Admin |
13 Mar 2015 18:14:39
tambahan
kalau ditelusuri lebih jauh, memang ada beberapa hal ambigu yang agak membingungkan dari artikel nya ini. tp intinya Gripen C/D paling memungkinkan ditawarkan dalam deadline pengganti F-5 bagi Indonesia
just IMHO n CMIIW
Gripen-Indonesia |
13 Mar 2015 18:47:04
@Admin
Trmksh atas artikelnya.
Memang betul, Gripen-E yg pertama saja baru akan terbang di tahun 2018. Skrg ini SAAB sedang dalam proses menyelesaikan fuselage airframe untuk Gripen-E yg pertama (nomor 39-8).
Dari segi faktor delivery time -- kalau terbeli -- versi E yg pertama secara realistismemang baru akan bisa bergabung dengan TNI-AU di tahun 2023.
SAAB memang sudah menyatakan terus terang -- sembari menunggu sampai versi E selesai, mereka masih akan menawarkan versi C/D paling tidak sampai tahun 2019, sebelum akhirnya mereka akan berkonsentrasi penuh -- hanya akan menawarkan versi E/F.
Dari sudut pandang ini, kalau Indonesia membeli versi C/D -- ini seperti membeli mobil di tahun terakhir sebelum mau berganti model. Mungkin bisa dapat harga discount, tapi investasi yg kurang bagus, karena harga jual kembalinya akan terjun bebas setahun kemudian.
## Artikel ini memang sedikit ambigu dalam hal ini.
Kemungkinan memang karena artikel ini ditulis seperti jawaban dari pertanyaan wartawan ANTARA ke SAAB tentang: kapan Gripen bisa diantar?
Kita lihat saja bagaimana kelanjutannya.
Langkah paling logis disini, spt sudah pernah sy tuliskan sebelumnya, daripada membeli Gripen-C/D baru (SAAB sbnrnya sudah tidak memproduksi tipe ini sekarang), lebih baik Indonesia menyewa dahulu 12 Gripen-C/D ex-AU Swedia untuk short-term lease, kalau memang kita butuh pesawat tempur dalam kurun waktu yg cepat.
Keputusan untuk membeli Gripen-E akan menjadi investasi jangka panjang yang jauh lebih terjamin. Tidak hanya kemampuannya jauh lebih handal -- RCS lebih rendah, AESA radar, sistem ECM/Jammer yg lebih modern, supercruise ability, payload, dan jarak jangkau yg lebih jauh; tipe yg lebih baru ini akan lebih banyak potential growth-nya, memberikan ruangan untuk para ahli Indonesia untuk turut berpartisipasi dalam pengembangannya.
Lagipula, dari segi faktor maintenance -- mesin F414GE-39-E akan lebih murah, dan memiliki lebih banyak commonality dengan mesin GE F404 yg skrg dipasang di T-50i -- dibandingkan versi Volvo RM12 (Gripen-C/D), yg walaupun berbasis mesin GE F404, sbnrnya perbedaannya justru lebih banyak.
Gripen-Indonesia |
13 Mar 2015 19:03:05
@Admin,
Tambahan artikel versi Kompas:
====================================================================
http://print.kompas.com/baca/2015/03/13/Saab-Tawarkan-Paket-Kekuatan-Udara-Lengkap-Penggan
====================================================================
Ada yg menarik, spt pernah sy tuliskan sebelumnya mengenai potensial kerjasama jangka-panjang dengan SAAB:
====================================================================
"Berlawanan dengan apa yang ditawarkan Sukhoi, kami menawarkan paket kekuatan udara LENGKAP, tidak hanya pesawat. Sukhoi hanya menawarkan pesawat," kata Peter Carlqvist, Wakil Presiden Saab dan Kepala Saab Indonesia, kepada para wartawan Indonesia, termasuk Kompas, di Stockholm, Swedia, Kamis (12/3).
=========================================================================
Menurut dia, paket terbaru yang ditawarkan Saab saat ini meliputi jet tempur JAS39 Gripen, sistem peringatan dini dan kendali udara (AEW&C) Erieye, sistem tautan data taktis (tactical data link) yang bisa diintegrasikan dengan aset tempur matra lain, ditambah pusat perawatan pesawat dan pusat operasi penerbangan taktis (operation tactical flight center) untuk para pilot. "Karena ini bukan cuma soal pilot bisa lepas landas dan mendarat dengan pesawat itu. Mereka juga perlu tahu apa saja senjata dan sensor yang mereka bawa di pesawat," ujar Carlqvist yang mengatakan, pilot AKAN DILATIH melakukan operasi taktis, TIDAK SEKADAR bisa menerbangkan Gripen.
======================================================================
Berikutnya adalah POINT yg paling PENTING:
======================================================================
Paket itu juga meliputi berbagai pilihan senjata, termasuk rudal Meteor dan RBS-15. Terkait rudal RBS-15, Saab bahkan SUDAH MENAWARKAN PROSES PERAKITAN dilakukan di PT Dirgantara Indonesia di Bandung.
Selain itu, demikian kata Carlqvist, Gripen menawarkan biaya operasi yang jauh lebih murah, yakni 4.700 dollar AS per jam, dibandingkan Sukhoi Su-30 yang mencapai 40.000 dollar AS-49.000 dollar AS per jam. Ia juga mengklaim bahwa biaya operasi Gripen hanya seperempat dibandingkan biaya operasi pesawat Eurofighter Typhoon yang juga menjadi salah satu kandidat pengganti F-5 TNI AU.
==========================================================================
Ayo! Merakit sendiri agar bisa mandiri!
Melektech |
13 Mar 2015 19:14:14
@Admin, @GI
Bukan main, tawaran yang sangat menggiurkan,
Sekali seduh, sudah bisa merasakan Susu, Telur, Madu, Jahe (STMJ)
Sayang sekali kalau tawaran tersebut tidak diambil
dan Kalah sama tawaran "TRADISIONAL"
Gripen-Indonesia |
13 Mar 2015 19:32:45
Lagipula, sudah diumumkan resmi spt kata Carlqvist sendiri:
Biaya OP Sukhoi = $40,000 - $49,000
Biaya OP Sukhoi = 2.5 X lipat biaya Eurofighter Typhoon ($18,500) = 10 X lipat Gripen ($4,700)
Maaf, biaya operasional Sukhoi memang TIDAK BISA ditawar, alias sangat MUAHAL bagaimanapun juga.
Ini sudah menjadi rahasia umum di dunia internasional.
Kalau Indonesia membeli Su-35, pemerintah harus mengeluarkan uang seperti membeli seluruh Bumi Serpong Damai setiap tahun hanya untuk menghidupi 32 SU-SU yg efek gentarnya sbnrnya tidak akan sesuai dengan semua iklannya (karena belum tentu bisa terbang krn haus spare part / maintenance).
Sebaliknya, biaya operasional untuk 1 Skuadron Gripen-E (16 pesawat) akan lebih murah dibandingkan biaya operasional 2 (DUA) saja SU yg bisa mengudara.
Tanyakan saja sendiri; efek gentar mana yg lebih menakutkan?
16 Gripen-E -- yg mempunyai availability rate mendekati 100% -- yg dapat mengudara serentak dan dipersenjatai Meteor BVRAAM dan IRIS-T;
Yang tentu saja juga akan didukung pesawat AEW&C dengan Erieye radar
atau....
DUA Sukhoi DOANG (yg cuma bikin tekor uang rakyat -- karena lebih mahal!)
wong gendeng |
13 Mar 2015 20:11:16
saya tetap dengan pemahaman saya dari dulu ( anggap saja saya Bodoh )
mau beli Su- 35 ,Gripen atau Typhon saya tak berminat membahasnya.
semua itu ibarat Rumah-rumahan pasir di tepi pantai yg sekali tendang Langsung Hancur.
saya cuma satu di antara jutaan orang indonesia yg berharap Hukum dan Keadilan dapat berdiri seutuhnya di Negara ini.
Admin |
13 Mar 2015 20:12:37
@ Melektech,
Mungkin mas perlu menjelaskan apa yg mas maksud tawaran "tradisional", karena sama sekali ga paham apa yg mas maksud.
Salam
bagus |
13 Mar 2015 20:23:35
Dari penjelasan bung Gripen Indonesia, saya melihat jika kita memilih pesawat Gripen maka akan menjadi keharusan bagi kita untuk mengganti seluruh sistem pesawat tempur dengan Gripen dan menginvestasikan untuk membeli semua peralatan pendukungnya (mengganti 2 jenis pesawat - SU dan F16 dengan Gripen). Hal ini sangat mahal dan kurang strategis karena waktu yg lama untuk mendapatkan Gripen E/F dan NG, harus menyewa terlebih dahulu Gripen C/D, dan harus mengganti peralatan pendukungnya.
Untuk saat ini hingga 5 tahun ke depan, adalah sangat strategis bagi Indonesia untuk membeli SU 35. Setelah terpenuhi aspek pemukul strategis oleh SU 35, baru kita membeli Gripen versi terakhir (E/F atau NG) yg lebih gahar dari versi C/D (baru kita isi kelas medium dengan pesawat hebat Gripen versi terakhir).
Menurut saya ini adalah strategi yg pas untuk situasi Indonesia saat ini tet-a-tet dengan potensi ancaman negara2 sekitar dalam waktu saat ini hingga 5 tahun ke depan...
bagus |
13 Mar 2015 20:43:16
...dan sangat tidak bijaksana dan strategis untuk menafikkan potensi embargo yg akan muncul. tanda2 sudah ada seperti yg dialami Argentina dan Saudi Arabia walaupun ini masih bisa didebat. Pemilihan Gripen untuk mengganti tugas heavy fighter saat ini sangat riskan dalam hal kemampuan dan efektifitas tempur, terlebih versi Gripen yg tersedia saat ini belum setaraf untuk menjalani tugas sebagai heavy fighter.
Jadi pilihannya, untuk 5 tahun ke depan agar diisi SU 35 sambil menyiapkan untuk membeli Gripen versi terakhir pada tahun 2023-2030 sebagai medium fighter yg setara dengan heavy fighter
Gripen-Indonesia |
13 Mar 2015 21:01:11
=========================================================================
Dari penjelasan bung Gripen Indonesia, saya melihat jika kita memilih pesawat Gripen maka akan menjadi keharusan bagi kita untuk mengganti seluruh sistem pesawat tempur dengan Gripen dan menginvestasikan untuk membeli semua peralatan pendukungnya (mengganti 2 jenis pesawat - SU dan F16 dengan Gripen). Hal ini sangat mahal dan kurang strategis karena waktu yg lama untuk mendapatkan Gripen E/F dan NG, harus menyewa terlebih dahulu Gripen C/D, dan harus mengganti peralatan pendukungnya.
=========================================================================
Inilah salah satu lagi akibat membaca komentar cuma sekilas -- dengan bahasa sales "SU-35 senjata yg strategis" tetap memenuhi pikiran.
Perhatikan baik2 konteks tulisan sy diatas -- kalau memang waktu yg jadi masalah untuk membeli Gripen-E sebagai pengganti F-5E; MAKA menyewa Gripen-C/D akan menjadi pilihan yg baik untuk menunggu sampai Gripen-E/F selesai diproduksi di tahun 2023.
Tapi ide anda sendiri --- "untuk mengganti semua pesawat tempur dengan Gripen dan menginvestasikan semua peralatan pendukungnya" --- justru adalah ide yg sangat BAGUS.
Akan jauh lebih ekonomis untuk mengganti semua pesawat TNI-AU --- dalam jangka panjang (JADI bukan sehari-semalam) --- secara bertahap dengan Gripen-E/F. Sukhoi Su-27/30 pasti yg akan dipensiunkan paling pertama di tahun 2025 (krn airframe-nya umurnya pendek dan cepat kadaluarsa), lalu menyusul BAe Hawk-209 di tahun 2030, dan F-16 Block-52ID di tahun 2035 - 2040.
Hal ini akan sangat memudahkan maintenance, stock untuk spare part dan persenjataan, training pilot, dan tentu saja akan sangat ramah dengan keuangan negara.
Pemerintah Indonesia akan tetap dapat berkonsentrasi untuk pembangunan ekonomi -- infrastruktur, pendidikan, industri, pertambangan, dan pangan, tanpa perlu pusing di-sandera oleh biaya operasional Sukhoi yang antara $40,000 - $49,000 / jam.
Tentu saja, seperti ide anda, investasi dalam infrastruktur pertahanan Indonesia -- seperti pesawat AEW&C dan Air tanker baru juga akan jauh lebih mudah untuk terwujud.
Wah, dengan 5 - 6 skuadron Gripen-E, Sistem Radar Network yang rapi, dan dukungan dari 4 - 6 pesawat AEW&C berbasiskan Erieye radar -- skrg pencegatan pesawat asing akan dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari setengah jam.
Sekali lagi ini adalah ide yang justru sangat BAGUS.
bagus |
13 Mar 2015 21:11:21
Memang bagus, seperti yg sudah saya nyatakan dalam tulisan saya sebelumnya.....namun kurang tepat dan strategis untuk dilaksanakan dalam 5 tahun ke depan.
Akan lebih tepat dilaksanakan pada tahun 2023
Jadi untuk saat ini pemilihan SU35 4 adalah yg sangat strategis untuk dilakukan Indonesia
Melektech |
13 Mar 2015 23:43:05
@Bagus
Anda itu ngak pernah membaca komentar orang lain, tapi langsung berkomentar
ibarat di kelas, ketika pelajaran hampir selesai, tapi anda meminta DI ULANG lagi dari awal
@Admin
itu sambungan dari komentar saya di atas (replay dari komentar @bayu)
Melektech |
14 Mar 2015 00:17:50
Saya sendiri bertanya-tanya, apa yang dimaksud negoisasi secara TRADISIONAL itu ini :
http://www.tempo.co/read/news/2012/03/23/063392177/ICW-Pemerintah-Tidak-Transparan-Soal-Sukhoi
http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/063391503/KPK-Selidiki-Korupsi-Pembelian-Sukhoi
phoenix15 |
14 Mar 2015 01:21:28
@Admin and Melektech
Cara tradisional kemungkinan adalah adanya imbalan/ komisi buat yang membantu pembelian itu terjadi. Makanya saya tidak khawatir jika SU-35 dipilih sekarang, asal armament, Radar, dan IR nya disertakan. Jangan cuman beli mesin dan struktur nya doang.
@GI
Apa yang akan anda lakukan jika SU-35 terplilih skr ?
Gripen NG dan SU-35 bersaing sangat ketat, tapi perlu tunggu Pak Presiden ke AS. Apakah akan ada negosiasi tingkat dewa disana ? Who knows.
Gripen NG saya pikir bisa untuk periode berikutnya tapi tawaran RBS-15 itu benar-benar menggiurkan. Indonesia gak perlu pusing beli pespur, asal bisa bikin missile sekelas RBS-15, Exocet ny Prancis, syukur-syukur Meteor.
Admin |
14 Mar 2015 05:53:17
@Melektech,
Kalau mas jg masih bertanya tanya apa artinya, kok sering diulang ulang di beberapa komentar ya? Kalau itu terkait korupsi, wah kayaknya sangat susah untuk memastikan tidak ada korupsi di pengadaan di militer indonesia. Siapapun pemenang tender pengganti F5 nanti, saya tidak yakin tidak ada unsur itu didalamnya.
just IMHO n CMIIW
Gripen-Indonesia |
14 Mar 2015 08:12:36
Transaksi militer sbnrnya adalah transaksi yang paling KOTOR di dunia.
Dari tingkat KORUPSI transaksi, Indonesia sebenarnya termasuk daftar hitam (category E) -- alias negara yg dinilai paling korup dalam transaksi militer.
==========================================================================
http://www.theguardian.com/business/2013/jan/29/arms-manufacturers-do-little-over-corruption
==========================================================================
Band E countries, where there is "very high risk" of corruption, include Saudi Arabia, Indonesia, Oman, Sri Lanka, Venezuela, Iran, Iraq, Nigeria, Morocco, Qatar, Uzbekistan, and Zimbabwe.
==========================================================================
Some 70% of countries leave the door open to waste and security threats as they lack the tools to prevent corruption in the defence sector, according to the study. Half of the those countries' defence budgets lack transparency entirely, or include only very limited information, TI says. And in 70% of the countries, citizens are denied a simple indication of how much is spent by their government on classified weapons projects.
The index shows that only 15% of governments possess political oversight of defence policy that is comprehensive, accountable and effective. In 45% of countries there is little or no oversight of defence policy, and in half of there is minimal evidence of scrutiny of defence procurement.
=======================================================================
Salah satu cara untuk mengurangi resiko korupsi dalam transaksi militer adalah dengan melakukan Government-to-Government deal secara langsung.
Transaksi model ini akan mem-bypass makelar2 penengah antara negara pembeli dan industri yg menjual, dan menambah banyak transparansi.
Sepengetahuan saya, "hibah" dan upgrade F-16 Block-52ID dilakukan dengan system G-to-G.
Eurofighter Typhoon, Gripen, dan F-16 Block-60/62 juga sepertinya akan ditawarkan melalui sistem ini. IMHO, lebih baik memang deal langsung dengan Eurofighter, atau Gripen -- krn dua perusahaan disini (EADS CASA dan SAAB) reputasinya lebih bersih dibanding Lockheed-Martin.
## Pernah ada acara sogokan dalam penjualan Gripen-C/D ke Afrika Selatan -- tapi yg menjadi penyogok adalah BAe -- partner SAAB waktu itu utk menjual Gripen. Begitu skandal ini terbuka, Gripen Internasional bubar, dan sejak itu SAAB menjual Gripen sendirian.
Sedangkan transaksi Sukhoi 12 tahun terakhir -- dan transaksi untuk Su-35 -- kita sudah bisa menebak dengan aman apa yg terjadi, mengingat transaksi dengan perusahaan Ruski = transaksi dngn mafia senjata.
Melektech |
14 Mar 2015 08:17:19
Hanya Pancingan, hanya sekedar OOT, hanya mengingatkan.
Hanya titipan dari teman ICW
Proses pengadaan Alutsista made-in Eropa dan AS selalu diumumkan secara terbuka.
Contohnya kontrak dari DoD USA, beserta nominal dan spec umumnya
Apalagi ada peraturan baru beberapa negara Eropa, yang akan mengumumkan setiap pembelian Ekspor persenjataan, seperti Jerman
Setiap pembeliannya pasti diliput oleh banyak media, bahkan semua di Indonesia
Hal itu jauh berbeda dengan Rusia, yang selalu disembunyikan (siluman) dalam setiap ekspornya. tiba-tiba barang sudah datang gitu saja.
Sehingga timbul banyak sekali kecurigaan mengenai PENGURANGAN SPEC
untuk mengelabuhi / menyamarkan tindak pidana Korupsi
dengan alasan KLASIK / KUNO ===> rahasia negara
Seperti kejadian kemarin, yang heboh adalah selain Sukhoi Batch-1, Batch-2 dan Batch-3, ada Mi-17, ada Mi-2, bukan main bukan ?
bagus |
14 Mar 2015 08:36:06
@ Melektech
Justeru saya baca semua komentar yg ada di artikel ini dan artikel2 sebelumnya. Semua penjelasan teknis dan argumen dari bung GI yg lengkap dan komprehensif.
Komentar saya di atas adalah kesimpulan saya setelah membaca komentar2 tersebut ditambah sudut pandang saya terhadap isu SU RD dan Gripen.
Kalau anda lebih jeli untuk menyimak tulisan saya pasti akan mengetahui hal ini.
Tentu pendapat saya berbeda dengan anda, tapi saya setuju saja untuk pengadaan Gripen namun setelah SU 35 dibeli dan dilaksanakan tahun 2023 seperti yg sudah saya sampaikan di atas.