27 Oct 2012 13:21:34 | by Admin
| 41853 views | 0 comments
|
0/5 Stars dari 0 voter
Tak terasa, AnalisisMiliter.com sudah hampir berusia 6 bulan. Semakin hari semakin banyak saja pengunjung blog ini, bahkan diluar dugaan saya sebelumnya. Pada awalnya hanya sekitar 50-100 uniqe visitor setiap harinya di blog ini, maka saat ini sudah mencapai 900-1.500 uniqe visitor per harinya. Sungguh pencapaian yang luar biasa. Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya yang telah mau berkunjung ke blog ini, terlebih lagi bagi pengunjung yang sudah bersedia ikut diskusi dalam blog ini. Terima kasih juga saya sampaikan karena sampai saat ini, kondisi blog ini masih terhindar dari diskusi yang tidak membangun. Terima kasih karena pengunjung masih mau menjaga sopan santun dan etika dalam berdiskusi di AnalisisMiliter.com ini.
Tak terasa juga sudah puluhan artikel yang admin AnalisisMiliter.com tuliskan dari banyak topic. Tetapi dari semua artikel tersebut, belum sekalipun saya menyentuh militer negara lain secara khusus. Sebelumnya tulisan saya selalu berhubungan dengan Militer Indonesia, kalaupun militer negara lain saya tuliskan, maka itu pasti ada kaitannya dengan militer Indonesia. Nah, mulai saat ini admin AnalisisMiliter ingin mencoba memberikan sebuah pandangan dan wawasan baru bagi pembaca semua. Wawasan berupa militer negara lain selain Indonesia. Secara jujur, dari sekian banyak negara tetangga Indonesia, saya lebih memberikan perhatian kepada 4 negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura, Australia dan Thailand. Bukan berarti admin AnalisisMiliter.com hanya tertarik akan 4 negara ini, namun lebih karena pemahaman saya tentang militer ke 4 negara ini lebih baik dari pemahaman saya terhadap militer negara lain.
Berkaca kepada kenyataan ini, saya tertarik untuk mebahas militer Malaysia terlebih dahulu. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa admin AnalisisMiliter.com memilih militer Malaysia untuk di publikasikan disbanding negara yang lain. Jawabannya adalah karena saat ini, dari 4 negara yang saya sebutkan diatas, isu mengenai Militer Malaysia saat ini lebih menarik negara yang lainnya. Isu yang saya maksud adalah rencana Malaysia untuk menggantikan pesawat Mig-29N milik Malaysia. Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk meninggikan atau merendahkan suatu negara. Tulisan ini adalah opini pribadi admin AnalisisMiliter.com, yang bisa saja salah tetapi bisa juga benar.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Malaysia berencana melakukan ‘pensiun dini’ terhadap armada Mig-29N Malaysia. Saya katakana ‘pensiun dini’ karena sejatinya pesawat ini masih sangat layak untuk di operasikan sampai beberapa tahun kedepan. Namun dikarenakan ongkos operasional dan maintenance yang sangat besar untuk pesawat ini, maka pemerintah Malaysia berencana menggantikan Mig-29 ini. Ini dimaksudkan untuk menghemat anggaran militer.
Jet Fighter Malaysia saat ini
Saat ini, Fighter Malaysia terdiri dari 4 Jenis yaitu Sukhoi-30 MKM (18 unit), F-18 D (8 unit), Mig-29 N (15 Unit, tapi tidak semua aktif), dan F-5 E (kemungkinan sudah tidak operasional). Hawk-108/208 tidak saya ikutkan dalam daftar karena pesawat ini bukan merupakan fighter, tetapi lebih kepada jet serbu. Nah dari infomasi ini kita melihat bahwa sebenarnya terdapat 3 jenis Fighter utama yang dimilik oleh Malaysia, yaitu Sukhoi-30 MKM, F-18 D dan Mig-29 N. Kalau kita klasifikasikan ketiga Fighter ini, maka kita akan melihat bahwa Su-30 MKM adalah Heavy Fighter, sedangkan F-18 D dan Mig-29 N merupakan sama kelas Medium Fighter, yang artinya antara Mi-29 N dan F-18 D tidaklah berbeda jauh dari fungsi dan kegunaannya di TUDM. Maka dapat kita melihat bahwa menggunakan 2 jenis fighter untuk kelas dan role yang sama tentunya akan membuat biaya opeasional dan maintenance menjadi lebih mahal di bandingkan hanya menggunakan 1 jenis fighter untuk satu kelas tertentu.
Maka dapat kita pahami bahwa alasan TUDM untuk menggantikan Mig-29 N cukup masuk akal dan kedepannya akan memberikan banyak penghematan anggaran bagi militer Malaysia. Dengan menggantikan Mig-29 diharapkan TUDM tidak lagi mengoperasikan 3 jenis pesawat untuk Heavy dan Medium Fighter, tetapi cukup menggunakan 2 jenis fighter saja. Ini merupakan salah satu pertimbangan TUDM sehingga mau melakukan ‘pensiun dini’ terhadap Mig-29. Sedangkan kita tau sendiri bahwa TUDM belum ada rencana untuk melakukan ‘pensiun dini’ terhadap armada F-18 D mereka.
Kandidat untuk Multi-Role Combat Aircraft(MRCA) Malaysia
Dari beberapa media yang kit abaca, kita dapat membaca bahwa ada beberapa kandidat untuk MRCA ini. Diantaranya adalah Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, F-18 E/F Super Hornet dan Saab Gripen. Namun sampai saat ini, belum ada kejelasan mengenai siapa yang memenangkan pertarungan dalam MRCA Malaysia ini. Kabar terbaru yang kita dengar adalah bahwa penentuan pemenang akan dilaksanakan setelah selesainya Pilihan Raya 2013 di Malaysia. Nah, mari kita coba bahas bersama-sama peluang dari masing-masing kandidat ini dalam pertarungan menjadi MRCA Malaysia ini.
Eurofighter Typhoon
Pesawat Jet yang satu ini admin AnalisisMiliter.com rasa kita sudah tau sendiri kehebatannya. Sama seperti kandidat yang lain, jet ini merupakan salah satu jet terbaik saat ini. Peluang untuk terpilihnya Eurofighter Typhoon cukup besar, mengingat Malaysia sendiri adalah negara yang tergabung dalam negara Persemakmuran Inggris. Kita tau sendiri bahwa Inggris adalah salah satu pelopor Eurofighter Typhoon. Produsen Eurofighter Typhoon tampaknya akan berjuang keras untuk memenangkan jet mereka dalam pertarungan ini apalagi beberapa waktu lalu mereka baru saja mengalami kekahalan telak dari Dassault Rafale dalam program sejenis di India. Kekalahan dalam memperebutkan project 126 Jet di India, tentu tidak ingin dialami lagi oleh produsen Eurofighter Typhoon. Malaysia sendiri sudah menyatakan ketertarikan mereka kepada kemampuan pesawat ini.
Namun, bukan tanpa kekurangan, Eurofighter Typhoon ini juga harus mengalami kendala dalam project MRCA Malaysia ini. Seperti sebelumnya saya informasikan bahwa saat ini, selain Mig-29 N yang akan digantikan Malaysia masih memiliki 8 unit F-18 Hornet dalam kelas medium Fighter mereka. Membeli Eurofighter Typhoon untuk menemani F-18 sebagai jet medium fighter di TUDM, agaknya akan membawa TUDM dalam masalah operational dan maintenance cost yang tidak jauh berbeda ketika Mig-29 N masih mendapingi F-18 sebagai medium fighter Malaysia. Jadi tujuan awal project MRCA untuk menekan biaya operasional dan maintenance agaknya akan sulit tercapai jika masih ada 2 type pesawat medium fighter. Apalagi sudah ada Su-30MKM dalam kelas Heavy Fighter.
Solusi yang paling memungkinkan menurut admin AnalisisMiliter.com bagi TUDM agar lebih mudah mengakuisisi Eurofighter Typhoon adalah dengan menjual F-18 Hornet mereka kepada negara lain, sehingga Malaysia hanya akan memiliki 2 tipe fighter yaitu Su-30 MKM (Heavy Fighter) dan Eurofighter Typhoon (Medium Fighter). Namun yang menjadi masalah kembali adalah apakah Amerika Serikat sebagai produsen F-18 mengijinkan Malaysia menjual F-18 TUDM ke negara lain. Seperti kita ketahui bahwa asset militer yang dibeli dari Amerika Serikat, harus mendapat persetujuan Amerika Serikat jika negara pembeli ingin menjualnya kembali ke negara lain. Bahkan untuk sekedar di hibahkan sekalipun harus ada persetujuan. Hal ini terlihat dari hibah Tank Amphibi dari Korea Selatan ke Indonesia yang juga harus mendapatkan persetujuan Amerika. Amerika Serikat tentunya memiliki kepentingan dibalik ini. Kita tau sendiri bahwa Amerika Serikat sendiri memiliki kandidat dalam MRCA Malaysia ini yaitu F-18 E/F Super Hornet. Amerika sendiri tentu akan mengupayakan agar kandidat mereka lah yang menang, bukan pesaing mereka.
Dassault Rafale buatan Prancis
Pesawat Tempur yang satu ini juga tidak usah kita ragukan lagi kualitasnya. Baru-baru ini, Rafale memperoleh kemenangan telak atas Typhoon, F-16 IN, Mig-35 dan Grippen dalam tender 126 pesawat MRCA di India. Kememangan Rafale dalam tender yang sangat besar ini, sudah menunjukkan bagaimana kualitas Rafale ini. Malaysia sendiri juga sudah menunjukkan ketertarikan terhadap pesawat ini.
Namun, tidak jauh berbeda dengan Eurofighter Typhoon, tampaknya Rafale juga akan mengalami kendala yang sama. Jika TUDM mengakuisisi Rafale, maka Malaysia akan memiliki 3 tipe jet fighter yaitu Su-30 MKM (Heavi Fihgter), F-18 Hornet (Medium Fighter) dan Rafale (Medium Fighter) . Ini tidak akan membawa perubahan berarti dari komposisi fighter TUDM yang sebelumnya juga memiliki 3 tipe Fighter yaitu Su-30 MKM (Heavi Fihgter), F-18 Hornet (Medium Fighter) dan Mig-29 (Medium Fighter) . Sehingga jika Malaysia memutuskan membeli Rafale, maka biaya permasalahan mahalnya biaya maintenance dan operasional selama ini akan dialami kembali di masa yang akan datang. Sehingga tujuan awal untuk menghemat biaya operasional dan maintenance tampaknya akan sulit tercapai. Setidaknya inilah pendapat admin AnalisisMiliter.com
Solusi untuk membeli Rafale, hampir sama dengan Typhoon, yaitu menjual F-18 Hornet kenegara lain, sehingga TUDM hanya akan mengoperasikan 2 tipe pesawat yaitu Su-30 MKM (Heavy Fighter) dan Rafale (Medium Fighter) . Ini tentunya akan menghemat biaya operasional dan maintenance di masa yang akan datang. Namun pertanyaannya lagi, apakah Amerika Serikat akan bersedia untuk memberikan izin kepada Malaysia untuk menjual F-18 mereka ke negara lain? Sama seperti Typhoon neh kasusnya.
Saab Gripen Buatan Swedia
Saab Grippen adalah pesawat fighter buatan Swedia yang juga turut terlibat sebagai kandidat dalam MRCA Malaysia ini. Namun dari beberapa kandidat lain, agaknya Grippen adalah kandidat yang paling kurang diperhitungkan dalam tender ini. Hal ini dikarenakan banyaknya komponen buatan Amerika Serikat dalam pesawat ini, sehingga memungkinkan Amerika Serikat melakukan intervensi di masa yang akan datang jika Malaysia membeli Grippen. Selain itu, Malaysia sendiri agaknya lebih memilih kandidat lain di banding Grippen ini.
Selain itu, menurut admin AnalisisMiliter.com mengakuisisi Grippen akan membuat komposisi TUDM tidak banyak berubah. Jika sebelumnya ada 3 type Fighter yaitu Su-30 MKM (Heavi Fihgter), F-18 Hornet (Medium Fighter) dan Mig-29 (Medium Fighter) , maka dengan mengakuisisi Grippen maka TUDM tetap akan memiliki 3 type fighter yaitu Su-30 MKM (Heavi Fihgter), F-18 Hornet (Medium Fighter) dan Grippen (Medium Fighter) . Permasalah maintenance dan operasional akan tetap menghinggapi TUDM. Selain itu dari segi efek gentar, Grippen tidak akan membawa efek gentar yang cukup berarti di ASEAN. Hal ini karena ASEAN sudah dikelilingi Jet tempur yang menggetarkan seperti F-15 SG, Su-30 MKM, Su-30MK2, Su-27 SKM, F-16 Block 52 dan F-18 E/F Super Hornet dari Australia.
Namun sepertinya, Saab Grippen tidak kehabisan akal dalam memenangkan pesawat mereka dalam tender ini. Baru-baru ini, Grippen menawarkan opsi penyewaan Grippen dalam masa sekian tahun dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan membeli pesawat baru. Dalam jangka pendek, ini akan memberikan penghematan yang besar dalam TUDM, tetapi untuk jangka panjang ini bisa menjadi boomerang bagi TUDM.
F-18 E/F Super Hornet Buatan Amerika
Kandidat terakhir yang saya bahas adalah pesawat buatan Amerika ini. Saya sengaja membahasnya dibagian terakhir karena menurut admin AnalisisMiliter.com, dibandingkan kandidat lain, agaknya F-18 E/F Super Hornet lebih berpeluang menjadi pemenang dalam tender MRCA Malaysia ini. Hal ini dikarenakan saat ini Malaysia sudah memiliki F-18 Hornet yang memiliki tingat compability yang tinggi dengan Super Hornet. Hal ini karena Super Hornet adalah pengembangan dari F-18 Hornet seperti yang dimiliki TUDM saat ini. Selain itu, para pilot dan kru TUDM sudah cukup familiar dengan F-18 Hornet, sehingga untuk mengoperasikan Super Hornet tidak akan mengalami maslah yang begitu berarti.
Selain itu, dengan mangakuisisi F-18 E/F Super Hornet, agaknya TUDM bisa melakukan penghematan dari segi biaya operasional dan Maintenance. Walaupun akan memiliki 3 tipe fighter yaitu Su-30 MKM (Heavy Fighter), F-18 Hornet (Medium Fighter) dan F-18 E/F Super Hornet (medium Fighter) , TUDM tetap bisa menghemat anggaran karena persamaan antara F-18 Hornet dan F-18 Super Hornet. Namun, ada juga opsi yang akan membuat TUDM lebih menghemat biaya, yaitu dengan menjual F-18 Hornet TUDM kepada negara lain, dan menggunakan uang penjualannya sebagai tambahan biaya akuisisi F-18 Super Hornet. Amerika Serikat sepertinya akan memberikan izin akan hal ini, karena mereka akan di untungkan juga karena Malaysia tetap membeli F-18 Super Hornet.
Disamping semua kunggulan F-18 E/F Super Hornet, pesawat ini juga tentunya memiliki kelemahan di mata pemerintah Malaysia. Seperti kita ketahui bahwa Amerika Serikat memiliki kebijakan yang sedikit kurang menguntungkan Malaysia (ini juga di alami Indonesia). Amerika Serikat biasanya hanya akan memberikan paket senjata yang kualitasnya dibawah Singapura. Seperti dahulu, Malaysia tidak di izinkan memiliki rudal AIM-120 C yang setara dengan rudal AIM-120 C milik Singapura. Belakangan baru Malaysia diberikan izin memiliki AIM-120 C setelah Malaysia membeli rudal R-27 (CMIIW) yang merupakan tandingan AIM-120 C dari Rusia untuk armada Su-30 MKM mereka. Namun jumlah rudal AIM-120 C Malaysia masih dibawah jumlah AIM-120 C Singapura.
Malaysia sangat menginginkan senjata yang lebih baik atau minimal setara dengan Singapura, dan agaknya inilah salah satu pertimbangan Malaysia dalam menentukan pemenang tender MRCA ini nantinya. Jika Amerika bersedia memberikan paket sejata yang menimal setara dengan Singapura dalam paket F-18 E/F Super Hornet ini, maka agaknya Super Hornet adalah pilihan paling memungkinkan untuk menang dalam MRCA ini. Namun yang menjadi keraguan adalah apakah Amerika benar-benar memberikan paket senjata yang minimal setara dengan Singapura? Tentu Singapura sebagai sekutu utama Amerika di ASEAN tidak akan tinggal diam, sehingga akan mempersulit Malaysia mendapatkan paket senjata yang setara dengan Singapura.
Kesimpulan : Siapakah pemenang Tender MRCA Malaysia ini?
Sangat sulit untuk menentukan siapa pememangnya. Hal ini karena masing-masing kandidat memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Jika hanya mementingkan factor menghemat biaya operasional dan maintenance, agaknya F-18 E/F Super Hornet adalah pilihan yang paling tepat. Namun karena factor paket Senjata yang ditawarkan akan menjadi pertimbangan yang cukup besar juga dalam menentukan pememangnya. So siapakah pememangnya? Kita tunggu saja sampai ada pengumuman resminya.
Selain itu, pemenang tender ini agaknya sangat sulit untuk di tebak karena banyak factor kepentingan dibalik tender ini nantinya. Mulai dari factor politik, factor lobi-lobi kepada petinggi di Malaysia dan sebagainya akan menentukan pemenangnya. Bisa saja pememangnya akan benar-benar membuat kita terkejut. Sama sepeti dulu di pertengahan 1990-an, ketika Malaysia hanya ingin membeli Mig-29, namun ternyata sebagain dialihakan untuk membeli 8 unit F-18 Hornet. So, jika dulu ada ‘kejutan’, tidak menutup kemungkinan tender MRCA kali ini juga akan mendatangkan kejutan lainnya.
Demikian ulasan singkat dari saya admin AnalisisMiliter.com. Semoga tulisan saya ini memberikan pencerahan dan pemahaman bagi kita semua. Jika ada kata-kata saya yang salah dalam tulisan ini mohon maaf dan mohon koreksi dari pembaca sekalian. Salam, admin AnalisisMiliter.com
Label : Pesawat Tempur |
Alutsista |
Baca juga artikel terkait lainnya :
1.
Akhirnya 3 Unit F-16 Block 52ID Terbang Menuju Indonesia
2.
Undangan Menjadi Penulis Di AnalisisMiliter.com
3.
Setelah Pengganti Pesawat Tempur F-5 TNI AU, Apa Selanjutnya?
4.
Alutsista Gado-Gado : Rafale sebagai Pengganti F-5 TNI AU (Sebuah Opini)
5.
Militer Indonesia dan Kontrak Pembelian Alutsista (No Hoax)
6.
ASTROS II dan CAESAR : Bintang Pameran Alutsista TNI 2012
7.
Pengganti Pesawat Tempur F-5 Indonesia Segera Ditenderkan
8.
Tak Mau Kalah, Swedia Ajukan Tawaran Paket Alutsista ke Indonesia
9.
Kontrak 40 F-35A Korea Selatan dan Benefit untuk KFX/IFX
10.
Indonesian MBT : 63 Leopard 2 Revolusion + 40 Leopard 2A4 + 50 Marder 1A3?
Belum ada komentar untuk artikel ini