31 May 2012 21:52:57 | by Admin
| 67596 views | 2 comments
|
0/5 Stars dari 0 voter
Berjumpa lagi dengan saya admin AnalisisMiliter.com, setelah beberapa hari saya tidak memposting tulisan. Hal ini bukan karena saya tidak memiliki topic untuk di tulis, bahkan saya memiliki topic yang siap tulis yang sangat banyak. Sekitar 10 judul tulisan baru siap saya tuliskan, jika saya memiliki cukup waktu. Nah inilah yang menjadi kendalanya, saya tidak memiliki waktu yang banyak untuk menuliskannya. Maka dari itu, saya menuliskan artikelnya jika saya sempat saja. Namun demikian saya selalu berusaha untuk tetap pada jalur yang benar yaitu hanya akan menulis artikel yang berkaitan dengan militer dan artikelnya bukan sekedar berita saja, tetapi harus berupa analisa sendiri.
Kenapa saya katakan saya berusaha berada di jalur yang benar?? Ya karena dari nama blog ini sendiri yaitu Analisis Militer, seharusnya isinya adalah artikel analisa yang berkaitan dengan dunia militer. Maka semua yang bukan analisa dan yang bukan berkaitan dengan militer tidak akan di posting dalam blog ini. Ini lah jalur yang benar menurut saya. Hal ini penting untuk menjaga konsistensi dan thema dari blog ini sendiri.
Saat ini ada beberapa blog militer yang cukup terkenal yang menurut saya sudah berjalan dijalur yang salah. Kenapa saya katakan demikian, beberapa blog tersebut sudah tidak lagi sesuai antara isi artikel dengan nama blog itu sendiri. Sebagai contoh, sebuah blog militer yang sangat terkenal di sebuah Negara ASEAN, dimana kalau dari nama domain dan nama blog itu, seharusnya yang dibahas adalah mengenai militer dan perkembangan militer Negara tersebut. Namun yang terjadi malah isinya jauh dari itu, bahkan banyak membahas hal-hal yang ‘kurang berkaitan dengan militer’ dan kalaupun ada kaitan dengan militer, malah membahas militer Negara lain yang sepertinya digunakan untuk ‘semacam sesuatu’ untuk menampilkan seolah-olah militer negaranya yang lebih maju dari Negara lain. Terkadang saya bertanya-tanya, apakah tidak ada topic yang menarik tentang militer negaranya untuk di tulis di blog tersebut? Ataukan adminnya sudah tidak tau lagi mau menulis apa.. Ataukah memang disengaja menulis artikel seperti itu??? Ah biarlah, itu hak mereka berbicara dan semoga mereka kembali ke jalur yang benar sesuai nama blognya… hmm Kembali ke Laptop (Tukul Mode On..)
Kali ini saya kembali memposting tulisan yang masuk kategori analisa yang mendalam sehingga diharapkan pembaca akan mendapatkan analisa yang membukakan berbagai aspek yang selama ini masih belum di ketahui. Tulisan ini akan membahas mengenai analisa tentang Hibah 24 F-16 Block 25 dari Amerika Serikat yang telah di setujui oleh Kongres AS dan juga DPR Indonesia. Nah pesawat hibah ini awalnya direncanakan untuk di upgrade menjadi F-16 yang setara dengan block 32. Namun karena desakan DPR, akhirnya upgrade ini di tingkatkan menjadi setara Block 52. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah F-16 Hibah ini setara dengan Block 52?. Inti dari tulisan ini akan kembali kepada pertanyaan ini. Namun perlu kita pahami kembali bahwa defenisi dari dari Block itu sendiripun sebenarnya susah untuk dijabarkan jika sudah pernah mengalami upgrade.
Dari Press Rilis yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tanggal 17 November 2011 yang lalu, diberitahukan bahwa upgrade yang akan dilakukan kepada F-16 hibah tersebut adalah sebagai berikut :
Engine F100-PW-200 or F100-PW-220E
LAU-129A/A Launchers
ALR-69 Radar Warning Receivers
ARC-164/186 Radios
ALQ-213 Electronic Warfare Management Systems
ALE-47 Countermeasures Dispenser Systems
LN-260 (SPS version, non-PPS)
AN/AAQ-33 SNIPER or AN/AAQ-28 LITENING Targeting Systems
dll
Nantinya setelah selesai di Upgrade ke 24 pesawat hibah ini akan memiliki spesifikasi seperti data diatas. Kembali ke pertanyaan awalnya, apakah spesifikasi diatas sudah cukup untuk menyatakan bahwa F-16 ini akan setara F-16 Block 52? Untuk menjawabnya mari kita bahas satu per satu komponen yang disebutkan diatas.
Spesifikasi Radar Yang Digunakan
Untuk menjawab pertanyaan diatas, factor pertama sekali yang harus kita ketahui adalah masalah radar yang digunakan pesawat tersebut lalu di bandingkan dengan radar standard dari F-16 Block 52. Dari berbagai sumber yang saya pelajari saya mendapat keterangan bahwa radar standard dari F-16 Block 52 adalah AN/APG-68 V(5), walaupun ada beberapa F-16 Block 52++ seperti F-16 AU Singapura, Polandia, Yunani, dll yang sudah menggunakan radar AN/APG-68 V(9) yang lebih canggih. Namun karena yang menjadi perbandingan kita adalah F-16 Block 52, bukan F-16 Block 52++, maka radar pembanding yang kita pakai adalah radar AN/APG-68 V(5) milik F-16 Block 52.
Nah, dari data yang dikeluarkan oleh departemen pertahanan AS diatas, tidak disebutkan apa jenis radar yang akan dihasilkan dari upgrade ini. Ada kemungkinan bahwa radar ini tidak ikut dalam upgrade ini, tetapi ada kemungkinan juga bahwa masalah radar ini menjadi rahasia Negara antara Indonesia dan AS. Namun ada kemungkinan juga bahwa radar ini akan sama seperti radar terakhir yang di operasikan pada pesawat hibah tersebut, ketika pesawat tersebut masih di operasikan oleh Air National Guard USAF. Seperti kita ketahui bahwa radar standard dari F-16 Block 25 adalah AN/APG-68 V(1). Namun tidak ada kepastian apakah radar F-16 Block 25 ANG USAF ini sudah di upgrade sebelumnya atau tidak. Seperti kita ketahui bahwa kualitas radar yang digunakan oleh USAF biasanya lebih baik dari yang standardnya.
Misalkan kita asumsikan bahwa semua F-16 Block 25 yang dihibahkan tersebut radarnya sudah pernah di upgrade sebelumnya sebelum dihibahkan ke TNI AU. Kalau diupgrade maka paling tidak radarnya adalah AN/APG-68 V(2). Nah kalau radar ini dibandingkan dengan radar standard F-16 Block 52 yaitu AN/APG-68 V(5), tentunya radar F-16 Block 52 masih lebih canggih dan lebih baik kualitasnya daripada radar F-16 yang akan di hibahkan ke Indonesia. Lebih canggih dalam pengertian saya adalah keluaran terbaru pasti lebih baik dari keluaran sebelumnya (saya belum melakukan analisa mendalam lagi radius cakupan kedua radar sebagai perbandingan). Namun, radar hibah ini masih relative setara dengan radard standard F-16 Block 30/32 dan Block 40/42.
Spesifikasi Mesin Yang Digunakan
Faktor kedua yang harus kita analisa dalam menjawab pertanyaan sebelumnya adalah masalah mesin yang digunakan pada pesawat hibah itu. Dari semua hibah yang diberikan tersebut tampaknya semua mesinnya akan menggunakan mesin keluaran pabrikan Pratt & Whitney yaitu mesin F100-PW-200 atau mesin F100-PW-220E. Mesin ini tampaknya sudah menjadi mesin standard untuk F-16 Block 25, Block 32 dan Block 42. Sedangkan pesawat F-16 Block 52 menggunakan mesin keluaran Pratt & Whitney yang lebih baru yaitu F100-PW-229. Sama seperti radar tadi, saya sebagai admin AnalisisMiliter.com juga belum sempat menganalisa perbedaan kekuatan kedua mesin ini. Lagi-lagi saya mengambil kesimpulan singkat bahwa mesin keluarn terbaru pastinya lebih baik dari mesin sebelumnya. Dalam hal ini, mesin F-16 Block 52 tentunya lebih baik dari mesin F-16 yang akan di hibahkan ke Indonesia.
Akan tetapi kualitas mesin yang akan digunakan dalam pesawat hibah itu masih sama dengan mesin standard dari pesawat F-16 Block 32 dan Block 42. Sehingga bisa dikatakan kualitasnya belum sebaik Block 52, namun sebanding dengan block 32 dan block 40.
Spesifikasi Air To Air Launcher
Launcher (dalam pengertian saya sebagai admin AnalisisMiliter.com) adalah perangkat yang digunakan untuk menembakkan rudal. Nah dari data diatas, launcher yang akan dipasang pada pesawat F-16 yang dihibahkan ke Indonesia adalah LAU-129 A/A Launcher. LAU-129 A/A Launcher ini sendiri adalah Common Rail Launcher khusus F-16 yang bisa digunakan untuk menembakkan semua jenis AIM-9 Sidewinder dan AIM-120 AARAM. Seperti kita ketahui bahwa F-16 C/D mulai block 25 keatas sudah memiliki kemampuan untuk menembakkan rudal AIM-120.
Dari keterangan diatas dapat dipastikan bahwa F-16 yang akan dihibahkan ke Indonesia sudah memiliki kemampuan untuk menembakkan semua jenis AIM-9 Sidewinder dan AIM-120. Sekarang tinggal menunggu pemerintah membeli rudal-rudal tersebut untuk dapat digunakan nantinya. Dan seperti yang sudah ‘tersirat’ bahwa pemerintah AS ‘sepertinya’ sudah memberikan lampu hijau bagi TNI AU untuk membeli AIM-120 C. Pembelian ini dimaksudkan supaya kemampuan TNI AU setara dengan AU Negara tetangga dalam hal BVR.
Untuk masalah Air To Air Launcher ini pastinya F-16 Hibah yang diterima Indonesia ini sudah setara dengan F-16 Block 52. Namun tidak disebutkan apakah Indonesia akan menerima launcher untuk yang lainnya seperti untuk AGM-65 Maverick atau sejenisnya. Namun saya kira bahwa pemerintah pasti akan memikirkan ini. Entah itu menambahkannya dalam paket Hibah + Upgrade ini atau menggunakan inventory yang sudah ada di TNI AU selama ini.
Radar Warning Receiver
Faktor lain yang harus kita analisa adalah perangkat Radar warning Receiver (RWR). RWR ini adalah perangkat yang akan memberikan peringatan jika ada bahaya yang datang mengancam pesawat ini. Misalnya jika ada rudal yang ditembakkan oleh pesawat musuh ke arah pesawat ini, maka secara otomatis RWR ini akan memberikan peringatan sehingga pilot bisa mengambil langkah pencegahan secepatnya. Sistem RWR ini akan mendeteksi,mengidentifikasi, memproses dan menampilkan peringatan jika ada rudal ditembakkan oleh pesawat tempur, surface-to-air missile (SAM) dan anti-aircraft artillery (AAA) weapon systems
Pada pesawat hibah yang akan diterima oleh Indonesia, perangkat RWR-nya adalah AN/ALR-69 sama seperti perangkat RWR standard untuk Block 30/32 dan Block 40/42. Namun jika dibandingkan dengan perangkat RWR block 52 yaitu AN/ALR-56M, kualitas RWR block 52 ini sepertinya lebih baik karena merupakan keluaran yang lebih baru dan modern dari AN/ALR-69 yang akan dihibahkan ke Indonesia. Namun kualitasnya sudah sama dengan perangkat pada F-16 Block 30/32 dan Block 40/42.
Electronic Warfare System
Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam sebuah pesawat tempur adalah komponen Electronic Warfare System. Semakin canggih Electronic Warfare System maka akan meningkatkan performa dari pesawat itu sendiri ketika diperhadapkan pada pertempuran nantinya. Untuk itu juga pihak Indonesia juga sudah memikirkan juah sampai kesana sehingga didalam paket upgrade nantinya akan ada perangkat Electronic Warfare System ini. Setidaknya itulah yang menjadi pandangan saya sebagai admin di AnalisisMiliter.com ini.
Adapun paket Electronic Warfare System yang akan diberikan dalam upgrade pesawat hibah ini nantinya adalah ALQ-213 Electronic Warfare System. ALQ-213 inilah yang akan dipasang sebagai ECM POD sebagai perangkat perang elektronik pesawat F-16 hibah ini nantinya. Perangkat ini adalah perangkat yang dikembangkan pada tahun 1997 sebagai permintaan dari Angkatan Udara Denmark. Namun sekarang ini, hampir semua jet tempur modern mengharapkan spesifikasi yang serupa sebagai system perang elektroniknya. Untuk perangkat ini, saya tidak tau bagaimana membandingkannya karena saya kesulitan menganalisa perangkat sejenis yang menjadi standard dimasing-masing block.
Targeting System
Targeting System adalah system yang digunakan oleh jet tempur untuk menandai target sasaran tembak, sehingga tembakan dari jet tempur ini akan benar-benar akurat. Targeting system ini sangat dibutuhkan untuk menembakkan peluru berpemandu laser, peluru pintar, roket dan sejenisnya. Dulu Targeting system standard yang banyak digunakan di angkatan udara Amerika (USAF) adalah AN/AAQ-13 LANTIRN. Namun saat ini, standard targeting system ini sudah diperbaharui menjadi AN/AAQ-33 Sniper. Tercatat saat ini sudah banyak Negara yang mengoperasikan F-16 memilih AN/AAQ-33 Sniper sebagai targeting systemnya. Diantaranya adalah Norwegia pada pesawat F-16 mereka, Polandia pada F-16 Block 52++ mereka dan juga Oman dengan F-16 Block 52 mereka. Selain F-16 block 52 seperti diatas, pesawat jet canggih F-15 E/S seperti yang digunakan angkatan udara Singapura juga menggunakan targeting system yang sama.
AN/AA-33 Sniper ini akan menaikkan akurasi tembakan senjata sebanyak 10 kali dibandingkan dengan targeting system AN/AAQ-14 LANTIRN dengan 3 kali radius tembakan dan 2 kali lebih baik dalam resolusi mengenal target dibandingkan dengan AN/AAQ-14 LANTIRN. AN/AAQ-33 Sniper memiliki fitur mengenal target menggunakan laser maupun menggunakan GPS System. Data ini saya sebagai admin AnalisisMiliter.com temukan disebuah situs yang khusus membahas topic ini.
Targeting system lain yang juga sangat canggih dan banyak digunakan pesawat canggih saat ini adalah AN/AAQ-28(V) LITENING. Targeting Pod ini juga tidak kalah canggih dan menggunakan targeting system ini akan meningkatkan efektivitas misi tempur darat dan udara dari jet tempur dalam segala cuaca dan juga misi di malam hari. Targeting System ini akan sangat berguna untuk menembakkan senjata seperti laser guide , konvensional maupun senjata berpemandu GPS. System ini banyak digunakan dibanyak jenis pesawat modern saat ini seperti F-15 E/D, F-18, F-16 Block 25/30/40/50, Su-30 MKI, dan juga Eurofighter Thypoon.
Nah berita baiknya adalah kedua targeting system ini akan menjadi bagian dari system persenjataan yang akan diperoleh Indonesia dari Amerika sebagai bagian dari upgrade 24 pesawat F-16 Block 25 dari Amerika. Nah bisa dikatakan bahwa dari segi targeting system F-16 yang akan diterima oleh TNI AU nantinya cukup mumpuni dan bisa dikatakan setara dengan jet tempur modern seperti Su-30 MKI, Eurofighter Thypoon, F-15 E dan lainnya. Dan bisa dikatakan bahwa system ini sudah setara dengan F-16 Block 52.
Kesimpulan Akhir
Selain itu masih banyak beberapa komponen-komponen lain yang akan diterima oleh TNI AU, namun saya kira dari beberapa komponen yang saya bahas diatas sudah memberikan gambaran bagaimana kualitas F-16 yang akan di terima Indonesia nantinya. Dibeberapa factor, F-16 yang akan diterima Indonesia masih dibawah kualitas F-16 Block 52, namun masih setara dengan F-16 Block 32 dan F-16 Block 42. Dibeberapa factor lainnya F-16 yang akan diterima Indonesia setara dengan F-16 Block 52.
Lalu kesimpulannya apakah F-16 yang akan diterima Indonesia setara dengan F-16 Block 52? Pertanyaan ini, saya tidak akan memberikan jawaban pasti. Biar pembacalah yang menilai apakah itu setara atau tidak. Pengertian setara itu sendiri susah untuk didefenisikan karena defenisi dari F-16 Block 52 itu sendiri susah untuk di pastikan karena kebanyakan pesanan F-16 Block 52 dari berbagai Negara memiliki spesifikasi yang berbeda-beda juga tergantung dari Negara pemesannya.
Sudah lelah juga saya menulis artikel ini, sudah saatnya saya istrahat sejenak. Semoga artikel kali ini memberikan informasi yang berharga bagi kita pembaca semua dan juga memberikan pencerahan. Mudah-mudahan infomasi saya ini tidak dalam kategori ‘membocorkan rahasia negara’ karena toh beritanya sudah lama tersebar di media masa. Mudah-mudahan juga artikel ini sudah mecukupi criteria yang saya sebutkan diawal sehingga tidak keluar dari jalur semestinya, tidak seperti blog Negara tetangga yang adminnya sepertinya hampir lupa apa nama blog dan apa nama domain blognya. Salam damai dari Admin AnalisisMiliter.com
Label :
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Pesawat Tempur Gripen E/F Sebagai Pengganti F-5 TNI AU
2.
Kekuatan Militer Indonesia di Sekitar Kepulauan Natuna?
3.
Dibalik Pengganti Pesawat Tempur F-5 Indonesia
4.
Fase EMD Project Pesawat Tempur KFX/IFX Segera Dimulai
5.
Pengganti Pesawat Tempur F-5 Indonesia Segera Ditenderkan
6.
Quo Vadis Pertahanan Udara dan Maritime Strike Indonesia di Malaka dan Natuna?
7.
September Ceria : Welcome KRI Klewang 625 dan 4 Super Tucano
8.
Prediksi Pesawat MRCA Malaysia
9.
Analisa Join Development KFX/IFX Indonesia dengan Korea Selatan
10.
Pesawat Tanker Untuk Kebutuhan Angkatan Udara Indonesia
Gripen-Indonesia |
30 Oct 2014 16:30:26
Menurut update terakhir:
http://www.defenseindustrydaily.com/indonesia-adding-f-16-falcon-fighters-to-join-flankers-07205/
F-16 Block-52ID mendapat F100-PW-200.
Mesin ini mempunya wet thrust afterburning output sekitar 23,770 lb.
PW-200 adalah tipe standar yang dipakai di semua tipe F-16 sampai Block-25.
Dengan kata lain, dari segi mesin, F-16 Block-52ID masih memakai versi yang sama dengan Block-15 OCU yang sudah operasional di Skuadron-03.
Pilihan ini kemungkinan untuk memudahkan maintenance, "bisa karena sudah biasa."
Veri PW-220E adalah update yang lebih modern untuk F100. Perbedaan utama adalah di digital control. PW-220E didesain lebih tahan lama, dan lebih mudah untuk maintenance. Tapi output antara 2 versi ini kira2 tetap sebanding. Ini versi yang standar dari Block-32 ke atas.
Block-52/52+ biasanya mendapat tipe PW-229. Tipe ini memiliki output yang lebih tinggi, tapi ini juga untuk mengkompensasi karena F-16 Block-52 biasanya lebih berat dibanding versi-versi sebelumnya.
Segi positif yang lain:
Indonesia juga mendapat (Modular Mission Computer) MMC-7000A -- ini tipe modern yang sebanding dengan yang juga memperlengkapi F-16 Block-52 Pakistan.
Item yang masih kurang:
Dimanakah JHMCS (Joint Helmet Mounted Cueing System)?
Targeting di helm ini memungkinkan untuk menembakkan versi AIM-9X mengikuti arah pandang pilot, sampai 90 derajat membelok dari arah pesawat.
Ketidakhadiran JHMCS di F-16 Block-52ID memberi isyarat kalau versi Sidewinder terbaik yang diperbolehkan untuk dibeli Indonesia adalah versi AIM-9M.
http://en.wikipedia.org/wiki/Helmet-mounted_display#Joint_Helmet-Mounted_Cueing_System_.28JHMCS.29
** Su-27/30 sudah standar memiliki sistem yang serupa. Justru HMD di Su-27/MiG-29 yang justru mendorong pembuatan HMD Barat seperti JHMCS. Cuma sayang, akan terjadi ketimpangan di armada TNI-AU skrg. Pilot Su-27/30 harus bisa menembakkan off-boresight missile, sedang pilot F-16 tidak akan pernah dilatih dalam hal yang sama. Masalah lain, sistem HMD di Su-27/30 pasti berbeda dengan sistem Barat di F-16 -- ini juga akan menyulitkan training.
Juga disebut di link update diatas, F-16 Block-52 akan compatible ke AIM-120 AMRAAM.
Kalau dilihat dari faktor JHMCS diatas, pembelian LAU-129 untuk meluncurkan AMRAAM boleh dibilang mubazir, karena versi yang diperbolehkan untuk kita beli pasti akan menjadi versi yang lebih rendah drpd yang dipakai Australia / Singapore.
Dari sudut pandang ini, bukankah Indonesia akan lebih baik untuk membeli AMRAAM bekas juga dari stock USAF yang tidak terpakai lagi??
Ini akan memangkas biaya (harga AMRAAM baru mahal!), dan paling tidak memungkinkan pilot F-16 untuk belajar berlatih dengan BVRAAM ini.
Pertanyaan kedua, dimanakah Link-16 Data Network?
Dokumen DCDA tidak mengikut-sertakan keberadaan Link-16 untuk F-16 Block-52ID. Ini juga patut disayangkan, karena Air Networking akan menjadi standar Abad ke-21 ini untuk semua Angkatan Udara, dan Indonesia masih belum bisa berlatih di penggunaannya.