semua pesawat tempur Australia. Hal ini tentu tidak lah sulit mengingat Australia sudah memiliki network centryc warfare system yang menghubungkan semua pesawat tempur mereka.
Sedangkan pesawat tempur Australia yang terdiri dari 3 jenis, yaitu F-35A Lightning II, F/A-18 E/F Super Hornet dan EA-18G Growler akan memiliki peranan masing-masing secara khusus dalam menghancurkan lawan. Pesawat tempur EA-18G Growler akan maju untuk menghancurkan radar militer dan pertahanan udara musuh menggunakan perangkat jammer yang dimilikinya. Tidak hanya mengacaukan sinyal komunikasi militer lawan, tetapi bisa juga menghancurkan instalasi radar militer dan rudal pertahanan udara lawan. Hal ini akan membuat radar militer dan pertahanan udara lawan menjadi buta dan akan membuka jalan bagi pesawat tempur Australia lainnya.
[Baca Juga : Pesawat Tempur EA-18G Growler Australia Pertama Diserahterimakan]
Sedangkan pesawat tempur F-35A Lightning II yang memiliki RCS yang sangat rendah akan cukup mudah masuk ke wilayah lawan yang telah dibungkam oleh EA-18G Growler sebelumnya. Hal ini akan mempermudah pesawat tempur F-35A Lighning II Australia dalam menghancurkan target fital lawan. Sedangkan pesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet akan menjadi pesawat tempur yang melindungi aksi EA-18G Growler dan F-35A Lighting II dari ancaman pesawat tempur lawan.
Pesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet dengan bersenjatakan rudal BVR AIM-120C7 dan AIM-9x Sidewinder tentu akan menjadi momok yang menakutkan bagi pesawat tempur lawan. Apalagi jika pesawat tempur lawan tidak lagi didukung oleh radar militer dan pertahanan udara yang sudah dibungkam sebelumnya.
Pesawat tempur F-35 Lightning II dipesan oleh Australia. Source : Wikipedia.org
Yang membuat kombinasi alutsista Australia ini semakin menakutkan adalah keseluruhan alutsista canggih ini sudah terhubung satu dengan yang lainnya dalam satu network centryc warfare system sehingga akan saling membantu satu dengan yang lain. Kombinasi alutsista canggih dan terkoneksi dengan baik ini akan menjadi momok yang sangat menakutkan bagi calon lawan yang tidak memiliki alutsista memadai serta tidak memiliki network centryc warfare system seperti Indonesia.
Mampukah Indonesia untuk sekedar Mengimbangi?
Membandingkan kekuatan alutsista Australia dengan kekuatan alutsista TNI saat ini, tentu sangat tidak etis karena perbedaan yang sangat jauh, bagaikan langit dan bumi. Sebut saja dalam hal jumlah pesawat tempur Indonesia saat ini yang sangat terbatas. Pesawat tempur Indonesia hanya terdiri dari 16 unit Su-27/30, 10 unit F-16 Block 15 OCU, 24 unit F-16 Block 25 upgrade, 30an unit Hawk-109/209 dan akan ditambah satu skuadron pengganti F-5 TNI AU. Dari 16 unit pesawat tempur Su-27/30 Indonesia, tidak semuanya memiliki kemampuan perang BVR dan rudal R-77 dan R-73 yang dimiliki pun sangat terbatas.
Pesawat AEW&C E-7A Wedgetail milik Australia. Image Source : Boeing
Pesawat tempur F-16 Indonesia pun jumlahnya hanya akan sekitar 30an unit dengan kemampuan peperangan BVR yang tidak terlalu istimewa, serta hanya memiliki rudal yang terbatas. Sampai saat ini, rudal paling canggih yang dipesan Indonesia hanyalah 30an unit AIM-9x Block 2 Sidewinder yang merupakan rudal untuk peperangan jarak dekat. Untuk peperangan jarak jauh (BVR) AIM-120C AMRAAM belum jelas kabar pembeliannya. Padahal Australia memiliki kedua rudal canggih ini dalam jumlah yang sangat banyak.
Dari segi jumlah pesawat tempur dan senjatanya saja, Indonesia sudah kalah jauh. Australia akan memiliki 72 unit F-35A Lighning II, 24 unit F/A-18 E/F Super Hornet, dan 12 EA-18G Growler, yang artinya memiliki sekitar lebih dari 100 unit pesawat tempur dengan kemampuan peperangan BVR yang mumpuni. Itu juga masih ditambah dengan 70 unit pesawat tempur F/A-18 Hornet yang juga memiliki kemampuan yang cukup garang. Sedangkan jumlah pesawat tempur Indonesia yang memiliki kemampuan BVR sampai tahun 2020an mendatang penulis perkirakan tidak akan lebih dari 50 unit.
[Baca Juga : Perspektif 2020 : 100 F-35 Australia dan Singapura Mengancam Indonesia?]
Belum lagi Indonesia sampai saat ini belum memiliki pesawat AEW&C yang akan menjadi pesawat komando dan peringatan dini bagi kekuatan udara Indonesia. Meski sudah direncanakan, tampaknya itu masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk merealisasikannya. Dan untuk mengantisipasi dibungkamnya komunikasi militer dan satuan radar militer Indonesia oleh pesawat tempur EA-18G Growler Australia, sampai saat ini, bisa disebut militer Indonesia belum memiliki system penangkalnya.
Militer Indonesia peringkat 12 Dunia sebagai Kebanggaan Semu
Lalu kembali kepertanyaan diatas, apakah militer Indonesia mampu untuk sekedar mengimbangi kombinasi alutsista Australia ini, maka jika kita jujur, pasti jawabannya adalah sangat sulit. Kecuali jika kita mau ‘menghibur diri’ dengan mengatakan bahwa Indonesia cukup kuat melawan Australia. Untuk mengimbangi kekuatan alutsista Australia atau setidaknya mengejar ketertinggalan dengan Australia, maka harus ada pembenahan militer Indonesia secara besar-besaran.
Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang sangat besar dan waktu yang tidak sebentar pula. Untuk perubahan ini, tentu diperlukan komitmet kuat dari pemerintah untuk memodernisasi militer Indonesia serta menambah kekuatan alutsista TNI. Hal ini tentu saja sudah dipikirkan oleh pemerintah dan sudah mulai dijalankan pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun belakangan ini. Namun belakangan ini, ada hal yang cukup miris yaitu seringnya pejabat tinggi negara dan militer Indonesia yang mengeluarkan penyataan konyol yang seolah-olah percaya bahwa militer Indonesia sudah sangat kuat bahkan bila dibandingkan Australia sekalipun.
Sebut saja beberapa komentar petinggi militer Indonesia yang menyebutkan bahwa kekuatan militer Indonesia ada diperingkat 12 dunia saat ini. Dan akan di usakan agar masuk kedalam peringkat 10 dunia. Membaca komentar petinggi militer Indonesia itu, kadang penulis merasakan miris dalam hati, bagaimana mungkin para petinggi itu bisa menjadikan peringkat-peringkat yang dikeluarkan media yang tidak jelas reputasinya menjadi berita yang dibangga-banggakan?
Kalau dari segi jumlah personil militer dan juga jumlah SDA Indonesia yang memang cukup banyak, namun kualitas alutsista Indonesia sangat memprihatinkan meski sudah mulai diperbaiki. Bagaimana mungkin negara yang katanya berada diperingkat 12 kekuatan militer dunia masih mengandalkan alutsista tua dan jadul yang dinegara lain sudah lama masuk museum?
Ada kekhawatiran dalam diri penulis bahwa banyak dari komponen bangsa Indonesia ini yang tidak sadar bahwa Indonesia sebagai negara besar miliki kekuatan militer yang lemah. Kalaulah masyarakat awam yang tidak menyadari kelemahan Indonesia ini, maka itu adalah hal yang wajar. Namun jika pihak-pihak yang seharusnya menjadi ujung tombak perbaikan militer Indonesia itupun mulai tidak menyadari kelemahan itu, maka itu adalah awal dari bencana besar bagi negara Indonesia ini.
Untuk itu sebagai wujud rasa cinta kepada negara Indonesia ini, penulis ingin segenap bagian bangsa Indonesia menyadari kelemahan kita dan bahu membahu memperbaiki dan mengejar ketertinggalan dari negara lain. Bangunlah dari mimpi dan kebanggaan semu dan perbaikilah segera kekuatan militer Indonesia dan alutsista TNI secara khusus.
Sekian ulasan penulis kali ini, mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan menyinggung dalam tulisan ini. Semua itu merupakan bagian dari wujud kecintaan penulis terhadap negara kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Salam dari Admin AnalisisMiliter.com
Label : Alutsista |
Kekuatan Militer Indonesia |
Pesawat Tempur |
Alutsista Indonesia |
Alutsista TNI |
Militer Indonesia |
Pesawat Tempur Indonesia |
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Militer Indonesia Segera Miliki Rudal Canggih AIM-120C7 AMRAAM
2.
Pengganti Pesawat Tempur F-5 Indonesia Segera Ditenderkan
3.
Ini Dia Detail 24 Unit F-16 Block 25 Hibah dari Amerika
4.
Pengganti Pesawat Tempur F-5 Indonesia Semakin Seru
5.
Tak Mau Kalah, Swedia Ajukan Tawaran Paket Alutsista ke Indonesia
6.
Force Down Black Flight dan Kedaulatan Udara Indonesia
7.
Indonesian MBT : 63 Leopard 2 Revolusion + 40 Leopard 2A4 + 50 Marder 1A3?
8.
Kaskus Leaks Dan Modernisasi Militer Indonesia
9.
Pesawat AEW&C Untuk Angkatan Udara Indonesia
10.
3 Unit F-16 C/D Block 52ID Sudah Tiba di Indonesia
iboy6 |
01 Aug 2015 18:50:45
Tepat sekali bung admin walaupun TNI AD kita mungkin sedikit lebih baik dari AUS tapi angkatan laut dan udara kita dgn AUS bagaikan langit dan bumi,sudah saatnya petinggi2 memikirkan bagaimana membangun sebuah angkatan udara sungguhan tidak seperti sekarang nyegat pesawat baling2 bambu aja susahnya setengah mati
McD Bagong |
02 Aug 2015 00:11:06
betul bung, tak kurang2 masy mengingatkan dg caranya, jangan sampai pemerintah terlambat merespon betapa perlunya kuatnya pertahanan. saya yakin jika ada problem se-waktu2 pihak indonesia spt biasanya pasti gedandaban (tdk siap), alasan klasik pasti soal anggaran begini begitu...; jika itu sampai terjadi, masy akan menertawakan pemerintah. kita lihat nanti gimana hasilnya.
dombasantai |
01 Aug 2015 23:25:11
maaf pa bila tersinggung...tp penulis hanya melihat dr sisi pesawat tempur,terutama bahasan tulisan ini...lihat kejadian ISIS skrg yg diperangi paman sam..sedikit pun kekuatan mereka tak berkurang,karena hanya mengandalkan serangan udara...dan akhir nya nihil dan buang2 waktu jg uang..!!!
bgitu juga pemeringkat dan petinggi militer yg anda sebut diatas..mereka bukan org bodoh yg memang hanya bs cuap2.tp begitu jg pun kita hrus terus koreksi diri,dan antisipasi.
Melektech |
02 Aug 2015 09:53:40
Artikel di atas memang membahas tentang Alutsista
diatas membahas NEGARA dengan NEGARA
Macam Indonesia, Malaysia, Singapura, Australia
Jangan membandingkan dengan ISIS, mereka bukan NEGARA sungguhan
ISIS adalah Terorist dan Militan, mereka berbaur dengan masyarakat biasa yang tidak berdosa
Sama seperti GAM dan OPM, kita juga ngak bisa mengatasi mereka khan ?
Untunglah ada perjanjian helsinki, sehingga GAM berakhir
Kalau AS mau mereka bisa menyapu bersih mereka dengan NUKLIR
Namun apa kata dunia nanti ?
Admin |
02 Aug 2015 12:05:50
@dombasantai,
terima kasih atas komentarnya.. saya tidak tersinggung kok, tidak masalah kalau ada pandangan yang berbeda. perbedaan endapat justru akan memperkaya wawasan kita asl kita bisa menerima secara terbuka.
Namun seperti yang sudah dijelaskan oleh @Melektech diatas, membandingkan ISIS (dalam konteks ketahanannya mengahdapi gempuran banyak negara) dengan kondisi Indonesia adalah sesuatu yang salah kaprah menurut saya.
ISIS secara hukum international adalah bukan sebuah negara berdaulat sehingga mereka tidak memiliki kedaulatan wilayah sedikitpun yang diakui secara hukum internasional. artinya jika ada negara lain yang menyerangnya, maka secara hukum Internasional mereka tidak bisa menggugatnya.
berbeda dengan Indonesia yang adalah sebuah negara yang berdaulat dan diakui secara Internasional. Mungkin saja benar yang mas sebutkan bahwa jika negara sebesar Australia pun (jika) menyerang Indonesia tidak akan mampu menaklukkan Indonesia secara penuh. pasti akan ada perlalwanan militer Indonesia secara militan di wilayah Indonesia.
Namun yang harus di ingat adalah jika negara lain sudah masuk dan menghacurkan pertahanan militer Indonesia dan hanya dibalas dengan perlawanan gerilya atau sejenisnya, maka itu artinya Indonesia sudah dijajah oleh negara lain. dan jika itu terjadi, maka harga diri Indonesia sudah diambang titik nadir. itu juga artinya kedaulatan Indonesia sama sekali tidak ada lagi.
maka dari itu, sebagai negara berdaulat, Indonesia sudah seharusnya memiliki pertahanan yang kuat untuk menjamin negara lain tidak sampai masuk menghancurkan wilayah Indonesia. pertahanan itu bukan hanya menunggu musuh masuk, lalu digebukin, tetapi seharusnya sudah menghacurkan musuh ketika mereka mencoba masuk.
memang perbaikan kekuatan militer indonesia sudah lebih baik dari beberapa tahun yang lalu. namun semuanya itu masih jauh dari kondisi ideal. saya pribadi bukan tidak menghargai itu, namun berupaya mendorong untuk lebih di tingkatkan lagi. itu adalah inti dari tulisan saya diatas.
salam
m4v |
04 Aug 2015 08:26:46
Maaf malektech. kita gak bisa menganggap isis hanya sbg tetoris yang mudah dihancurkan krn banyak faktor yang ad d dalamnya. nyatanya samp skrng koalisi jg gak bisa membereskan dlm waktu cpt.terlalu cepat klo mau diselesaikan.knpa taliban bisa takluk dgn mudah sdngkan isis yang br kmrn sore masih bs eksis hingga saat ini. dipelihara. bisnis alutsista di negara sekitarnya sangat besar u di tinggalkan. dibuatlah isis agar negara tetangga belanja militer tetap tinggi. isis gak bisa dibandingkan dg teroris kecil.
Kembali ke alutsista udara kita. yng menjadi pertanyaan saya anggaran 93.9T kita hanya u perawatan saja. coba malektech ato yang lainnya bisa membabarkan dgn alutsista kita saat ini (yang sedikit ini) membutuhkan perawatan yang segitu banyaknya. ini pengajuan perawatan bukan operasional.
Melektech |
04 Aug 2015 12:26:32
@m4v
Anda sudah OOT (Out Of Topic), kita disini tidak membahas Teroris
Teroris (berasal dari kata "Teror") tidak bisa dihabisi, demikian juga di Indonesia, sampai akhir jaman pun teroris tidak bisa dihabisi selama masih ada yang namanya NAFSU (Iri, Dengki, Harta, Tahta, Wanita).
Tak usah jauh-jauh, Mengejek teman (Bullying) itu juga salah satu bentuk kecil Teroris
Urusan dana 93T, itu juga bukan urusan Analisis Militer. anda sudah sangat jauh OOT nya
Kalau saya bisa menjabarkannya, saya akan mencalonkan diri jadi ketua KPK / BPK
Melektech |
02 Aug 2015 00:17:38
Artikel yang bagus
Memang sangat susah mengimbangi Quality (hardware) dan Quantity Militer Australia
Mungkin yang masih unggul adalah militansi dari TNI (bonek)
Apalagi kita masih menganut ruwetisasi dalam pengadaan alutsista
akibatnya kita dijejali alutsista yang ber aneka ragam dan masing masing dalam jumlah sedikit
Pesawat tempur TNI-AU = Su-27SK, Su-30MK, Su-27SKM, Su-30MK2, Hawk-109/209, F-16A/B, F-16C/D, T-50i, F-5, Super Tucano, total ada 10 Jenis
Pesawat tempur RAAF = F-18A/B , F-18F, EA-18G Growler, F-35, Hawk 127, total ada 5 jenis
---------------
Saya harapkan pemerintah lebih menyederhanakan, sehingga memudahkan dan menghemat pengeluaran dalam perawatan
lebih baik fokus pada pendeteksian dini, dengan menambah radar, dan jam operasional dari radar
dan tentunya mulai menbuat Network Centric, lebih baik lagi dibuat sendiri
Carilah Pesawat tempur yang murah dalam maintenance, namun super canggih macam Gripen
hindari membeli pesawat yang belinya murah, namun nantinya justru sangat memberatkan.
ada salah satu komen menarik namun sederhana di formil sebelah
Su-35 berumur pemakaian 15 tahun
(di Wiki maksimal 25 tahun, namun rata rata buatan Rusia dipensiunkan jauh sebelum itu)
Gripen/Typhoon/Rafale berumur pemakaian 35 tahun
Untuk menyamai umur pemakaian Gripen/Typhoon/Rafale kita harus beli 2-unit Su-35
Jadi harga sesungguhnya dari Su-35 adalah
US$85 juta x 2 = US$170 juta
Jatuhnya jadinya sangat amat mahal
GI |
03 Aug 2015 08:40:54
Pespur sbnrnya hanyalah salah satu komponen penting dari AU-modern, tapi ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa memperhitungkan semua faktor lain.
Kalau menilik RAAF yg skrg -- F-18A/B, dan F-18F sbnrnya bukanlah tipe yg dianggap "sangat mematikan" dalam Air-to-Air mission dibandingkan tipe2 lain yg memang sejak awal prioritasnya pembuatannya sudah lebih dititik-beratkan ke Air Superiority (F-15, F-16, dan ketiga Eurocannards).
Tetapi untuk Australia ini sbnrnya bukan masalah pelik. Selain spt telah ditulis dalam artikel @Admin diatas -- Network-centric, dan didukung oleh infrastruktur yg sangat mapan (E-7A Wedgetail, KC-30A, persenjataan yg lengkap, dll) --- patut diingat juga kalau RAAF Australia termasuk YANG PALING BERPENGALAMAN TEMPUR di seluruh Asia.
Dari segi training, RAAF juga boleh dibilang lebih unggul drpd semua negara lain. Ini juga tidak sekadar berhenti disana, pilot2 RAAF tentu juga sudah berpengalaman, dan jauh lebih paham bagaimana memanfaatkan kelebihan / kekurangan Hornet / Super Hornet untuk menghadapi setiap pespur tipe lain.
Jadi FAKTOR YG TIDAK KELIHATAN juga menjadikannya salah satu AU yg paling unggul di seluruh Asia.
IMHO, dalam kondisi skrg, RAAF akan dapat mempercundangi banyak AU di Asia yg memakai keluarga Flanker.
Inilah kenapa, dari segi akuisisi pembelian Alutsista untuk TNI-AU, sebaiknya pemerintah mulai memikirkan pergeseran fokus. Terlalu menitik-beratkan ke JUMLAH pespur itu PERCUMA kalau menilik keadaan TNI-AU yg skrng --- ini hanya menambah jumlah tipe, dan mempersulit training & maintenance.
Pemerintah justru harus mulai menggeser fokus pembangunan Alutsista Udara ke point2 berikut:
## FOKUS UTAMA dari segi akusisi HARUS DIPINDAHKAN KE pesawat AEW&C yg pertama utk membantu mengawasi wilayah udara Indonesia yg begitu luas (!!).
Dalam hal ini (seperti sudah dibahas sebelumnya) hanya SAAB yg terdepan dalam menawarkan Erieye Radar utk Indonesia.
Maaf, tapi sejauh ini, tidak ada tawaran lain yg didepan meja!
FYI -- baik China ataupun Russia TIDAK PERNAH MEMPUNYAI SISTEM AEW&C yg sudah service-proven, atau combat-proven! Sebaliknya sistem AEW&C kedua negara ini boleh dibilang sangat berantakan, krn sistem pengembangan alutsista di kedua negara ini tidak pernah bisa memfokuskan ke AWACS / AEW&C; tetapi fokusnya lebih ke GCI (Ground-Control Intercept); dan kedua negara ini sangat lambat untuk mulai beradaptasi ke sistem AWACS / AEW&C modern.
========================================================
https://medium.com/war-is-boring/wow-china-has-a-lot-of-different-early-warning-planes-7e7ac7edae8
========================================================
## Tidak kalah pentingnya, dengan akuisisi pesawat AEW&C seperti diatas -- pemerintah harus memulai kajian tahapan awal untuk membangun Network-Centric Defense System. Hal ini sendiri tidak bisa dilakukan sehari-semalam; butuh dedikasi dan komitmen yg tinggi dari pemerintah dan TNI-AU. Dengan kata lain -- akan memakan waktu bertahun2 sampai Indonesia bisa membuat sistem pertahanan yg akhirnya memenuhi syarat.
Tidak bisa dipungkiri, kalau pengalaman interception (pencegatan) TNI-AU dgn Su-27/30 akhir2 ini sbnrnya cukup amburadul. Masakan pesawat Cessna (kecepatan 300 kph) yg terbang dari laut Timor baru bisa dicegat setelah mendekati Manado???
Akuisisi AEW&C yg disertai permulaan pembangunan integrated radar coverage / network akan dapat mulai menutup masalah2 spt diatas -- sebaliknya akuisisi Su-35 ataupun F-16 Block-70 TIDAK AKAN BISA MEMPERBAIKI KEADAAN INI.
## TERAKHIR --- barulah mulai berpikir untuk membeli pespur baru.
Patut diingat juga, SEMUA tipe pespur TNI-AU yg skrg ada sbnrnya sudah KETINGGALAN JAMAN. Jadi yah, sudah Alutsistanya GADO2, KUNO pula (!!)
Fokus pembelian pespur baru disini juga jadi BERUBAH --- Pertanyaannya skrng adalah:
"Pespur mana yang paling sesuai / compatible dengan pswt AEW&C Indonesia, dan Integrated Network yg sedang dibangun?"
## Tentu saja dari segi AKUISISI PESPUR; kembali seperti yg sudah dibahas sebelumnya -- seiring dengan menjamin kemandirian yg diinginkan; Indonesia juga HARUS memegang kontrol atas "SOURCE CODE" pespur tersebut.
Hal terakhir ini akan memberikan "full access" dari semua combat parameter yg sudah diprogram dalam pespur tsb, kebebasan (yg lebih besar) untuk memilih senjata yg kita mau pasang, DAN TERAKHIR SEKALI --- pada akhirnya kemampuan untuk programming combat parameter YG PALING SESUAI KHUSUS UTK KEADAAN INDONESIA.
Dalam point terakhir ini -- tentu saja kalau melihat tawaran yg sudah ada, hanya ketiga Eurocannards yg dapat memenuhi syarat terakhir.
Jangan mimpi bisa mendapat tawaran full access source code dari US ataupun Russia (!!)
Tapi ini juga artinya mereka lebih paham dengan kemampuan pesawat yg mereka jual, dibandingkan Indonesia sendiri.
Sebaliknya dengan Eurocannards --- Indonesia mendapat kesempatan untuk CUSTOMIZE SENDIRI.
Negara lawan mungkin pernah berhadapan dengan Eurocannards di latihan udara spt Red Flag --- tapi Eurocannards yg dipakai Indonesia POTENSI KEMAMPUANNYA AKAN BERBEDA dengan apa yg dipakai negara2 Eropa di Red Flag (!!).
Tidak bisa lagi negara lain memandang remeh Indonesia (!!)
Nah, kalau sudah begini, silahkan mengklaim kalau Militer Indonesia mau masuk 10 besar di dunia, atau tidak!
morgan |
13 Aug 2015 14:33:25
Artikel di atas jelas sekali menggambarkan kekuatan TNI-AU jauh tertinggal dibandingkan Australia,
dan untuk menandinginya hanya dengan peswat tempur yang mereka takuti yaitu SU35, bukan dengan jenis pesawat mereka juga.
Sunguh lucu mereka yang ngotot untuk membeli pesawat tempur barat atau bahkan dibawah kwalitas pesawat tempur Australia, bahkan ada yg sampai membawa mock-up segala.
Jangan mempertaruhkan kedaulatan negara dengan alasan usia pesawat & link sebagainya.
Australia saja tidak mau memakai pesawat tempur produksi sohibnya sendiri.
errik |
13 Aug 2015 22:12:31
Sungguh lucu juga mereka yg masih ngotot beli SU-35 sebagai penawar kekuatan Australia :D.
Yg kita butuhin itu bukan sekedar pesawat tapi sistem terpadu. Dan demi kedaulatan juga (termasuk pertahanan yg berdaulat alias gak didikte negara produsen senjata) maka saya pilih penawaran yg mendukung kita mandiri.
Btw, saya masih heran dengan orang2 yg kelewat mencibir negara2 barat seolah selalu jahat sama Indonesia. Lha kenyataannya senjata2 yg bisa kita bikin sendiri sekarang sebenernya lisensi & bantuan dari negara2 barat, khususnya Eropa. Sejauh yg saya amati meskipun kita termasuk pelanggan lama senjata Rusia tapi gak ada satupun senjata lisensi Rusia yg kita produksi sendiri. Bahkan AK-47 sekalipun. Lha kita yg baru beli senjata2 Korsel aja merekanya mau diajak kerjasama & kita bisa langsung produksi sendiri beberapa diantaranya.
Ayolah pendukung Su-35 & produk2 Rusia lainnya, ajukan argumen2 rasional. Berpikirlah dengan jernih. Jgn gara2 gak seneng ngeliat negara barat yg katanya sok HAM maka gak bagus pula produk2 mereka buat negara kita. Coba, kalo anda dikasih kebebasan untuk sekolah tinggi di luar negeri secara gratis, anda pilih sekolah di Rusia ato Eropa Barat/Australia/AS? Ato malah pilih sekolah di Timur Tengah?? :D
purwanto |
24 Aug 2015 18:45:28
Argumen yang paling mendukung bagi Indonesia untuk membeli pesawat Rusia adalah, tak seperti negara adidaya lain, Moskow tak pernah memberi embargo akibat sebuah konflik. Selain itu, tindakan menjual senjata untuk sebuah negara namun kemudian menghentikan pasokan pada saat perang ibarat "menusuk dari belakang". Embargo AS pada krisis Timor Timur jelas ditujukan demi keuntungan Australia. Pada konflik Indonesia-Australia di masa depan, hasilnya mungkin tak akan berbeda jauh. Pemimpin politik Indonesia harus mempertimbangkan masak-masak saat mereka hendak mengambil keputusan untuk membeli pesawat tempur.
Andra |
23 Aug 2015 02:53:14
Ada satu pertanyaan yg menggelitik pikiran saya.
Kenapa akhirnya US Airforce menyandingkan armada tempurnya dengan GROWLER. Ada analis yang mengatakan hal itu diakibatkan kekhawatiran stealth dan jaming armada udara nya tidak mampu melindungi diri dari musuh, sehingga mau tidak mau harus didampingi GROWLER.
Apakah dengan adanya Radar pasif, Heat seeker, Jamer atau lainnya,
Masalah jaming-menjaming, saya jadi teringat insiden Destroyer USS Donald Cook di laut hitam beberapa waktu lalu.
Jadi sebegitu pentingnya peran PERNIKA pada perang modern saat ini.
Melektech |
23 Aug 2015 10:41:32
Perang Elektronika sesungguhnya sudah ada sejak Radio diketemukan.
Pada PD-2 (Perang Dunia) ke 2 tahun 1940-an bahkan sudah dipraktekkan, yaitu ketika Jerman sudah membuat Rudal Remote Kontrol, disitulah Inggris menemukan celah untuk MEN JAMMING rudal Jerman tersebut
Pada Tahun 1982, terjadilah perang LEMBAH BEKA'A antara Israel dan Syria.
Syria mempunyai sistem baterai SAM (rudal darat ke udara) yang sangat kuat dan maut SA-2 Guideline dan SA-6 Gainful, untuk mengelabuhinya dengan sangat cerdas Israel membuat Drone dan Pesawat JAMMER.
Hasil Akhirnya Baterai SAM Syria Hancur dan Ratusan Pesawat Tempur Syria HANCUR
Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di Wikipedia berikut :
https://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_Lembah_Beka'a
GI |
24 Aug 2015 09:37:56
USAF tidak mengoperasikan (EA-18G) Growler -- tetapi US Navy adalah pengguna satu2nya dalam jajaran militer US; sebelumnya US Navy menggunakan EA-6B Prowler -- tp pesawat ini sendiri sudah terlalu tua, dan membutuhkan... 4 awak.
Sbnrnya banyak analist yg mempertanyakan -- kenapa US justru mengenyampingkan peranan Electronic Warfare ke US Navy?
Dahulu kala, mereka masih mengoperasikan EF-111 Raven (berdasarkan F-111) yg juga menggunakan AN/ALQ-99 jammer yg sama dengan EA-6B atau EA-18G.
Tapi dengan dipensiunkannya semua platform F-111 (krn alasan biaya operasionalnya terlalu mahal, dan maintenancenya terlalu sulit); USAF memilih untuk tidak memasang sistem electronic warfare baru, misalnya ke platform F-15.
Kenapa USAF mengambil keputusan yg demikian?
Jawabannya: kemungkinan besar, alasannya adalah politik military-industrial complex.
EF-111 dipensiunkan di tahun 1998 -- kebetulan sewaktu dimulainya proyek "Joint-Strike-Fighter". Bisa menebak sisanya? USAF mau menghemat uang di semua hal lain, agar semua uang mereka bisa diinvestasikan ke pesawat yg akhirnya bernama F-35.
Apakah USAF mengambil keputusan yg benar utk mengesampingkan fungsi EW dalam nama "stealth" yg berbentuk pesawat "lemon" F-35? Sejarah akan menjawabnya di masa depan.
Patut diketahui, kalau 99% keputusan pembelian senjata biasanya tidak ditentukan oleh kemampuan senjata itu sendiri, tetapi selalu ditentukan oleh POLITIK.
Kemampuan Electronic warfare / Sistem jammer dewasa ini sebenarnya sudah tidak bisa disangkal lagi.
Israel -- spt disebut bung Melektech diatas -- adalah salah satu pemain paling handal didalam bidang ini. Mungkin, dilihat dari keterbatasan dari segi jumlah / perlengkapan/ uang (dibanding USAF / USN), dan kelebihan dalam pengalaman -- kemampuan Israel dalam hal ini boleh dibilang lebih piawai dibanding USAF.
Di tahun 2007, tanpa perlu pesawat "stealth", atau perlengkapan sekelas "Growler", Israel merobek pertahanan udara Syria tanpa perlawanan, dan langsung menghancurkan kompleks yg diduga utk pembangunan reaktor nuklir Syria -- dalam apa yg disebut "Operation Orchard".
==============================================
http://www.spiegel.de/international/world/the-story-of-operation-orchard-how-israel-destroyed-syria-s-al-kibar-nuclear-reactor-a-658663.html
==============================================
Di tahun 2014 -- Israel mengulangi proses yg sama utk menghancurkan apa yg diduga adalah supply missile untuk Hezbollah. Kali ini, prosesnya lebih menarik, krn terjadi di siang hari bolong, dengan menggunakan 4 F-15I yg RCS-nya saja hampir sebesar lapangan bola.
================================================
https://medium.com/war-is-boring/four-israeli-f-15s-dodged-syrian-missile-fire-to-attack-urgent-targets-a28cff11323d
================================================
Ini adalah contoh yg baik dari perpaduan antara pengetahuan / pengalaman, dan kemampuan EW. Semua radar Syria tidak pernah punya harapan -- sudah di-jamming habis2an; tetapi keempat F-15I Israel juga memakai formasi yg rapi, dan strategi yg lihai utk menghindari sistem SAM Syria.
Artikel ini mencatat Syria menggunakan SA-3 yg buatan tahun 1960-an, dan SA-17 yg lebih modern. SA-17 adalah peluncur Buk-M missile yg diduga keras sebagai penembak jatuh MH17 (Malaysian Boeing 777) di atas Ukraine tahun lalu.
FYI -- sistem pertahanan udara Syria terhitung sebagai yg paling rapi, dan berlapis2; dianggap salah satu yg terbaik didunia, walaupun mungkin dari segi tehnologi dewasa ini (dan gara2 embaro militer), sudah agar tertinggal dibanding standar modern.