26 Aug 2014 22:48:28 | by Admin
| 30776 views | 6 comments
|
4.5/5 Stars dari 1 voter
Pesawat tempur F-5 TNI AU yang sudah menua direncanakan akan segera diganti dengan pesawat tempur yang lebih modern dan canggih. Beberapa kandidat penggantinya sudah di pelajari oleh pihak terkait, dimana keputusan akhirnya direncakanan akan di umumkan tahun 2015 nanti. Beberapa kandidat yang sudah santer terdengar menjadi pengganti F-5 TNI AU adalah Gripen E/F dari Swedia, Su-35 BM dari Rusia, Dassault Rafale dari Prancis, EF Thypoon dari UE, F-16 Block 60, F-15 dan F-18 Super Hornet dari US. Dua kandidat yang terakhir saya sebutkan baru muncul setahun belakang ini.
Di blog AnalisisMiliter.com ini, saya sudah menganalisa beberapa kandidat dalam hal peluangnya menjadi pengganti F-5 TNI AU. Sebelumnya saya sudah membahas 3 kandidat yaitu Su-35 BM, Dasault Rafale, dan Tambahan F-16 Hibah. Untuk membaca detail analisa saya terhadap ketiga kandidat pengganti F-5 tersebut, silahkan klik masing-masing linknya.
F-16 Block 60/61 : varian F-16 Paling Canggih saat ini
Kali ini, saya akan membahas kandidat ke empat pengganti F-5 TNI AU, yaitu F-16 Block 60/61. Kenapa saya menyebut F-16 Block 60/61 bukan Block 60 saja? Ya karena tidak lain adalah saya ingin menekankan usulan menggunakan radar yang lebih advanced dibanding dengan F-16 Block 60 yang dimiliki UEA. Sebagaimana kita ketahui bersama, varian tercanggih F-16 saat ini adalah F-16 Block 60 yang di miliki oleh UEA. Sedangkan F-16 Block 61 sendiri sejatinya belum ada karena belum di produksi. Varian Block 61 ini sejatinya juga belum menjadi nama resmi, hanya saja F-16 Block 60 UEA yang direncakan di upgrade menggunakan radar SABR/RACR menggunakan kode Block 61 ini. Beberapa Negara lain yang menngupgrade armada F-16 mereka juga menggunakan varian radar SABR/RACR ini.
Upgrade F-16 Taiwan menggunakan radar SABR Northop Gruman
Perbedaan mendasar antara F-16 Block 60 dan F-16 Block 61 sejatinya ada di perbedaan radarnya. F-16 Block 60 menggunakan radar APG-80 AESA. Sedangkan F-16 Block 61 menggunakan radar SABR/RACR yang merupakan radar AESA yang lebih canggih dari APG-80. Radar SABR sendiri adalah pengembangan dari radar APG-80 AESA yang digunakan oleh F-16 Block 60. Sedangkan radar RACR adalah turunan dari radar APG-79 AESA yang digunakan di F/A-18 Super Hornet.
Kembali ke usulan saya F-16 Block 60/61 sebagai pengganti F-5 TNI AU, maka mari kita bahas satu persatu factor pertimbangan saya sehingga saya menganggap bahwa F-16 Block 60/61 adalah kandidat yang layak dipertimbangkan sebagai pengganti F-5 TNI AU. Memang pilihan ini bukanlah pilihan absolute paling baik dan tepat bagi Indonesia, tetapi mempertimbangkannya saya rasa tidaklah terlalu berlebihan.
Efek Gentar F-16 Block 60/61 di Kawasan Sekitar Indonesia
Pengganti F-5 ini rencanya di umumkan pada tahun 2015, maka kemungkinan besar pengganti F-5 ini baru bisa benar-benar operasional paling cepat di tahun 2018-2020 nanti. Maka untuk melihat apakah F-16 Block 60/61 punya efek gentar di kawasan, maka mari kita lihat apa yang menjadi lawannya di kawasan. Sebagaimana kita ketahui, Australia sudah membeli puluhan F-35 yang merupakan pesawat generasi ke 5. Australia juga memiliki 24 unit F/A-18 Super Hornet yang setengahnya sudah dikonversi menjadi E/A-18 Growler yang dikhususkan untuk peperangan elektronika. Sedangkan Singapura sendiri juga menunjukkan ketertarikan untuk membeli F-35, dan Singapura juga sudah mengumumkan untuk mengupgrade puluhan F-16 Block 52 mereka menjadi standar F-16 Block 61 yaitu menggunakan radar SABR/RACR. Itu artinya F-16 Singapura ini akan menjadi setara dengan F-16 Block 61 yang kita usulkan sebagai pengganti F-5 ini. Belakangan Singapura juga diisukan menambah jumlah F-15 SG mereka secara diam-diam. Di sisi lain, Malaysia juga dalam beberapa tahun kedepan akan menggantikan Mig-29 mereka dengan pesawat baru, dimana kandidatnya antara lain adalah Gripen, Rafale, Super Hornet dan EF Typhoon.
Dengan melihat hal ini, maka lawan ‘tanding’ F-16 Block 60/61 (jika terpilih sebagai pengganti F-5) adalah F-35, F/A-18 Super Hornet, E/A-18 Growler, F-15 SG, F-16 ‘setara’ Block 61 Singapura, Su-30 MKM dan MRCA Malaysia. Melawan sederet pesawat tempur tetangga itu, saya rasa F-16 Block 60/61 cukup memiliki efek gentar membuat tetangga di kawasan berpikir ulang untuk menggannggu Indonesia. Hal ini karena teknologi pada F-16 Block 60/61 juga relative canggih, apalagi sudah memiliki salah satu radar AESA paling canggih saat ini.
Masalah Harga Yang Relatif Mahal
Memang alutsista khususnya pesawat tempur generasi 4+ rata rata memiliki harga yang mahal. Dari semua kandidat pengganti F-5 yang sudah saya sebut diawal, hamper semua harga akuisisi diatas $100 juta/unitnya. Demikian juga F-16 Block 60/61 juga tentunya relative mahal, dimana prediksi saya mencapai $120 Juta/unitnya. Itu artinya untuk mengganti F-5 dengan satu skuadron (16 unit) F-16 Block 60/61, setidaknya Indonesia harus menganggarkan dana sekitar $2 Miliar. Sebuah nilai pembelian alutsista yang sangat besar untuk ukuran Indonesia, bahkan lebih besar dari dari nilai pembelian 3 unit Kapal Selam DSME-209 dari Korea Selatan yang menelan dana sekitar $1.3 Miliar.
Memang harga yang mahal ini cukup relative, karena kandidat lainnya juga memerlukan dana akuisis yang tidak jauh beda dari nilai $2 Miliar diatas.
F-16 Block 60/61 dan Project KFX/IFX Korea - Indonesia
Sebagaimana kita ketahui bahwa saat ini Indonesia bekerjasama Korea Selatan sedang mengembangkan pesawat tempur generasi 4.5 dengan nama Project KFX/IFX sejak beberapa tahun lalu. Menariknya Lockheed Martin (LM) sudah dipastikan akan membantu project ini sebagai bagian timbal balik karena F-35 produksi LM sudah dipilih oleh Korea Selatan sebagai pemenang tender FX-III. Banyak pihak di Indonesia yang sangsi apakah LM akan membantu sepenuh hati Project KFX/IFX karena selain melibatkan Korea Selatan juga melibatkan Indonesia yang bukan sekutu dekat Amerika.
Jika F-16 Block 60/61 yang juga produk Lockheed Martin dipilih sebagai pengganti F-5, maka Indonesia juga punya daya tawar yang besar agar LM benar benar membantu project KFX/IFX. Itu artinya LM posisi tawar Indonesia dan Korea Selatan bisa semakin besar untuk mendorong LM untuk mendukung project KFX/IFX ini. Dari Korea Selatan, LM punya kepentingan atas tender FX-III yang sudah dimenangkan F-35 dan dari sisi Indonesia, LM punya kepentingan agar F-16 Block 60/61 dipilih sebagai pengganti F-5 TNI AU. Itu artinya Indonesia punya daya tawar untuk menjamin LM tidak mengabaikan kepentingan Indonesia dalam Project KFX/IFX.
Kompatibilitas F-16 Block 60/61 dengan armada pertahanan udara Indonesia lainnya
F-16 Block 60/61 sejatinya adalah pesawat yang sangat berbeda dengan pesawat yang ada di TNI AU saat ini. Bahkan dengan F-16 ‘setara’ Block 52 Indonesia yang baru tiba pun, ada perbedaan yang jauh dengan F-16 Block 60/61 ini. Sebagai contoh mesin, airframe, dan radar F-16 Block 60/61 sangat berbeda dengan mesin, airframe dan radar F-16 ‘setara’ Block 52 dan F-16 Block 15 OCU TNI AU. Sehingga bisa dibilang, walaupun sama sama varian F-16, sejatinya pesawat ini benar benar berbeda dengan F-16 yang dimilik Indonesia saat ini.
Pesawat yang berbeda ini akan menambah banyak jenis pesawat tempur yang beroperasi di TNI AU. Sebut saja F-16 menjadi 3 jenis yaitu F-16 Block 15 OCU, F-16 Block 25 Upgrade, dan F-16 Block 60/61. Ditambah lagi armada Flanker TNI AU yang juga ada 4 jenis yaitu Su-27 SK, Su-27 SKM, Su-30 MK dan Su-30MK2. Hal ini tentunya akan membuat masalah dalam logistic dan maintenance bagi semua armada pesawat tempur TNI AU yang jenisnya sangat beragam ini.
Namun berita baiknya adalah senjata yang bisa digunakan di F-16 ‘setara’ Block 52 juga bisa digunakan di F-16 Block 60/61, meskipun ada beberapa senjata yang bisa digunakan di F-16 Block 60/61 tidak bisa digunakan di F-16 ‘setara’ Block 52. Type persenjataan yang relative sama dengan senjata yang bisa dibawa F-16 ‘setara’ Block 52, setidaknya akan membuat type senjata yang harus dibeli menjadi lebih sedikit. Hanya perlu di perbanyak jumlahnya saja.
Faktor Ketergantungan Militer Kepada Amerika
Fakta bahwa F-16 Block 60/61 adalah produk Lockheed Martin yang merupakan perusahaan Amerika, sedikit banyak akan membuat Indonesia bergantung kepada produk militer Amerika. Sebagai mana kita ketahui Militer Indonesia sudah pernah mengalami embargo militer pada tahun 1999-2005 yang membuat Militer Indonesia menjadi sangat lemah ketika itu. Saat ini, di Angkatan Udara Indonesia sudah ada 10 unit F-16 Block 15 OCU dan akan datang 24 unit F-16 ‘setara’ Block 52 yang merupakan produk Amerika. Bahkan pesawat tempur latih T-50i juga memiliki banyak sekali komponen produk Amerika didalamnya. Belum lagi pesawat angkut militer dan Helikopter. Yang relative berbeda jauh ‘hanyalah’ 16 unit Su-27/30 yang merupakan produk Rusia.
Jika ditambah dengan F-16 Block 60/61, maka alutsista Militer Indonesia akan semakin banyak produk Amerika, dan sedikit banyak akan membuat Indonesia lebih condong ke Amerika. Satu sisi ini akan menjadi negative karena Indonesia akan semakin bergantung kepada Amerika. Jika terjadi embargo militer dari Amerika ke Indonesia, ini bisa menjadi mimpi buruk seperti ketika tahun 1999-2005. Namun saya melihat, Amerika sudah tidak bisa segampang dulu mendikte Indonesia karena Amerika bukan se-super power dulu (sudah ada China sebagai saingannya) dan Indonesia sendiri tidaklah selemah dahulu. Amerika pasti berpikir berulangkali jika ingin menjatuhkan embargo militer lagi ke Indonesia, karena Amerika punya kepentingan besar atas Indonesia untuk membendung pengaruh China di Asia Pasifik.
Disisi lain, semakin banyaknya alutsista buatan Amerika di Angkatan Udara Indonesia jika F-16 Block 60/61 di pilih sebagai pengganti F-5, maka ini bisa menjadi satu peluang baik untuk membangun sebuah angkatan udara yang bisa terkoneksi dalam Network Centryc Warfare. Hal ini karena membuat system ini akan lebih mudah jika pesawat tempur TNI AU berasal dari produk dengan standart NATO, bukan kombinasi NATO dan Rusia, seperti yang ada saat ini.
Kesimpulan : F-16 Block 60/61 Layak Dipertimbangkan sebagai Pengganti F-5 TNI AU
Dengan berbagai pertimbangan factor diatas, saya rasa pemilihan F-16 Block 60/61 sebagai pengganti F-5 TNI AU cukup masuk akal untuk dilakukan Indonesia. Memang tidak bisa dipastikan bahwa ini adalah pilihan terbaik, namun saya rasa memilih F-16 Block 60/61 ini sebagai pengganti F-5 memiliki beberapa nilai positif bagi Indonesia. Dan memang tidak bisa di pungkiri juga bahwa selain nilai positifnya, pilihan ini juga memiliki beberapa dampak negative bagi Indonesia.
Namun apapun yang akan dipilih pemerintah baru Indonesia nantinya, kita berharap Kekuatan Militer Indonesia akan semakin kuat dan membuat Indonesia semakin disegani oleh Negara Negara di kawasan. Ini untuk menjamin bahwa tidak ada Negara manapun yang berani mengganggu kedaulatan NKRI. Sekian dari saya, salam AnalisisMiliter.com
Label :
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Hubungan Antara HAM, Embargo dan F-16 di Indonesia
2.
Indonesia diantara Pesawat Tempur KFX/IFX, Typhoon dan F-5
3.
Modernisasi Alutsista Kapal Selam di ASEAN
4.
Kekuatan Militer Indonesia 2014 Unjuk Gigi di HUT TNI ke-69
5.
Kedatangan 3 Unit F-16 C/D Block 52ID Tertunda 2 Hari
6.
Welcome Home To Super Tucano, NC-295, KT-1 Wongbee, CN-235 MPA dan NBell-412 EP
7.
3 Unit F-16 C/D Block 52ID Sudah Tiba di Indonesia
8.
Pesawat Tempur Gripen E/F Sebagai Pengganti F-5 TNI AU
9.
Prediksi Pesawat MRCA Malaysia
10.
Militer Indonesia dan Kontrak Pembelian Alutsista (No Hoax)
Robbi Militer |
29 Sep 2014 12:54:44
sebenarnya F-15 E masuk kandidat pengganti F-5 apa enggak sih? di kaskus militer, banyak yg bilang gitu
Admin |
08 Oct 2014 13:05:36
@mas Robi,
setau saya dulu F-15 E sempat masuk kandidat pengganti F-5 TNI AU. tapi belakangan sepertinya sudah tidak lagi, karena informasi terakhir, kandidatnya tinggal 3 saja, yaitu Su-35BM, Gripen dan F-16 Block 60..
dimana Su-35 BM digandanggadang sebagai kandidat paling kuat. F-15 E sepertinya sudah keluar dari kandidat
hadiyanto |
18 Oct 2014 15:01:04
Saya koq ga sepaham sama si admint ini dg kata²nya dlm membahas/analisa tentang f16 blok 61 dan ancaman embargo dr amrik.
Menurut sy klo mau cari daya genter/effect deterent koq yg setara, klo bisa diatasnya bukan setara. Pasnya ya Su35 yg udah jelas² tetangga bergidik. Jelas bebas embargo klo dr rusia.
Gripen-Indonesia |
20 Oct 2014 11:23:30
Kalau dari segi embargo militer US, saya rasa kemungkinannya sudah sangat kecil sekali sekarang - dengan sudah rontoknya masa diktatorial Orde Baru.
Tetapi pembelian dari US tetap masih menyimpan banyak masalah terselubung.
Pertama, bahas dulu hal2 positif dari TNI-AU memilih F-16 Block 62 (mesin P&W):
- Sudah sangat cekatan dalam maintenance, support, dan operasional F-16 - bahkan saat di embargo militer di tahun 2003, masih bisa menerbangkan 2 pesawat yg dipersenjatai penuh di Insiden Pulau Bawean.
- Infrastruktur sudah lebih siap.
- Pengalaman memakai versi lama juga sudah cukup matang dan mendalam
- Biaya operasional yang kira2 US$7,800 per jam (mungkin realitanya sedikit lebih mahal dari angka ini) jauh lebih murah dibanding biaya $30,000 per jam untuk Su-27/30 di Skuadron-11.
- Block 62 paling sedikit akan menambahkan AESA radar - standar baru untuk 50 tahun ke depan di semua pesawat tempur di dunia.
- Tidak seperti Su-27/30 (atau pilihan Su-35) yang banyak problem compatibility , F-16 Block-62 akan lebih mudah untuk diintegrasikan ke sistem pertahanan yang sudah ada sekarang.
- Kalau dari harga per unit yang kelihatan mahal -- ini kemungkinan krn tawaran ini disertai paket untuk maintenance, support, dan training. Dari segi harga kosong, biar bagaimana, F-16 akan tetap jauh lebih murah dibanding pilihan2 lain yg pernah disebut (F-15, Typhoon, dan Rafale).
- Su-35 akan terlihat lebih murah disini, tetapi senjata buatan Russia sudah termasyur lebih susah untuk di-support dan di-upgrade. Sekali lagi saya mengulang, pengalaman India yang mempunyai 200 Su-30MKI tidak bisa dikatakan baik. Padahal jumlah yang mereka miliki berarti biaya operasional, support, dan spare part per pesawat pasti sudah jauh lebih murah dibanding Indonesia yang hanya akan mengoperasikan 32 pesawat. Sedangkan, Su-35 adalah tipe yang sama sekali baru, yang belum teruji secara operasional dibanding Su-27/30 Indonesia atau Su-30MKI.
Dalam hal ini beli murah Su-35 -- kita bisa menanggung biaya yang lebih besar untuk biaya pengoperasian, upgrade, support dan maintenance di 30 tahun ke depan. Ada faktor resiko bahwa Su-35 Indonesia tidak akan pernah siap tempur sampai 10 tahun lagi.
Efek Negatif dari keputusan memilih Block 62:
- Software source code akan dikunci Amerika Serikat. Artinya, US bisa secara tidak langsung mengontrol kesiapan tempur F-16 Indonesia, krn mereka bisa mendikte "level of threat" yg bisa dihadapi.
- Indonesia tidak akan pernah mendapat ijin untuk membeli senjata2 yang sebanding dengan apa yang sudah distock RSAF (Singapore) dan RAAF (Australia) --- senjata Amerika paling top skrg untuk ekspor adalah AIM-9X (jarak dekat) dan AMRAAM C7. Kemungkinan besar kita hanya akan mendapat AIM-9M dan AMRAAM C5 -- maksimum.
- (Lihat 2 di atas); Kemungkinan besar F-16 Block-62 Indonesia dari segi radar dan persenjataan akan diatur supaya masih 1 tingkat dibawah F-16V Singapore atau F-18F Australia.
- Perlengkapan lain; apakah kita akan mendapat JHMCS (Joint-Helmet-Mounted Cueing System) untuk bisa menembakkan AIM-9M/X mengikuti arah pandangan pilot? F-16 Block-52ID tidak diperlengkapi fitur ini.
- Data Network; apakah kita akan mendapat Link-16? Seberapa bagus level Networking yg kita bisa dapat? Ini adalah data network standar di NATO. F-16 Block-52ID lagi2 tidak diperlengkapi Link-16 juga... akan sangat janggal kalau Block-62 bisa mendapat Link-16, sementara 32 pesawat F-16 lain yang sudah kita miliki tidak punya.