24 Jan 2015 23:25:15 | by Admin
| 19442 views | 20 comments
|
4.1/5 Stars dari 7 voter
Alutsista angkatan udara Malaysia akan segera diperkuat oleh pesawat angkut kelas berat A400M Atlas. Hal ini karena satu unit dari 4 unit pesawat A400M yang dipesan Malaysia dari EADS (Airbus Defence and Space) sudah selesai diproduksi dan sedang menjalani serangkaian test akhir. Pesawat A400M pertama ini akan diterima Malaysia pada triwulan pertama tahun 2015 ini. Dua unit lagi akan diterima pada akhir tahun 2015 dan pesawat terakhir akan diterima pada tahun 2016.
Beberapa hari yang lalu EADS sudah mempublikasikan foto-foto yang memperlihatkan pesawat A400M pertama Malaysia sudah dicat dengan camo Angkatan Udara Malaysia. Foto ini diambil ketika pesawat ini sedang menjalani Ground Test, dan akan segera melakukan Flight test sebelum dikirim ke Malaysia. Pesawat A400M pertama Malaysia ini akan menggunakan tail number M54-01.
Saat ini, Angkatan Udara Malaysia sudah mengutus pilot, teknisi dan enginer mereka ke pusat pelatihan Airbus Defense and Space (EADS) International di Sevilla Spanyol. Pelatihan pilot dan teknisi ini dilakukan untuk memudahkan dan mempersiapkan calon pilot dan ground crew nya agar siap mengoperasikan pesawat A400M ini begitu alutsista terbaru Malaysia ini diserahterimakan kepada Angkatan udara Malaysia.
Pesawat A400M pertama Malaysia sedang ditest di Spanyol. Source: Malaysiandefense.com
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Malaysia adalah konsumen eksport pertama pesawat A400M, dimana Malaysia menandatangani kontrak pembelian 4 unit pesawat A400M pada tahun 2005 lalu dengan nilai kontrak sekitar $2.5 Miliar. Pesawat A400M ini nantinya akan digunakan Malaysia sebagai pendamping pesawat angkut C-130 yang relative sudah tua.
Dengan demikian maka pada tahun 2016 nanti, dengan bergabungnya alutsista terbaru Malaysia ini akan meningkatkan kekuatan militer Malaysia dalam mendukung operasi militer baik operasi militer perang maupun selain perang seperti penanggulangan bencana dan sejenisnya. Kedatangan alutsista terbaru ini akan memberikan angin segar bagi militer Malaysia yang mengalami masa-masa sulit terkait minimnya budget belanja alutsista akhir-akhir ini.
Sekilas Tentang Pesawat A400M Atlas
Pesawat angkut A400M bisa disebut adalah pesawat angkut “kelas berat” untuk ukuran Malaysia (dan juga Indonesia) yang selama ini hanya mengandalkan pesawat angkut C-130H Hercules. Sebagai perbandingan pesawat angkut C-130H yang dimiliki Malaysia (dan juga Indonesia) hanya mampu mengangkut cargo sampai dengan 20 Ton saja. Sedangkan pesawat A400M memiliki kemampuan untuk mengangkut cargo sampai dengan 37 Ton, hampir dua kali lipat dari kemampuan C-130H Hercules.
Dari segi jangkau juga pesawat ini memiliki keunggulan dari pesawat C-130 Hercules. Disebutkan pesawat A400M Atlas ini mampu menempuh jarak 6.400 Km dengan beban 20 ton. Sedangkan pesawat angkut C-130 Hercules jika mengangkut cargo dengan beban yang sama 20 ton, hanya mampu menempuh jarak 3.700 Km. Dengan kemampuan angkut tersebut, disebutkan pesawat A400M mampu mengangkut sebuah helicopter CH-47 Chinook atau 2 unit kendaraan bersenjata kelas berat.
Perbandingan Pesawat A400M dengan pesawat C-130J Hercules. Source: EADS
Namun dalam pandangan penulis kelebihan pesawat A400M ini yang akan memberikan nilai plus bagi kekuatan militer Malaysia kedepan adalah kemampuan angkutnya yang dua kali lebih besar dari pesawat C-130 Hercules. Kemampuan ini akan memberikan keleluasaan bagi militer Malaysia dalam memobilisasi peralatan militernya dari satu area ke area lain. Terutama dari area Semenanjung Malaysia ke daerah Sabah-Serawak yang dipisahkan jarak yang jauh dan harus melewati wilayah lautan Indonesia.
Hal menarik lainnya dari pesawat A400M ini adalah fakta bahwa pesawat ini cukup mudah dimodifikasi untuk berbagai keperluan militer seperti kemampuan air to air refueling, penerjunan pasukan para, dan medical evacuation. Khusus untuk kemampuan air to air refueling, dengan system probe and drogue pesawat ini sudah teruji mampi memberikan air refueling kepesawat lain seperti F/A-18 Hornet, EF Typhoon, dan Rafale. Tidak hanya pesawat tempur saja, pesawat lain seperti pesawat angkut C-130 Hercules, C-295 bahkan helicopter pun mampu untuk dibantu air refuellingnya.
Perlukah Alutsista TNI diperkuat dengan Pesawat A400M?
Sebagaimana dengan Malaysia yang selama ini masih mengandalkan pesawat C-130H, Militer Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan hanya mengandalkan pesawat angkut ‘kelas berat’ C-130H Hercules. Memang benar alutsista pesawat angkut C-130 Indonesia sedang mengalami ‘peremajaan’ belakangan ini dimana beberapa unit C-130B sedang di upgrade agar menggunakan teknologi C-130H di Amerika Serikat. Bahkan Indonesia baru saja menerima hibah 4 unit C-130H Hercules dan membeli 5 unit lagi C-130H bekas dari Australia.
Dengan peremajaan alutsista pesawat C-130H Indonesia ini, memang akan menambahkan nilai berarti bagi kekuatan militer Indonesia. Namun opsi untuk mempertimbangkan agar Alutsista TNI juga dilengkapi dengan alutsista pesawat angkut dengan kapasitas angkut lebih besar dari Hercules seperti pesawat angkut A400M Atlas ini adalah sebuah langkah yang layak. Tentu saja pertimbangan ini tidak boleh terburu buru dan tidak sekedar ‘ikut-ikutan’ negara tetangga, tetapi mempertimbangkan kebutuhan angkatan udara Indonesia kedepannya.
Namun apapun itu, kita serahkan saja kepada pihak terkait dan berkepentingan untuk mengambil langkah terbaik bagi modernisasi Alutsista TNI kedepannya. Sekian dari penulis dan mohon maaf jika ada kata kata yang kurang tepat dan kurang berkenan. Saran dan kritik terkait artikel ini silahkan di form komentar dibawah. Dan seperti biasa, jangan lupa memberikan nilai rating untuk artikel ini. Salam dari admin AnalisisMiliter.com
Label : Alutsista |
Pesawat Tempur |
Alutsista TNI |
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Cope Taufan 2014 : F-22 dan F-15 Amerika Vs Su-30 MKM Malaysia
2.
Polemik dalam Modernisasi Militer Indonesia
3.
Salip Indonesia, China Beli 24 Pesawat Tempur Su-35BM Rusia?
4.
Dirgahayu Republik Indonesia ke 67 by AnalisisMiliter.com
5.
Perang BVR Sukhoi Indonesia dan Jet Fighter Tetangga : Sebuah Opini Awam
6.
Narsis di Pameran Alutsista TNI di Kampus USU – Medan
7.
Kekuatan Militer Indonesia di Sekitar Kepulauan Natuna?
8.
Kedatangan 3 Unit F-16 C/D Block 52ID Tertunda 2 Hari
9.
Pitch Black 2014: Ketika F-15 SG, F-16, F/A-18, Gripen dan Mirage-2000 Bertarung
10.
Peringatan Bagi Pengunjung dari Admin AnalisisMiliter.com
Admin |
24 Jan 2015 23:35:20
Punya 4 unit pesawat angkut kelas berat kayak A400M sangat berarti bagi Malaysia, biar mereka bisa memobililasi militernya terutama antara semenanjung dengan Sabah-Serawak yang dipisahkan jarak yang jauh dan harus melewati wilayah lautan Indonesia.
selamat buat Malaysia.
Gripen-Indonesia |
24 Jan 2015 23:56:31
@Admin,
Masalah utama Malaysia -- armada udara mereka sudah terlalu gado2.. Jauh lebih parah dibandingkan Indonesia.
Mereka juga terlalu banyak beli "gengsi", spt Su-30MKM.
Akibatnya, lihat saja, bagaimana bisa MH370 bisa melintas semenanjung Malaya, tanpa terdeteksi? Ini kan gila? seperti kalau ada pesawat tak dikenal bisa melintasi pulau Jawa!
Ini jelas menunjuk ke organisasi mereka yg juga sudah terlalu semerawut, sejalan dengan armada gado-gado mereka yg tidak karuan.
Dengan hanya membeli 4 pesawat, sudah pasti biaya maintenance mereka akan mahal.
Jangka panjang, mnrt saya A400M hanya akan memperburuk keadaan RMAF sekarang ini, krn akan menyedot anggaran.
IMO.
Admin |
25 Jan 2015 10:26:48
@Gripen Indonesia,
ya saya setuju itu... tingkat gado gado mereka jauh lebih parah dari Indonesia.. mungkin mereka mulai sadar gado-gado itu ga enak, makanya Mig-29 nya di Pensiunkan dini...
kalau saya melihat pembelian A400M itu lebih bersifat 'politik' dibandingkan kebutuhan ril AU Malaysia.. saya sih ga menyoroti jumlahnya yang hanya 4 unit, tetapi harganya yang kelewat mahal untuk ukuran pesawat angkut kelas berat. menurut info Janes.com, kontrak tahun 2005 itu menelan dana $2.5 Miliar untuk 4 pesawat A400M. saya tidak tau persis apa saja yang tercakup dalam kontrak itu, tetapi tetap saja itu MAHAL.
sementara Indonesia, dengan humble, mendapatkan 9 unit pesawat angkut C-130H bekas Australia dengan dana yang hanya sekitar $100 Juta. sebuah ironi ditengah isu terbatasnya anggaran militer Malaysia yang banyak menghambat akuisisi alutsista mereka seperti pengganti Helikopter Nuri, program MRCA (pengganti Mig-29 dan F-5) dan lainnya banyak terkendala dana..
disisi lain mereka menghamburkan uang $2.5 Miliar hanya untuk 4 unit A400M dan ada lagi project kendaraan militer 8x8 pars yang kabarnya harga perunitnya mencapai $7 juta (jauh lebih mahal dari MBT Leopard 2A5 baru sekalipun).. maka harga fantastis seperti ini, tidak usah kita herankan jika itu terjadi di Malaysia.
namun di artikel ini, saya hanya menyoroti sisi positifnya saja, bahwa pesawat A400M akan membawa dampak yang cukup bagus bagi Malaysia dari segi kemampuan mobilitas peralatan militer mereka. kalau dari segi biaya operasional, au ah, gelap.. heheh
just IMHO
Gripen-Indonesia |
25 Jan 2015 22:25:06
Inilah kenapa, Indonesia justru harus menghindari proyek pembelian "hemat",
seperti Malaysia dengan hanya 4 A400M saja.
## Pembelian dalam jumlah sedikit seperti ini, justru akan membuat harga per unit lebih mahal.
Sudah jadi pengetahuan umum, kalau negara membeli dalam jumlah yg lebih banyak, jadi ada kemampuan menawar dari "list price" yg ditawarkan pembuat.
Sama dengan pembelian spare part -- kalau jumlah yg dibeli lebih banyak, negara dapat men-stock lebih banyak, dan tentu juga dapat menawar harga per komponen lebih murah.
Sama seperti kalau kita membeli 10 kg Cabe di pasar, sebenarnya harga per-kg-nya akan lebih murah dibanding kalau kita hanya membeli 250 gram saja.
## Pembeli juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk fixed infrastructure support cost -- yg menyertai setiap pembelian setiap tipe baru. Dalam hal ini, pembelian yg sedikit, berarti % cost dari nilai kontrak akan meledak.
Contoh #2:
Infrastruktur dasar utk menopang operasional cost A400M adalah $500 juta minimal (sy tidak tahu persis jumlahnya -- ini hanya contoh).
Dengan membeli 4 pesawat, Malaysia tetap harus mengeluarkan tambahan $500 juta ini. Seandainya Malaysia membeli 10 pesawat, biaya fixed cost ini hanya naik lebih sedikit -- paling ke $650 juta.
## Training
Biaya training pilot, maintenance, dan personnel crew akan sama seperti dua point diatas -- justru akan lebih mahal per pesawat dibandingkan kalau membeli dalam jumlah yg lebih banyak.
Untuk contoh A400 M, Malaysia tetap harus mengirim, semua crew itu untuk training di Eropa. Kalau membeli banyak, biaya tambahan utk mengirim beberapa jumlah crew lain tidak akan bertambah banyak. Paling hanya 20 - 30%, dan Malaysia langsung dapat menerapkan program -- instruktur pilot & maintenance crew yg belajar di Eropa, dapat mewariskan ilmu mereka di Malaysia.
Negara2 seharusnya dapat mencontoh bbrp airline modern; AirAsia yang memborong ratusan A320 standar / NEO, atau Lion Air yg sibuk memborong B737NG / MAX.
Pembelian hanya 1 type dengan volume yang lebih besar, seperti Air Asia, dan Lion Air, walaupun kontraknya kelihatan sangat mahal di muka, dalam jangka panjang justru akan lebih murah. Keduanya sudah menghemat banyak dibanding harga list price A320 atau B737.
Mrk juga tidak akan perlu keluar banyak uang tambahan utk perlengkapan support jumlah tambahan pswt yg mereka beli.
## Kesimpulannya --- kalau memang uang tidak banyak, jangan mikir utk beli sesuatu yg kelihatan hebat, tapi nggak bisa beli banyak!
Untuk jumlah uang yg sama, lebih baik membeli lebih banyak unit yang lebih murah. Karena jumlah yg dibeli akan lebih banyak, jangka panjang justru negara akan berhemat banyak.
Sayangnya, Indonesia juga sudah sering membuat kesalahan yg sama.
Contoh paling gampang:
Kita menelan banyak kerugian ketika "menyicil" 16 Sukhoi Flanker dengan pola yang sama, dari 2003 sampai 2011. Mungkin pembelian awal SUkhoi diawali insiden pulau Bawean, tapi apa bedanya?
Toh, sejak membeli Sukhoi pertama di tahun 2003, mereka tetap tidak dipersenjatai sampai 2012... Kalau sampai ada insiden pulau Bawean Bag.2, Sukhoi justru akan sangat dipermalukan!
rezz |
25 Jan 2015 01:08:32
jerman menemukan 875 cacat pada kapal Airbus A400....serem amat ...jangan2 nanti mirip kasus scorpene lagi...kapal selam ga sanggup nyelam heheheh.
sumber http://www.jejaktapak.com/2015/01/24/jerman-temukan-875-cacat-di-airbus-a400/
Melektech |
25 Jan 2015 09:30:37
Hampir semua perusahaan besar di dunia termasuk AIRBUS / BOEING menggunakan Sub-Manufacturing komponen di berbagai negara, Hal ini dilakukan salah satunya untuk MENEKAN HARGA,
kemudian Ribuan komponen itu dikumpulkan untuk dirakit di AIRBUS, kemungkinan kelalailan QC juga semakin besar. menurut informasi yang terbesar pemasok komponen AIRBUS adalah CHINA dan negara pecahan Uni-Soviet
Seni Jahit Menjahit ini sudah menjadi hal paling umum / Jamak di dunia, contoh sederhana adalah Smartphone Barat diproduksi di China, India, dan Asia lainnya.
Dan barang barang lainnya yang dulu di produksi di Barat, hampir semuanya sekarang di produksi di negara KETIGA, Termasuk Pesawat Tempur Canggih banyak pesanan macam F-35
Nah sekarang Tinggal QC nya bagaimana ?
Admin |
25 Jan 2015 10:43:29
@Rezz,
bisa jadi ada kendala cacat itu di pesawat jerman.. temuan itu adalah dipesawat pesanan pertama Jerman yg sauh diterima, dan baru itu pesawat satu satunya yang diterima mereka. jelas itu menjadi catatan buruk bagi nama EADS.. namun dinegara lain, saya belum dapat infonya apakah mengalami nasib yang sama..
terkait kapal selam Scorpane Malaysia, isu tidak bisa menyelam itu terjadi pada awal kapal selam itu tiba di Malaysia. namun kejadian itu tidak terlalu lama dan sudah diperbaiki.. dan sudah lama juga Kapal Selam Scorpane Malaysia sudah berfungsi dengan normal... bahkan beberapa lalu mereka sudah uji coba torpedo Black Shark dan rudal anti kapal Excocet dari Kapal selam Scorpane tersebut.
Salam
Gripen-Indonesia |
25 Jan 2015 22:54:33
Batch pertama dari semua tipe pesawat baru -- tentu saja akan paling membawa banyak masalah.
Ini karena, terlepas dari pengalaman masa lalu, pembuat belum cukup terampil dengan model baru. Pesawat yg awalnya hanya prototype pindah ke produksi, mereka harus mempelajari ulang bagaimana cara membuat pesawat ini se-efektif mungkin. Jadi boleh dibilang ini adalah "learning curve" yg biasa.
Jerman dan Belanda juga melaporkan banyak kesulitan dengan NH90 helikopter yg mereka beli -- krn ini dari batch pertama. Orang Belanda bahkan melaporkan NH90 mereka sampai berkarat di tempat2 tertentu.
Pelajaran disini -- pembuatan pesawat jenis baru tentu selalu akan beresiko jauh lebih tinggi dibanding membeli model yang sudah diproduksi puluhan tahun.
Contoh #1:
F-16A/B justru mendapat versi definitif dalam Block-15 / -15OCU (versi yg paling laris sejauh ini). Negara2 yg membeli lebih dahulu dibanding yg lain, justru harus belajar "memperbaiki" bugs yg mngkn ditemukan di model baru ini.
F-16C/D -- krn adalah development lebih lanjut dr model yg sudah ada, faktor resiko-nya justru kecil. Semuanya sudah proven concept di saat itu. Tinggal mengaplikasikan tehnologi yg lebih modern ke platform yg sudah siap pakai.
Contoh #2yg jelek:
F-35.
Krn faktor politis Pentagon (dan lobi2 dari Lockheed-Martin yg ingin dapat duit cepet), F-35 sudah langsung didorong masuk ke LRIP (Low-rate Intial-Production). Mereka sengaja melompati tahap "prototyping" yang lebih lama, untuk menyaring 90% dari bugs yg mungkin akan muncul di setiap batch pertama pesawat baru yang lain.
Akibatnya, bencana besar utk US. Kesemua batch pertama -- 100 pesawat F-35 yg sudah diproduksi, secara tehnis skrg ini tidak dapat menandingi F-16, krn problemnya begitu banyak.
Bbrp tahun setelah diproduksi, F-35 bahkan tidak diijinkan untuk terbang di malam hari!
Sekarang ini, tidak ada satupun versi dari F-35 yg bahkan diijinkan untuk terbang melintas lautan Atlantic dari US ke Eropa !!
Apakah mereka lalu men-stop dahulu produksi sampai semua "bugs" ini diselesaikan dahulu?
Tidak. LRIP dari F-35 masih terus berjalan. Pentagon masih terus menambah jumlah produksi F-35 setiap tahun.
Tentu saja, akibatnya, development cost F-35 ongkosnya justru akan terus meledak.
Tahun depan, sudah ada 120 pesawat, dan ribuan "bugs" baru akan tetap muncul.
Boleh dibilang, semua negara yg mau membeli F-35 justru sudah melakukan kesalahan fatal.
Untunglah Indonesia "tidak akan diijinkan" untuk membeli pesawat ini.
Kalau sampai F-35 akhirnya dibatalkan karena masalah2nya yg tidak akan pernah selesai, coba tebak siapa yg akan beruntung?
1) Boeing -- US Navy & US Marine akan membeli 200 F-18 Super Hornet lagi. Negara pembeli spt Korsel atau Jepang, kemungkinan akan switch juga ke F-15 SE.
Australia, tentu saja akan memborong lebih banyak Super Hornet.
2) SAAB -- Gripen NG, hampir dipastikan akan menjadi pilihan default untuk 50 - 60% calon pembeli yg lain.
3) Lockheed - krn juga memproduksi F-16 (sy rasa ini backup plan mereka), tentu akan untung juga. USAF kemungkinan akan membeli 200 F-16 Block-70 dengan AESA radar, dan semua tehnologi yg sudah berhasil diterapkan di F-35.
Tapi untuk negara2 NATO yg sudah memakai Block-1/5/10, kecil kemungkinannya akan membeli tambah -- kemungkinan besar, mereka justru akan switch ke Gripen.
4) Pembeli berkocek tebal tentu akan pindah ke Eurofighter Typhoon, dan Dassault Rafale. Tapi disini, persaingan dengan Gripen-NG akan cukup berat -- kecuali mereka memang masih percaya mitos palsu yg dipercayai banyak orang: "pesawat bermesin ganda lebih aman".
Pitik |
25 Jan 2015 11:58:28
Indonesia tidak usah ikut2an beli A400, utk angkut berat cukup C130 dan kalau mau nambah ambil yg seri J terbaru. Hercules terbukti handal. Untuk pergeseran pasukan kelas berat, diangkut dng Banda Aceh klas saja dan perlu ditambah 6 lagi. Philipina saja percaya dng kapal ini. Perbanyak CN295 utk tranportasi rutinnya, kalau bisa ditambah 2 skuadron, yg satu skuadron ditempatkan di wil. barat dan yg satu skuadron di wil. timur dan sekaligus cadangan jika diembargo lagi oleh USA (sejarah tidak bisa dihapus dan akan terulang kembali seperti roda berputar).
Admin |
25 Jan 2015 12:45:46
@Pitik,
yup.. itulah sebabnya saya sudah sebut diartikel agar kalaupun Indonesia berniat membeli alutsista sejnis, harus didasari pertimbangan matang sesuai kebutuhan bukan sekedar ikut-ikutan.. kalau sekarang ditengah modernisasi C-130B menjadi standard C-130H, serta penambahan 9 unit C-130H dari hercules, maka andalan Indonesia nantinya adalah C-130H.
nah kalau mau membeli baru memang, C-130J adalah pilihan yang sulit untuk dilupakan begitu saja. dan jika harus memilih antara C-130J dan A400M saat ini, tentunya C-130J akan lebih di unggulkan. entah beberapa tahun lagi setelah bug A400M sudah celar semua.
Terkait C-295, kan sudah ditambah. meski pesanan pertama yang 9 unit belum datang semua, Indonesia sdah memesan tambahan sehingga total pesanan C-295 untuk alutsista TNI adalah sebanyak 16 unit ( 1 skuadron).
Salam